Konsep Teori dari buku ‘The Little Book of Common Sense Investing’ oleh John C. Bogle, pendiri dan mantan CEO dari Vanguard Mutual Fund Group (Salah satu perusahaan MI terbesar di Amerika)
Sebelumnya saya ingin meminta maaf kalau kalimat terjemahan saya kurang ‘enak’ untuk dipahami, karena saya tidak membaca edisi terjemahan resmi dari buku tersebut.
Belakangan ini saya merasa diskusi kita di portal lebih banyak ke arah ‘trader/technical’ daripada ‘investor/fundamental’. Kita berdiskusi tentang timing untuk masuk pasar, membandingkan performance satu MI dengan MI yang lain, meranking tiap produk reksadana, dsb. Hal ini menyebabkan forum terasa kurang ‘seimbang’.
Oleh karena itu saya ingin menyampaikan beberapa konsep menarik dari buku ini yg layak kita pertimbangkan. Pada dasarnya buku ini mempromosikan investasi dengan reksadana indeks (yang sayangnya kurang/belum populer di Indonesia) dengan asumsi bahwa investasi dalam reksadana (saham) akan dilakukan untuk jangka panjang, namun ada banyak poin penting berdasarkan ‘akal sehat’ yang perli kita semua renungkan. Beberapa kutipan poin penting yang bisa didapat dari bab-bab dalam buku tersebut adalah :
- Pasar akan selalu mengikuti hukum aritmatika sederhana. Secara keseluruhan sebagai sekelompok orang, semua investor akan medapatkan semua hasil dari return pasar saham. Secara keseluruhan, kita semua adalah rata-rata. Jika salah satu dari kita mendapatkan return lebih, pasti ada investor lain yang ‘kekurangan’ dalam jumlah yang sama. Sebelum dikurangi oleh biaya investasi, ‘mengalahkan’ pasar saham adalah ‘zero-sum game’/permainan dengan total nol. Namun biaya yang menyertai ‘permainan’ investasi akan mengurangi keuntungan mereka yg menang, serta menambah kerugian mereka yang kalah. Dengan demikian siapa yang ‘menang’? Tentu saja mereka yang ditengah, para pialang, bankir investasi, manajer keuangan, pemasar, pengacara, akuntan, dsb. Hanya merekalah pemenang pasti dalam permainan investasi ini. Hal yang sama dengan kasino, bandar selalu menang/untung, dalam lotere, dalam balap kuda, bandar selalu menang. Begitu juga dengan berinvestasi. Setelah dikurangi biaya-biaya investasi, ‘mengalahkan’ pasar saham adalah permainan dimana kita pasti kalah.
*** Kesimpulannya adalah, kita perlu mengingat bahwa ‘manajer investasi’ bekerja tidak sepenuhnya untuk kepentingan kita, bagaimanapun dunia finansial adalah sebuah ‘bisnis’ dimana mereka memerlukan keuntungan, dan tentu saja kita semua tahu keuntungan tersebut datangnya dari mana ;-). (ingat bagian management fee, biaya pembelian, biaya penjualan, dsb dalam prospektus?)
- Kebanyakan investor terlalu mengabaikan biaya dari investasi. Hal ini dapat terjadi karena :
(1) Begitu banyak komponen biaya yang hampir tidak ‘terlihat’ (biaya transaksi portfolio, biaya pembelian awal, pajak terhadap kenaikan harga saham yang terealisasi);
(2) ketika return dari pasar saham cenderung tinggi (pada tahun 80 dan 90an, di Amerika, return saham rata-rata 17,5% per tahun, sedangkan rata-rata reksadana memberikan return, yang walaupun tidak jelek namun jelas lebih sedikit, 15% per tahun); dan yang terpenting adalah
(3) ketika investor terlalu fokus pada return jangka pendek saja, serta mengabaikan dampak besar dari biaya dalam umur investasi yang panjang. Sebagai contoh perhitungan statistiknya, buku ini mengambil contoh tahun 1980-2005 di Amerika, rata-rata return pasar (berdasarkan indeks S&P 500) adalah 12,5%. Sedangkan rata-rata reksadana secara keseluruhan adalah 10,0%. Selisih 2,5% tersebut sesuai dengan rata-rata perkiraan biaya yang dibebankan MI sebesar 3% per tahun. (Jangan lupa, return pasar dikurangi biaya adalah return investor). Memang 2,5 persen tidak terlihat banyak (apalagi dibandingkan return di bursa Indonesia yg belakangan selalu 2 digit), namun akan berbeda jika di’compund’/bunga berbunga dengan contoh perhitungan. Maka investasi $10.000 pada reksadana indeks akan menjadi $170.800 sedangkan rata-rata reksadana saham menjadi $98.200 atau hanya 57% dari reksadana indeks. Perhitungan ini tentu saja tidak sepenuhnya akurat karena belum memperhitungkan inflasi dan pajak yg berkisar 3,3%.
