Blindspot dalam Merencanakan Pendidikan ke Luar Negeri
Pernahkah anda sibuk mencari sesuatu kemudian ternyata menemukannya tepat di depan mata anda padahal sebelumnya anda tidak menyadarinya? Tadi saya merasakannya ketika mencari bedak pada saat ingin make up. Saya merasa sangat bodoh mengapa tidak melihatnya dari tadi pikirku. Dalam perencanaan keuangan kadang kita melewatkan/ tidak melihat hal yang sebenarnya sangat jelas penting dalam merencanakan keuangan kita. Seorang teman dari portalreksadana yang kemarin saya temui untuk berbincang-bincang mengatakan bahwa ia waktu lulus SMU ingin kuliah di Nanyang University namun saat itu terjadi kenaikkan Dollar besar-besaran di tahun 1998 jadi cita-cita keluarganya untuk menguliahkannya di Nanyang jadi tidak tercapai. “Kalau kamu tetap kuliah di Nanyang kita sekeluarga ga makan” komentar papanya saat itu. Tampaknya papanya sudah menyiapkan dana kuliahnya melalui perencanaan keuangan hanya gagal melihat faktor nilai tukar dolar yang saat itu melonjak tajam. (lihat tabel nilai tukar dari 1990-2007). Walaupun bagus di keluarga mereka sudah ada rencana keuangan sehingga akhirnya ia bisa berkuliah di Universitas yang cukup bergengsi di Jakarta. (dibanding cerita saya yang waktu itu saya dan ortu tidak mengerti mengenai perencanaan keuangan sehingga ga jelas akan kuliah dengan uang darimana. Untungnya saya keterima di Univ Negri di Bandung yang biayanya waktu itu bisa dibilang cukup murah. Itupun kami kesulitan) namun sayang akhirnya impian keluarganya menguliahkannya di luar negri tidak kesampean karena mengalami blindspot dalam melihat kemungkinan perubahan nilai tukar yang sedemikian drastis. Mungkin banyak teman-teman kita yang sudah melakukan perencanaan keuangannya (jika belum jelas mengenai “perencanaan keuangan” bisa dilihat di tulisan saya terdahulu) namun mungkin beberapa gagal melihat faktor kemungkinan perubahan nilai tukar mata uang ini jika rencana mereka melibatkan pembayaran di masa depan yang menggunakan mata uang asing seperti pendidikkan ke luar negri atau mungkin liburan/ziarah ke luar negri dll. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkan hal ini? Yang terpenting adalah perencanaan keuangan lebih baik juga menggunakan mata uang asing dimana kita akan terlibat dalam pembayarannya di masa depan. Walaupun sayang sekali di Indonesia produk/kendaraan investasi yang memungkinkan kita berinvestasi untuk jangka panjang (dengan uang yang terbatas – karena jika lumayan berkantong tebal sebuah bank asing menawarkan asset RDS dari berbagai negara yang beberapa tahun lalu saya tanyakan minimal investasinya 100 juta) seperti untuk persiapan dana pendidikkan kuliah anak memang sedikit sekali. Seperti reksadana saham dalam USD. Itupun saya baru tau ada satu dari marketing commbank pada saat acara Talkshow dengan bro DewAsmara di kantor Commbank Desember lalu. Jangan harap juga ada mata uang lain :( Walaupun saya masih meragukan kinerja dari reksadana saham USD di atas dalam kaitannya dengan meminimalisir dampak perubahan nilai tukar mata uang terhadap rencana jangka panjang kita karena sebagian besar asset reksadana saham ini masih dari saham-saham perusahaan lokal yang notabene masih menggunakan rupiah. Namun keberadaannya di tengah ketiadaan produk yang menjembatani rencana jangka panjang kita (orang yang bisa dikatakan uangnya tidak begitu banyak) melibatkan pembayaran mata uang asing patut mendapat apresiasi. Mudah-mudahan makin banyak produk investasi jangka panjang dengan mata uang lain menyusulnya dan yang jika memungkinkan dari peraturan mungkin bisa berinvestasi di asset yang berada di negara asalnya juga agar makin klop. Hal ini sangat berbeda jauh kondisinya misalnya dengan negara tetangga Singapura yang tampaknya membuka diri dengan berbagai instrument investasi dari berbagai negara walaupun tidak punya