Untuk ilustrasi yang lengkap, bisa dilihat grafik berikut ini :
*** Saat ini, saya tidak sering melihat dilakukannya perbandingan biaya antara satu reksadana dengan reksadana yang lain, yang lebih banyak ada adalah perbandingan performa yang notabene akan silih berganti akan dipegang oleh MI dengan ‘keberuntungan’ yang terbesar. Hal tersebut akan semakin terlihat dengan alasan pada poin berikutnya ini.
- Return yang dilaporkan dalam Reksadana (Saham) tidak sebesar yang sebenarnya didapatkan oleh Investor Reksadana. Dalam grafik sebelumnya, disampaikan angka return berdasarkan waktu secara sederhana. (Ingat, uang cenderung masuk ke dalam reksadana setelah terlihat performa baik serta keluar begitu performanya jelek). Setelah memperhitungkan pergerakan uang (berdasarkan aset dalam kelolaan) yang keluar masuk reksadana, ternyata rata-rata investor reksadana ‘hanya’ mendapat 7,3% per tahun (kurang 2,7% dari rata2). Agar adil, diakui juga bahwa investor reksadana indeks juga dipengaruhi oleh naik-turunnya pasar, sehingga rata-rata hanya mendapat 10,8% atau 1,5% lebih rendah dari rata-rata reksadana indeks itu sendiri. Walau selisih angka2 ini terlihat tidak seberapa, namun berdasarkan hukum bunga-berbunga (compound interest), maka selisihnya akan menjadi sangat besar seperti dapat dilihat dari grafik berikut.
Berdasarkan perhitungan yang sama dengan poin sebelumnya, nampak bahwa pendapatan nyata rata-rata seorang investor menjadi jauh lebih berkurang akibat adanya kecenderungan ‘bad timing’ oleh investor itu sendiri.
- Memilih pemenang untuk jangka panjang jauh lebih sulit dari kelihatannya. Memang akan selalu ada ‘pemenang’ yang bisa didapat dari catatan performa masa lalu, namun hanya sedikit bukti bahwa performa yang baik akan menetap di masa datang. (Ingat tulisan kecil : ‘performa masa lalu tidak menjamin performa masa datang? Itu serius lho!). Berdasarkan analisa catatan 355 reksadana saham di amerika pada tahun 1970, satu fakta pertama yang penting dilihat adalah 223 dari reksadana tersebut telah ditutup pada 2005 (hampir 2/3!). Jika dibandingkan dengan performa S&P500, akan didapatkan grafik dibawah ini :
Analisa lebih lanjut terhadap 24 ‘pemenang’ itu pun akan menunjukkan hanya 3 yang ‘layak’ dibilang sebagai pemenang (analisa lebih lengkap silahkan baca bukunya).
***Coba renungkan baik2 bahwa ‘bisnis’ reksadana di Indonesia jauh lebih belia dibandingkan dengan Amerika, tanpa bermaksud mendiskreditkan MI manapun di Indonesia, faktor apakah yang menjamin MI kita akan terus berperforma baik di masa datang? Selain memang faktor kondisi pasar saham di Indonesia yang sedang bull dalam beberapa tahun ini, saya pribadi percaya bahwa MI di Indonesia tidak jauh lebih baik daripada om2 di Amerika sono.
Buku ini isinya masih banyak sekali dan tidak mungkin saya ceritakan semuanya disini. Mudah-mudahan dapat jadi masukan, terutama bagi mereka yang berpikir untuk investasi dalam jangka waktu yang panjang (sesuai peruntukan dari reksadana saham). Sebagai penutup dan kesimpulan, penulis buku tersebut mengajak kita untuk memikirkan beberapa kenyataan akal sehat/common sense berikut ini :
- Kita tahu kalau kita musti mulai berinvestasi sedini mungkin, serta terus menyisihkan uang sejak saat kita mulai.
- Kita tahu bahwa berinvestasi mengandung resiko. Namun kita juga tahu bahwa tidak berinvestasi akan memastikan kegagalan kita secara finansial.
- Kita tahu sumber-sumber dari pendapatan/return dalam pasar saham atau obligasi, dan itu merupakan awal dari kebijaksanaan.
- Kita tahu tentang resiko memilih produk investasi tertentu, begitu juga dengan resiko memilih jenis manajer ataupun investasi tertentu dapat dihilangkan dengan diversifikasi total yang ditawarkan oleh reksadana indeks klasik. Yang tersisa hanyalah resiko pasar.
- Kita tahu bahwa biaya/cost itu bermakna, secara luar biasa dalam jangka panjang, serta kita tahu bahwa kita harus meminimalisir biaya tersebut. (begitu juga dengan pajak)
- Kita tahu bahwa mengalahkan pasar ataupun melakukan timing (menentukan kapan waktunya masuk atau keluar) pasar dengan sukses akan selalu memunculkan kontradiksi diri. Sesuatu yang bisa dilakukan sedikit orang tidaklah mungkin bisa dilakukan oleh banyak orang.
- Akhirnya, kita tahu bahwa sesungguhnya kita tidak tahu. Kita tidak akan pernah tahu pasti bagaiman dunia kita besok, apalagi dalam puluhan tahun kedepan. Namun dengan alokasi aset yang cerdas serta pemilihan investasi yang wajar, maka anda akan siap menghadapi berbagai gejolak di masa depan serta dapat melewatinya dengan mulus.
Saya berpendapat bahwa memang tetap ada kemungkinan untuk mendapatkan return yang lebih baik dibandingkan ‘pasar’ (atau investor lainnya) dengan menjadi seorang ‘trader’ aktif. Namun jika anda coba pikirkan biaya dan waktu yang dihabiskan oleh para MI untuk menganalisa pasar, dengan para ahli di bidang analisa teknikal maupun fundamental, dibandingkan dengan kita-kita investor ‘amatiran’ yang punya kesibukan tersendiri, apakah mungkin kita akan ‘mengalahkan’ mereka secara konsisten dalam jangka waktu panjang? :-) Seperti bro passion4u pernah bilang, memang tidak semua orang ber’jiwa’ trader, kita memang perlu menganalisa diri masing-masing masuk kategori mana. Kita perlu menganalisa secara jujur dan obyektif diri kita masing2, apakah kecenderungan kita memang sebagai seorang trader ataukah jiwa ‘penjudi’ dalam diri kita yang berbicara? Kalaupun memang ingin memuaskan hasrat alamiah kita untuk merasakan ‘serunya’ menganalisa pasar, mengendalikan portfolio kita secara aktif, serta merasakan ‘nikmatnya’ saat analisa kita benar, sebaiknya jumlah dana yang digunakan untuk kepentingan tersebut tidak melebihi 20% dari dana kita (atau jumlah lain, selama mayoritas dana investasi kita berada dalam instrumen yang ‘hampir pasti’ memberikan hasil maksimal dari saham, yaitu dengan reksadana indeks).
Bersyukurlah bagi mereka yang masuk pasar dalam beberapa tahun terakhir ini karena pasar sedang bull, namun seperti yang terlihat belakangan (terutama gara2 masalah subprime mortgage), pasar saham kembali menunjukkan sifat jangka pendeknya, yaitu volatilitas. Dalam perhitungan jangka panjang, lebih realistis kita menggunakan angka prediksi 10% kebawah untuk return dari pasar saham, seperti yang telah terbukti dari pasar negara lain yang lebih tua. Jika tidak, itu hanya akan menyebabkan kita kekurangan uang saat pensiun nanti. Jangan lupa bahwa sesuatu yang naik, akhirnya harus turun juga. :-)
Warren Buffet (yang ‘katanya’ investor terbaik di dunia) pernah berkata
"Most investors, both institutional and individual, will find that the best way to own common stocks is through an index fund that charges minimal fees. Those following this path are sure to beat the net results (after fees and expenses) delivered by the great majority of investment professionals."