kantong yang tebal untuk berinvestasi. Mungkin ini juga yang menyebabkan banyak orang berduit yang lebih betah memarkirkan investasinya disana. Walaupun bisa dikatakan saat ini berinvestasi di Indonesia adalah hal yang sangat baik dibanding dengan berinvestasi di negara-negara lain mengingat perekonomian Indonesia bertumbuh cepat dan juga banyak investor negara lain yang mulai melirik apalagi dengan peringkat investment grade yang dikantongi Indonesia seperti yang diberikan lembaga pemeringkat Fitch. Dan dengan berinvestasi di Indonesia saya merasa sangat bangga bisa membantu memajukan perekonomian negri sendiri. Namun kita juga perlu melihat kebutuhan kita akan keamanan rencana jangka panjang kita yang membutuhkan pembayaran menggunakan mata uang asing. Karena kita tidak tau ke depannya bagaimana nilai rupiah dibanding mata uang asing yang akan kita gunakan di masa depan tersebut. (kembali lihat tabel di atas untuk mengingatkan hal yang mungkin saja terjadi lagi) Walaupun bagaimanapun kita berencana tapi Tuhan yang tetap menentukan tapi setidaknya kita sudah melakukan yang terbaik ? # Disclaimer tulisan ini tidak bermaksud untuk menyarankan suau produk tertentu karena penulis juga tidak ada kaitan dengan produk investasi apapun. Segala pembelian investasi sebaiknya melalui pertimbangan perencanaan keuangan yang cocok untuk masing-masing orang dan situasi dan juga melalui pertimbangan mempelajari karakteristik produk-produknya secara menyeluruh #
|
Comments
@ Newbeginning, menyiapkan pendidikan diluar negeri
Udah lama ni gk buka PRD, pas liat ini jadi pengen ikutan sharing ah. Perencanaan pendidikan, merupakan perencanaan manusia, yang sering kita lupakan adalah rencana dari Yang Diatas alias Tuhan. Perlu diingat tujuan melakukan perencanaan keuangan, pendidikan, pensiun atau perencanaan keuangan apapun adalah untuk mengurangi resiko kegagalan dalam menghadapai masa depan. perencanaan pendidikan, merupakan juga rencana dari "Orang Tua". Sangat mungkin perencanaan dibuat ketika anak anak masih kecil, notabene anaknya belum tau mau jadi apa, tapi orang tuanya yang bercita cita anaknya akan "jadi" apa nantinya. Contoh yang paling mudah adalah : anak wajib menyelesaikan strata 1, lalu Strata 2 karena hareee geneeeee kalo cuma strata 1 nanti sulit berkompetisi dalam berkarier (itu menurut pemikiran sebagian besar orang tua Indonesia sekarang ini"
Dengan berjalannya waktu, si Anak tumbuh menjadi besar, bergaul, dan melihat dunia. Kepribadian si Anak, bukan hanya terbentuk dari bimbingan dirumah, tetapi terbentuk karena lingkungan. Cita citanya sering kali melenceng dari yang direncanakan orang tua.
Sekilas kalau mengingat jaman saya dulu, kuliah dijalanin sampai selesai, suka atau tidak suka. Jaman sekarang, sangat beda. Beberapa teman dari anak saya, masuk kuliah di Universitas Negeri yang diinginkan hampir semua anak yang mau kuliah, tapi ternyata itu keingingan dari orang tua, hanya bertahan 1 semester, habis itu mogok kuliah. Sampai akhirnya berpindah pindah ke 3 universitas dan akhirnya, kuliahnya tidak diselesaikannya. Menyesal kemudian tidak berguna.
Ketika saya merencanakan pendidikan anak anak, rencana yang dibuat standar. Strata 1 , lalu strata 2, kemudian kerja, dan berdoa moga moga anaknya nanti berhasil dalam meniti karier. Kenyataannya, waktu kuliah semester 4, si Anak sudah mulai melenceng. Ingin keluar kuliah dan ingin menjadi Pilot. Pastinya sebagai orang tua, memberikan pengertian, bahwa sebaiknya kuliah diselesaikan jangan jadi Pilot. Dengan berjalannya waktu si Anak tetap menjalankan kuliahnya dan selalu mengeluh, susah katanya (padahal Fak nya Ekonomi doank), sampai akhirnya diselesaikannya selama 6 th masa kuliah (heheh ngerjain skripsinya 1 tahun lebih, mentok sana mentok sini). sejak semester 4 itu, permintaannya untuk menjadi Pilot tidak pernah berhenti.