Sedangkan Charles T. Munger, partner Warren Buffet di Berkshire Hathaway (induk perusahaan kelolaannya), pernah berkata
"The general systems of money management [today] require people to pretend to do something they can’t do and like something they don’t. [it’s] a funny business because on a net basis, the whole investment management business together gives no value added to all buyers combined. That’s the way it has to work, mutual funds charge two percent per year and then brokers switch people between funds, costing another three to four percentage points. The poor guy in the general public is getting a terrible product from the professionals. I think it’s disgusting. It’s much better to be part of a system that delivers value to the people who buy the product."
Sebagai keterangan tambahan, latar belakang saya adalah medis, sama sekali tidak ada hubungan langsung dengan dunia finansial, jadi saya sebenarnya tidak ‘berhak’ untuk berkomentar banyak mengenai dunia ini. Sesuai prinsip portal ini adalah untuk berbagi informasi, saya hanya ingin berbagi isi buku yang menurut saya bagus dengan harapan tidak ada pihak manapun yang ‘tersinggung’. :-) Saya sendiri pemegang reksadana Danareksa Mawar, Manulife Dana Saham, serta Fortis Ekuitas dengan target jangka panjang, invest secara berkala dengan ‘sedikit’ usaha timing, saat ini masih menunggu lahirnya reksadana indeks total dengan cost yang rendah. Semoga bahasan ini bermanfaat. Terima kasih.
|
Comments
Riset Empiris : RD Indeks vs RD Saham
Hari ini ane sedang membaca riset reksadana yang dikeluarkan oleh warung sebelah, ada salah satu artikel yang menarik perhatian ane yaitu perbandingan antara reksadana indeks dan reksadana konvensional, pembahasan yang sudah dibahas panjang lebar di artikel ini. Yang menarik perhatian ane adalah ada riset empiris yang dilakukan oleh warung sebelah ini pada kurun waktu tahun 2001 - Mei 2008 terhadap reksadana di Indonesia.
Berikut ini adalah hasil penelitian tersebut :
Kinerja rata-rata indeks dibandingkan dengan rata-rata kinerja seluruh reksadana saham selama kurun waktu 2001 - mei 2008, secara umum dapat dikatakan sama kurang lebih sekitar 27% -an per tahun. Namun demikian selama periode pengamatan 8 tahun, terdapat 5 tahun dimana lebih banyak reksadana saham yang mengalahkan indeks, dibandingkan indeks mengalahkan reksadana saham.
So apa kesimpulan yang bisa kita tarik ... kalau kita tidak pandai memilih reksadana saham, maka kita hanya akan menghasilkan reksadana saham yang hanya mendekati indeks. Kalo gitu buat apa milih reksadana saham, pilih aja reksadana indeks yang biayanya lebih murah. Namun kalo kita ingin membeli reksadana saham pilihlah reksadana yang secara konsisten bisa membukukan kinerja diatas indeks.
Untungnya riset empiris di Indonesia juga membuktikan kalo dalam majority dari tahun amatan, lebih banyak reksadana saham yang bisa mengalahkan performance indeks. So pakailah tools yang banyak bertebaran di portal reksadana ini (Portal Reksadana Matrix, Komparasi Kinerja, Top Return Reksadana, dsb) untuk mencari reksadana itu.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyarankan membeli reksadana saham atau reksadana indeks, karena keduanya mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Tulisan ini hanya ingin mendudukan teori Bogle dalam konteks reksadana di Indonesia. Semoga bermanfaat.
Seorang Newbie - P a s s i o n 4 U
Don't walk in front of me, I may not follow. Don't walk behind me, I may not lead. Walk beside me and be my friend.
Terima kasih atas info dari warung sebelah :-)
Saya setuju bahwa memang untuk di indonesia saat ini reksadana indeks yg ada nampaknya tidak memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan reksadana saham lainnya. Sesuai dengan apa yg saya sampaikan di akhir artikel ini, bahwa saya pun masih menunggu terbitnya (di Indonesia) reksadana indeks yang 'aseli' seperti yg diceritakan dalam buku tersebut. :-(
Sayang saya tidak membaca langsung artikel di warung sebelah seperti bro passion4u, jadi tidak tau persis bagaimana perbandingan yang dibuat. Tapi kalau asumsi saya tidak salah, berarti reksadana indeks yg digunakan adalah produk salah satu MI yg menggunakan indeks JII sebagai patokan. Nah, jika dibandingkan dengan reksadana saham yang lain, maka tentu saja perbandingan ini kurang sesuai karena ibarat membandingkan apel dengan jeruk, dimana JII hanya mencakup sebagian saja dari seluruh saham di IHSG yg bisa dikoleksi oleh reksadana saham. Walaupun demikian, setidaknya komparasi ini dapat dijadikan sebagai acuan secara umum tentang performa reksadana saham dan indeks di Indonesia.
Pada akhirnya memang kembali ke diri masing2, seberapa banyak kita mampu 'invest' waktu dan pikiran untuk 'mengejar' reksadana saham yg perform baik dari tahun ke tahun secara konsisten. Selama proses pengejaran itu dilakukan dengan baik dan tidak dilakukan berlebih, tentu saja kita dapat mengalahkan indeks secara konsisten. :-D
Seperti kata bro passion4u (dan tentunya berlaku juga untuk keseluruhan isi dari portal kita ini), komentar saya ini juga tidak menyarankan untuk membeli/memilih reksadana saham atau indeks tertentu. Silahkan menggali informasi yang sedalam2nya mengenai kedua jenis investasi ini, dan sesuaikan lagi dengan kepribadian masing2.
Seorang Newbie(er) - anakbali :-p
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy.
- Stephen Covey
tambahan informasi ...
Bro "semeton" anak bali ...
sekedar tambahan informasi bro ... warung sebelah karena melihat disini belum ada rd indeks yang mumpuni ... akhirnya melakukan simulasinya dengan memperbandingkan indeks IHSG (yang juga merupakan pencerminan dari RD indeks versi bogle) dengan reksadana saham. So dia memperbandingkan seakan akan ada RD indeks yang cukup representatif, sehingga teori bogle bisa diterapkan di Indonesia.
Saya terus terang cukup senang dengan artikelnya, mengingat komentarnya yang bersifat netral. Sayangnya saya belon bisa attach gambar disini ... so belum bisa masukin grafiknya di portal kita ini ... bro anak bali mo ngajarin ane cara masukin gambar di portal ini ? maklum ane gatek nich... huahahaha
Seorang Newbie - P a s s i o n 4 U
Don't walk in front of me, I may not follow. Don't walk behind me, I may not lead. Walk beside me and be my friend.
:)D tunggu aja, kabarnya OD
:)D tunggu aja, kabarnya OD akan release RDI baru dengan benchmark Kompas 100, menarik bukan? Kompas 100 kan sebanding dengan Nikkei, memuat saham yang paling likuid shg mencerminkan bursa lebih real bahkan bila dibandingkan dengan IHSG atau LQ 45 (katanya Kompas lo...)
rumornya sh, tinggal tunggu agreement dengan Kompas.
'rumor' yang menarik...
Oh ya? Wah, ini berita baik buat saya dan tentunya buat perkembangan RDI di Indonesia... Mudah2an saja management fee nya bener-bener 'indeks' style... hehehe... trima kasih buat infonya... :-)
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy. - Stephen Covey
rajin bagi2 deviden
Dan yg gak kalah penting, semoga produk ini jg rajin bagi2 deviden (dari saham2 penyusunnya), dgn potongan yg wajar ;)
ETF vs EQUITY FUND
ETF will outperform most equity fund in the long run, coz ETF is actually an equity fund , but with passively manage trading style. like SPDRs is tracking S&P500 index, DIAMONDs for DJIA index, QUBEs for Nasdaq 100 and many more. ETF's fee will be much lower than conventional equity funds because of its trading style, the fund manager doesn't need to do stocks picking, no need to keep cash inhand , thats why their management fee will be much lower as well. ETF is the FUTURE bro, ciao....