Sebagai orang tua yang moderat, pikiran mulai berubah, ketika melihat kondisi anak yg sepertinya tidak suka dengan jalur akademik, dan melihat beberapa temannya yang sekolahnya akhirnya enggak beres. Keinginan mendukung anak menggapai cita citanya semakin kuat.Mulailah mencari cari sekolah Pilot, yang ternyata lebih murah sekolahnya kalau di Amerika dibanding di Indonesia (th 2011, bedanya hampir 150 jt rupiah)
Masalahnya, perencanaan keuangan yang sudah dibuat adalah jenjang strata 2. Sekolah Pilot biayanya lebih mahal dari strata 2. Akhirnya, betot tabungan dan uang persiapan pensiun . Setelah dihitung hitung dana yang terkumpul cukup, bahkan masih lebih, karena pada tahun 2011 usd masih 8600 - 8800, tetapi sikap "serakah" dari diri saya masih ada. Uang yang saya investasikan di Reksadana, tidak segera saya tarik, karena berharap mendapat hasil investasi yang lumayan. Apa yang terjadi ketika pada waktunya harus membayar uang sekolah di tahun 2012? harapan investasi di RD tidak terlalu bagus, USD naik jadi 9600. Walhasil, uang yang disiapkan jadi pas-pasan, tetapi tetap bersyukur, dengan fluktuasi usd yang lumayan tinggi, saya tidak terlalu khawatir untuk uang saku anak, karena uangnya sudah disiapkan.
Jadi perencanaan apapun yang kita buat, tetap harus ada plan B dan menyiapkan dana cadangan, bila terjadi hal diluar rencana
Ga takut bu anaknya jadi pilot?
Bu Rina ini salah satu mentor ku lho dalam belajar perencanaan keuangan. Mengenai perencanaan keuangan itu sebenarnya tidak terlalu sulit dan masih bisa dihitung perkiraannya. Namun hal-hal di luar rencana seperti yang ibu katakan anak tidak ingin S2 tapi ingin sekolah pilot. jadi merubah rencana dan mungkin merubah perencanaan pensiun ibu juga. Lalu untuk belajar jadi pilot kan agak ngeri juga bu. kuatir jatuh gitu anaknya. Gimana ya bu sebagai orangtua menyikapi hal itu? apakah lebih bak menuruti anak? masalahnya saya kan belum punya anak jadi belum kebayang bu.
gk takut ah
hahah jatuh mah bisa dimana aja...dan saya lebih takut dengan masa depan anak yang enggak jelas, kalau dipaksa dengan kemauan orang tua.
Benar juga bu Rina
Lebih baik anak melakukan hal yang dia suka ya. nanti kalau ga, dia bisa menyalahkan kita sebagai ortunya ya kalau ternyata dia sudah melakukan apa yang diinginkan ortunya tapi gagal kan :)
Just brainstorming
Cuma mau tukar pendapat saja... tempo doeloe kalo seorang anak ditanya cita-citanya, biasanya akan jawab mau jadi insinyur, dokter, direktur, dsb... profesi-profesi sarat gengsi kostum berdasi nan perlu pendidikan tinggi.
Tapi coba anak-anak sekarang ditanya cita-citanya, apakah mereka akan memberikan jawaban serupa? Rasa-rasanya belum tentu. Saat ini kita banyak disuguhi biografi tokoh-tokoh yang meraih sukses tanpa ada kaitannya dengan bangku kuliah, seperti Bill Gates & Paul Allen (Microsoft), alm. Liem Sioe Liong (Indofood), dan masih banyak lagi.
Selain itu, dunia pendidikan kita saat ini sudah semakin komersial, bahkan kadang-kadang sudah terlalu mata duitan. Coba tanya ibu-ibu yang punya anak usia sekolah. Parahnya, kurikulum kurang menjawab kebutuhan dan para pengajar kadang-kadang asyik dengan dunianya sendiri. Ditambah dengan "education consultant" yang sangat persuasif, tidak heran saat ini "bisnis pendidikan" cukup marak (padahal kata "bisnis" dan "pendidikan" kadang-kadang nuansanya berlawanan).
Saya tidak anti pendidikan formal, tapi menurut saya kita perlu mencermati jalur pendidikan yang akan kita pilih. Pendidikan merupakan salah satu investasi terbaik dalam hidup (terutama dalam jangka panjang), tapi jangan sampai salah pilih. Sama seperti investasi dalam hal keuangan, kita perlu menentukan tujuan (menggali minat dan bakat) kemudian memilih wahana yang cocok (apakah itu universitas, kursus, sertifikasi, dsb.). Sayangnya masyarakat kita lebih menghargai gelar daripada kemampuan kerja, sedangkan perusahaan lebih menginginkan kemampuan dan potensi. Tidak heran perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja yang handal, sementara pencari kerja sulit menemukan pekerjaan yang sesuai.
Singkat kata, dalam memilih pendidikan jangan buru-buru tergiur "potential return" (baca: standar gaji dan fasilitas), apalagi bujuk rayu "penjual". Perhitungkan juga "risk" nya (hal-hal yang positif dan negatif dari pekerjaan yang berkaitan dengan pendidikan tersebut), kondisi "makroekonomi" (kebutuhan tenaga kerja vs banyaknya lulusan), dsb. Disclaimer: kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja di masa mendatang :-)
Salam sukses.
Ya, sebaiknya anak diarahkan ke bidang yang dia minati
Setuju soal itu, sebaiknya anak diarahkan ke bidang yang dia minati, agar menjadi profesional di bidangnya.
Bicara soal pendidikan formal, eh sebagai salah satu dosen, di sini kayaknya ada beberapa juga yang jadi dosen meski bukan dosen tetap, saya pun tidak menyuguhkan hal hal yang tidak ada kaitannya dengan dunia kerja. Umumnya teori formal hanya diberikan kepada siswa untuk fundamental saja, kita lebih tertarik memberikan gambaran kaitan antara praktek, dunia kerja real, dan landasan teoritis nya.
Saya termasuk yang mbalelo sama orangtua sebenarnya waktu kuliah. Bapak saya ingin saya masuk jurusan akuntansi, saya ingin fisika murni. Tapi akhirnya takdir menyatakan saya harus masuk jurusan bisnis hahaha. Di sini awal mulanya semua itu. Saya jadi sering terlibat eksperimen bisnis sejak bangku kuliah. Walaupun beberapa kali bangkrut, dan terpaksa kerja kantoran, tapi minat bisnis tetap ada dan tidak kapok mulai lagi. Lanjut kuliah ambil master pun saya tetap di bidang yang sama, hanya beda jurusan pendalaman, kalo S1 saya di Marketing, S2 nya di Investment and Finance. Pengalaman kerja sendiri variatif. Dan lebih banyak di operation and supply chain management, termasuk keanggotaan saya di beberapa asosiasi. Bagi saya, finance is a hobby that give money, marketing is a way to achieve that money, dan operation management is a way of life.
Kenapa saya tidak masuk ke management industri sewaktu S1 dulu? Nah ini balik ke statement anda, masa lalu tidak menjamin kinerja masa depan. Tahun 1980-1990an jurusan management industri kurang punya nilai jual karena orang berpikirnya yang booming itu financial industries, health and pharmacies, engineer dsb. Tahun 1998 krisis moneter datang, yang bertahan, industri kecil, makanan, dan export (manufacturing). Industri keuangan sendiri kiamat, even saya baru dapat klien itu sesudah pemilu sukses pertengahan 1999. Jadi sempat ngantor di bursa tanpa gaji. Akhirnya waktu pindah kerja di bank, saya ambil kuliah non gelar (management development training) di bidang operation management, dari mulai production planning, inventory management, purchasing management, dsb, langsung dari para praktisi kantor konsultan yang mana kantor konsultan itu juga merangkap institusi pendidikan (di mana akhirnya saya lanjut ambil S2 di sana). Dari situ akhirnya lama bergelut di operation management. Jadi selain soal minat, dan riset jurusan yang akan laku, kita juga harus terus mengintip peluang untuk menjadikan kita tetap punya nilai tambah. Btw, hobby saya di IT juga memberikan saya status sebagai admin tidak tetap di salah satu forum IT lho, meski belum jadi uang, tapi membuka peluang baru.