batal masuk MSA malah masuk DINAR
sharing aja sih, gara2 baca postingan anakbali, saya jadi batal masuk ke MSA, malah masuk ke Danareksa Indeks.
padahal form untuk beli MSA dah di isi siap di kirim. hehehe ...
point penting yg saya dapet : efek bunga berbunga sangat berpengaruh dengan adanya perbedaan jasa MI RDS 2,5% dengan jasa MI RDI yg hanya 0,3% - 0,4%, terutama untuk jangka panjang.
to anakbali : postingan yg bagus banget, bener2 membuka wawasan :)
Fee DINAR naik
Ada kabar fee pembelian DINAR naik jadi max 3% dan jasa MI naik jadi max 1%. Kenapa ini? Padahal kinerja DINAR selama 3 bulan ini dibawah JII. Piye iki???
Selamat atas pilihannya
Hehehe, nda nyangka bakal ada yg batal beli rds segala gara2
postingan saya ini... Tp at least saya bersyukur ada yang terbuka
wawasannya mengenai 'cost' jangka panjang. Cuman perlu
diingat kalau DINAR jg masih sektoral (JII), bukan total (IHSG)
sehingga masih 'kurang' bagus daripada rdi yang disarankan
buku ini.
Selamat berinvestasi... :-)
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy. - Stephen Covey
rd indeks belum banyak
yep, yg ku tau cuman ada 2 RD Indeks di indonesia, RD Indeks Obligasi Bahana (klo ini sih untuk partai besar, hehehe gak kuat :/ ) , jadi pilihan jatuh ke RDI danareksa indeks. atau ada yg baru lagi yah ?
sebenernya udah baca2 (berulangkali malah, tapi gak nyambung2 :( ) info yg ada di danareksa.com masih bingung cara kerja RDI, seperti apa sebenarnya maksudnya dari "merefleksikan kinerja dari suatu indeks dalam hal ini Dinar mengikuti indeks JII" ..... ?
kalo ada yg bisa kasih penjelasan dalam konteks "RDI for dummies" hehehe ... ? thx b4
Manajemen pasif
salam, bro kertawali.
Kalimat itu menggambarkan bentuk 'manajemen pasif' dari suatu RDI, dimana RDI akan berusaha membeli semua (atau sebagian besar sesuai proporsinya) saham yang terdaftar dalam indeks tertentu tanpa melakukan analisa-analisa atau prediksi pergerakan sahamnya. Nah, untuk dinar misalnya, kalau indeks JII terdiri dari saham A,B,C, dan D, maka dinar akan ikut beli saham tersebut dengan proporsi yang semirip mungkin. Oleh karena itulah disebut 'merefleksikan', jadi sebisa mungkin mirip atau bahkan sama (seperti cermin).
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy. - Stephen Covey
RDI lumayan?
Bro, kalau membandingkan jangan tanggung-tanggung.
Salah satu cara membandingkan kinerja adalah dengan menghitung kinerja Year To Date, yaitu kinerja tahun 2008, dihitung dari 28 Des 2007 hingga hari ini. Hal ini lebih fair karena berangkat dari hari yang sama pada awal tahun.
Hasil kinerja adalah sbb:
JII (Jkt Islamic Index) -9%
PNM Ekuitas Syariah -5,67%
MITRA Syariah -6,5%
DINAR (RDI Syariah) -13,75%
RDS Syariah lainnya antara -13% - -19%
Berdasarkan data diatas, ternyata hanya PNM ES dan MITRA Syariah yang dapat mengalahkan kinerja JII, RDS Syariah yang lain termasuk DINAR (Reksadana Danareksa Indeks Syariah) kiinerjanya dibawah kinerja JII.
Kalau RDI yang kinerjanya dibawah kinerja JII anda katakan lumayan, sebaiknya pendapat tersebut dipakai untuk anda dan teman-teman anda saja.
Pada teman-teman lain yang juga mempunyai pendapat seperti itu, silahkan saja karena risiko anda sendiri yang tanggung.