Beli reksadana USD melalui Comm Bank
Terima kasih Sis NewBeginning, setelah membaca tulisan ini sepertinya saya perlu diversifikasi asset di produk non IDR, karena memang ada kebutuhan dalam mata uang asing.
Apakah teman2 ada yg pernah beli RD USD melalui e-banking Comm Bank? Perhitungan selisih kurs nya seperti apa ya?
Selain RD, apakah teman2 ada yang pernah investasi dalam mata uang asing di produk lain, minta saran nya.
Trims
Sharing pengalaman
saya pernah beli RD USD dari commbank. tapi waktu itu masukkinnya dengan dollar juga. jadi khusus buat rekening Dollar untuk ini. dan pas redeem juga keluarnya dalam dollar lagi.
Harus buka Bank Account USD
Iya Sis, baru tanya CS CommBank, untuk beli RD USD harus buka rekening bank USD. Tapi spread kurs jual beli USD di CommBank nya gede ya :(
USD Acct and Investment
Yang spread nya tipis dan mendekati kurs tengah BI, itu ada di SCB.
Kebetulan juga di bank tersebut reksadana USD nya lumayan lengkap.
Kekurangannya, nominal USD ataupun Rupiah yang anda harus buka
sangat besar, mengingat prioritas bank ini pada nasabah yang
cukup mapan.
Spread nya tipis
Keunggulan CommBank, dengan nomimal $100 sudah bisa buka account.
Spread nya Panin Bank juga mantap bro, hanya saja tidak ada fasilitas reksadana online.
beli USD nya di money changer dulu?
kalau aku waktu itu kan emang udah bentuk USD trus langsung buka aja rekening USD nya. tapi pas redeem bentuk USD lagi jadi ambil dalam bentuk USD lagi terus tukerin di money changer
Bank Account USD
Wah.... klo di CW buat usd gk kompetitif, heheh sorry moga2 AE saya gk baca ni, tp klo baca juga enggak apa2 lah. Trus banyak aturan pula untuk rekening USD. Aq sih bukanya di CB buat account USD
Investasi dengan teliti
Slamat malam bro NewBegining..
Saya hanya seorang newbie di dunia keuangan namun sya ingin berbagi pengalaman pribadi karena sya banyak belajar dari seorang perencana keuangan yang memang amat sangat membantu kodisi keuangan saya pada waktu yang lampau, beliau adalah Mas Taufik Gumulya dari TGRM Perencana Keuangan,sejujurnya dengan arahannya sya menjadi terbebas dari kewajiban hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang dan lebih dariitu aset keuangan sya benar benar bertumbuh luar biasa (ini adalah fakta yang ada tanpa berniat melebihkan ybs).
Dari hasil diskusi sya dengan beliau ketika itu (kebetulan dengan tema yang sama) beliau mengatakan bahwa sebaiknya untuk investasi dana pendidikan adalah dalam mata uang rupiah meskipun dana tersebut untuk sekolah diluar negeri., mengapa karena jelas pertumbuhan instrumen RD dlm mata uang IDR jauh lebih menguntungkan jika versus RD mata uang USD (misalnya), saran darinya adalah (harus dilakukan) yaitu:
1. menentukan besar kurs konversi maksimal antara rupiah dengan mata uang USD;
2. melakuan monitoring pergerakan kurs mata uang IDR vs USD, serta pertumbuhan RD atas target kita (meskipun tidak perlu setiap hari namun cukup dalam 6 bulanan) atau dalam kondsi tertentu yang agak bergejolak frekuensi pemantauan dapat dilakukan dengan lebih sering.
kedua saran tersebut sya lakukan dan Puji Tuhan aset sata bertumbuh lebih dari 1000% dalam kurun waktu hampir 8 thn
Kita memang membutuhkan dana tersebut dalam USD namun kita cukup memantau 2 hal dari saran yang disampaikan oleh beliau, sejauh kedua hal tersebut dilakukan maka berdasarkan pengalaman pertumbuhannya jauh diatas investasi dalam mata uang USD.
Sya pun memiliki RD dengan mata uang asing yang saya beli dinegara tetangga namun dalam kurun waktu yang sama pertumbuhannya (sudah memperhitungkan kurs IDR vs USD)hanya sebesar 37%.
Demikian berbagi pengalaman dari sya tanpa bermaksud menggurui apabila ada yang tidak berkenan sya mengucapkan maaf. salam sukses untuk kita semua, GBU
Bernostalgia
Memang sudut pandang orang bisa bermacam2. Karena hal tersebut sudah masuk teritori risk apetite. Saya tidak berani komentar mengenai strategi portofolio investasi. Takut kualat.. hehehe...
Hanya sekadar melawan lupa dan bernostalgia untuk para anggota klub 98'ers. Mencoba sedikit mengulas kejadian 14 tahun yg lalu tersebut.
Alkisah di suatu negeri dgn politik sangat stabil (gimana gak stabil sis, 30 tahun presiden kagak pernah ganti, gedubrag..), dan dgn kebijakan peg dolar bertahun2. Ditambah Predikat calon Macan Asia, menyusul Jepang, Hongkong, Korea dan Taiwan. Membuat para praktisi finansial Indonesia lengah.
Para praktisi melakukan pinjaman dalam mata uang asing yg berbunga rendah untuk produksi barang yg dijual dgn rupiah di pasar lokal. Bahasa kerennya Terjadilah asset liability missmatch.
Menurut para eksekutif ini yg kebetulan jadi dosen pengajar, hal ini bukannya tidak mereka ketahui. strateginya rata2 adalah pantengin pergerakan kurs mata uang IDR vs USD. Bahkan untuk perusahaan selevel gajah kalo perlu hire 1 gerbong econimist.. begitu tandas seseorang eksekutif yg pernah ngajar ane gan.
Masuk akal sehh.. Beda dgn Thailand, Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Inflasi rendah, Surplus dagang 900 juta dolar lewat, cadangan devisa 20 miliar dolar lebih, dan sektor bank yang mirip lagu grup ratu "aku baik baik saja...".
Namun tidak sampai 2 bulan kemudian, 14 Agustus 1997 rupiah terjun bebas setelah peg dilepas. Bantuan IMF tidak banyak membantu karena secara psikologis para pelaku keuangan sudah histeris. Titik nadir kurs dan Bursa terjadi di September.
Nahhh disini moment of truthnya.. Perusahaan yang meminjam dalam dolar pada termehek-mehek. Banyak perusahaan melakukan adjustment terhadap eksposur dolar terhadap rupiah dengan... Silahkan tebak gan.. "MEMBELI DOLAR". Namun sudah terlambat. Rupiah semakin nyemplung akibat brong dolar beramai2.
Dan selebihnya seperti yg kita ketahui bersama kerusuhan pun terjadi yg mengakibatkan mundurnya eyang presiden.
Sudah 14 tahun berlalu tapi perasaan seperti baru kemaren deh.. ga tau ya ane yg sentimentil, atau lagi mengalami krisis tengah baya.. upss...
Moral cerita karena kejadian tersebut merubah saya menjadi tipe orang yg konservatif. Saya selalu berusaha melakukan hedging dari eksposure saham dgn safe haven instrument. Target saya 15% sd 20% dari saham harus ada back up emasnya
Pendapat subjektif saya, emas bukan instrumen invest. tapi lebih sebagai pelampung kalo terjadi kejadian tak terduga, misal krismon (ihhh jangan sampe ah). Makanya saya tidak terlalu khawatir dengan fluktuasinya. Selama itu berkorelasi negatif atau tidak berkorelasi dengan saham. Ah... Kebetulan terjadi saat ini, dan bisa jadi contoh. BEJ record high.. high..high sementara emas going down.. down.. down..
Mudah2an nostalgia ini ada manfaatnya buat para bro dan sis.. seperti biasa ya, "Disclaimer mode: on"
Anda benar
Anda benar Mbak Gabriela, RDS dalam rupiah memberikan return yang fantastis rata-rata 1000% dalam 7-8 tahun. Namun ada baiknya juga di hedging sebagian, entah ke mata uang lain, atau ke emas. Ada pepatah jangan taruh semua telor dalam satu keranjang.
Bicara soal alokasi asset, tidak ada rumusan baku yang tepat, semua financial planner, punya pendapat sendiri-sendiri, apakah Pak Eko, Pak Taufik, Pak Aidil, Sist NewBeginning .... dan banyak lagi lainnya.
Yang paling penting adalah, seberapa nyaman kita dengan strategi kita, soal besaran return, masih bisa dievaluasi ulang tentu saja sesuai dengan tingkat risiko yang berani kita ambil dan rasa nyaman kita. Karena apalah arti investasi jika kita tidak merasa nyaman dengan strategi yang kita jalanin.
terimakasih sarannya
Gabriela terimakasih sarannya. Maksud dari tulisan disini adalah untuk mengantisipasi risiko jika terjadi kenaikkan nilai mata uang asing tersebut terhadap rupiah. Apalagi jika kenaikkannya sangat tinggi seperti dan kejadiannya sangat mendadak seperti dalam kasus th 98. pertanyaan saya apa sempat kita cepat mengconvert rupiah tsb dengan mata uang asing lain.
Jika tidak maka perlu juga untuk memiliki diversifikasi aset yang sesuai dengan kebutuhan mata uang asing dimana pendidikkan di luar negeri dituju. .
Memang jika kita lihat beberapa tahun ini pertumbuhan perekonomian di Indonesia sedang maju pesat sehingga jika dibandingkan dengan returnnya reksadana mata uang asing lain mungkin kalah , namun kalau saya yang berinvestasi dalam kondisi seperti ini return yang lebih tinggi menjadi pertimbangan no 2. Karena buat saya yang pasti tujuan kita adalah yang utama dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi.
(Hal ini pun juga saya lakukan untuk menempatkan dana darurat saya yang ditaruh di Reksadana pasar uang, yang kalau dipikir hanya dari segi returnnya saja tentunya saya tidak mau parkir dana di RDPU yang notabene returnnya sangat kecil dibanding misalnya RD Saham. namun memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi dan membutuhkan dana cepat dengan nilai yang tidak fluktuatif, maka sebagian uang yang memang diperuntukkan untuk dana darurat terpaksa saya tempatkan disini)
Namun tentunya tidak semua dana kita juga diinvestasikan ke RD mata uang asing. hanya uang yang diperuntukkan utk "tabungan" pendidikkan ke LN tsb saja.
Great Article
Bagus tulisannya, ini kejadian beneran, ketika saya ingin lanjut ambil S2 tahun 1998-1999, krisis moneter parah. Bahkan orangtua kehilangan pekerjaan. Saya baru bisa ambil 10 tahun kemudian ketika pundi2 keuangan pribadi cukup hasil dari invest sana-sini dan kerja. Nilainya tentu tidak sama, jika dulu 8 juta cukup, tahun 2007-2008 membengkak jadi hampir 80 juta. Ini kuliah S2 di dalam negeri lho, kalau di luar negeri mah bisa di atas 300 juta.
Penting bagi yang baru menikah untuk melihat jangka panjang, persiapkan investasi jangka panjang, kalau bisa jangan dalam denominasi rupiah kalau untuk studi di luar negeri, karena suka atau tidak suka, rupiah sengaja di design untuk terus melemah dalam jangka panjang, ini ada hubungannya dengan kebijakan perdagangan internasional pemerintah terutama BI yang sengaja melemahkan rupiah.
Tx bro DewAsmara
thanks atas sharing pengalamannya yang mungkin bisa menjadi pelajaran buat temen2 di Portalreksadana.
Mau tanya masalah "rupiah sengaja di design untuk terus melemah dalam jangka panjang, ini ada hubungannya dengan kebijakan perdagangan internasional pemerintah terutama BI yang sengaja melemahkan rupiah" bukankah semua negara lain terutama yang banyak menjual barang ke luar negeri juga akan melakukan hal yang sama (melemahkan mata uangnya sendiri)?
Ya domino effect
Ya ini domino effect yang sebenarnya lagi dibahas sama Oom Nico di blog tetangga. Tapi benchmark mata uang dunia masalahnya adalah USD, jadi kalau yang lain tenggelam, USD paling belakangan tenggelamnya. Mungkin di masa datang tidak, mungkin bisa jadi Yuan yang jaya, siapa tahu.
Emas juga boleh jadi alternatif, tapi pikirkan masak-masak soal return emas yang berkisar di rentang 5% - 25% dalam jangka panjang, kadang-kadang kedodoran juga ngejar inflasi, meski di artikel Bro Dunkz nampaknya emas masih di atas inflasi. Soalnya kemarin itu ada financial planner yang ngomong kalau emas kedodoran lawan inflasi, tapi saya compare ke grafik olahan Bro Dunkz kayaknya emas masih ok.
Nasib kita serupa bung
Boro2 nerusin kul s2 ke eropa (waktu itu saya ngiler ama jurusan financial engineering). semua portofolio investasi yg saya miliki benar2 jadi seharga kertas dalam arti sebenar2nya. begitu destruktifnya krisis 98 sehingga krisis tahun 2008 tidak ada apa2nya dibandingkan krisis 1997-98 dalam sudut subjektif yg saya miliki.
Pelajaran itu membuat saya mempersiapkan diri dari eksposure rupiah yg letoy terus menerus dalam jangka panjang.
Idealnya untuk antisipasi dan diversifikasi, kita punya Reksadana Dollar. Cuman sampai saat ini saya belum menemukan instrumen yg praktis dan nyaman selain emas.
kelemahan RD dollar dimata saya adalah:
1. kita mesti punya rekening dolar
2. kurs jual dollar oleh bank tidak bersaing
3. bila ingin menukar dolar di toko forex yg memiliki kurs lebih baik dari bank, menjadi tidak praktis bagi pengguna strategi dollar cost averaging.
4. Yg paling utama bagi saya ini nih yg terakhir, "bunga di rekening dolar vs biaya adminnya jomplang bangett cuy".
Keuntungan emas bagi saya:
1.Saya bisa averaging dengan cukup menelepon toko emas langganan, setelah itu fisiknya baru diambil pada akhir pekan.
2. tidak ada biaya admin,
Namun emas juga ada kelemahannya:
1. ribet nyimpennya
2. harga toko emas lebih sering diatas harga antam (kalau lagi beruntung bisa lebih murah dari antam loh)
3. eksposurenya ngikut pergerakan komoditi
Amit2 jabang bayi jangan sampe kejadian 98 terulang (sambil knockin on the wood,, nok nok nok..) Tapi selayaknya bagi kita untuk tidak pernah lupa mendiversifikasi portofolio kita.
Kalo emas Antam ditukar uang di luar negeri gimana?
Mau nanya nih, kan kalo kita beli emas di Indonesia, terus ditukarkan uang di luar negeri (misalnya ke dalam USD atau SGD) gitu bisa ngga ya? Ada pengaruh terhadap nilai tukarnya ngga?
Jaga2 kalo ada kejadian kayak tahun 98 lagi cepat2 angkat kaki, tar siapa tau jadi tazir kayak Merry Riana... hehehe.
Terima kasih.
Hehehe bener tuh
Iya beneran tuh, tahun 1998 itu tahun paling ngeselin, mestinya juga sudah wisuda awal tahun, malah berantakan semua karena rush, demo, rusuh, celakanya lagi kurs USD sampai 16 ribu rupiah dalam satu hari.
Itu untuk pertama kalinya dalam sejarah saya merasa miskin, padahal selama S1 saya sanggup bayar uang kuliah sendiri meski nyicil, menjelang lulus malah jatuh miskin. Untungnya orangtua saya sempat mendengar nasihat saya ketika saya kecil, kalo gaji itu simpan dalam dollar jangan rupiah, walhasil meski kehilangan pekerjaan, mereka nggak sampai gigit jari. Tabungan itu langsung didepositokan dengan bunga yang fantastis (kala itu pemerintah sempat kasih jaminan bunga deposito 70 persen).
Akhirnya, semua lega, tahun 1999 akhir ekonomi pulih, saya dapat pekerjaan di awal tahun, orangtua di akhir tahun. Everybody gets happy :p
Terimakasih Masukkannya Net Punch
Sepertinya sementara ini dalam segi kepraktisan emas cocok juga nih untuk instrumen investasi dalam merencanakan pendidikkan ke luar negeri. tx masukkannya