Kalau ane sudah pasti pilih yang layak koleksi yaitu yang kinerjanya dapat mengalahkan kinerja JII, yang sudah pasti masuk peringkat tinggi.
Kompilasi Fee RDS
bro tukul dan kosegu, ini informasi yang bermanfaat sekali. nanti akan saya kompilasi ke halaman tersendiri. sementara mungkin berupa static page yang hrs diupdate manual, nanti sy taruh di menu kiri. dg ini setidaknya bs mudah dimanfaatkan rekan lainnya.
monggo diupdate, tp mhn maaf utk halaman kompilasinya menyusul yaa...
Re : Fee RDS
Bro Tuku informasi yang bagus nih,
Ane juga mo share dikit tentang hal ini. Dari pencarian ane selama ini biasanya biaya yang tercantum di prospektus belum tentu sama biar lebih jelas lagi sebaiknya bertanya langsung ke MI-nya, walau demikian info dari prospektus ini sudah bisa dijadikan sebagai guidence kita.
Berikut ini info untuk RDS PNM ES yang ane dapat :
Subs fee : 3% (selama masa promosi (s/d Feb 08) 0%, ane kemarin beli lagi tgl 11 maret 08 fee 0%)
Redemp fee : 1% untuk dibawah 1 tahun, setelah itu 0%
Switch fee : 0,5% untuk dibawah 6 bulan, setelah itu 0%
request & switch bisa dilakukan dihari yang sama, bila kita seorang trader bisa nih swing2an di PNM ES ini ^_^
Sekilas info untuk Danareksa Mawar Agresif dan mungkin RDS lain yang memberlakukan sistem yang sama.
Subs fee : Max 3%
info yang ane dapat dari MI-nya :
Biaya max ini tergantung dari dana yang kita investasikan, dengan gambaran sebagai berikut :
dana < 10 Juta = 3%
10 < dana < 30 Juta = 2%
Dana > 30 Juta = 1%
Sudah jelas kan gambarannya, untuk berinvestasi di RDS ini dan RDS lain yang memberlakukan sistem yang sama dibutuhkan dana yang besar belum lagi potongan2 biayanya.
kalo ane pribadi sih kalo dah punya uang yang banyak dan ilmu yang mumpuni lebih baik invest langsung di saham....hehehehhehehee....
Heran
Ane hanya heran. Berdasarkan return 6 bulan terakhir, 3 bulan terakhir dan 1 bulan terakhir RDS PNM Ekuitas Syariah lebih baik dari DINAR. Begitu pula return 1 bulan terakhir MITRA Syariah lebih baik dari DINAR, kok anda masih memilih DINAR? Ya kalau itu sudah pilihan anda, silahkan, sekali lagi ane hanya heran saja. Itu hanya yang RDS Syariah saja, RDS biasa banyak yang lebih bagus dari DINAR.
Kondisi di AS berbeda dengan di Indonesia, disini masih banyak RDS yang dapat mengalahkan indeks. Ane kurang sependapat kalau akhirnya bursa kita akan seperti AS untuk masa y.a.d, karena masing-masing bursa pasti mempunyai karakter masing-masing.
balasan buat mas tukul
mas tukul saya setuju sekali sama tulisan mas tukul.
terutama pendapat bahwa reksadana jgn dibuat main jangka pendek. seharusnya reksadana buat maen jangka panjang (> 1th). kalo terlalu aktif kayak maen saham gorengan malah bisa bankrut. kalo uda bankrut mau makan apa kita? huahahaha..
o iya mas. kasih tips donk buat masuk ke pasar reksadana. gimana caranya pilih2 reksadana yg bagus tapi ga cuma asal liat return sebelumnya aja mas. faktor apa aja yg perlu diperhatikan selain return tahun2 sebelumnya. makasih banyak mas..
@adityanazar
Mas Aditya,
Kalo ngasih tips kesannya kaya saya ini siapa, he he...kita share saja ok?
Sebelum masuk pasar reksadana, jelas kita harus tau apa tujuan kita masuk reksadana, jenis reksadana apa yang kita pilih (apakah RDS, RDC atau RDPT)
1. RDS yang baik menurut saya adalah RDS yang dalam jangka panjang sudah cukup teruji konsistensi returnnya, berkinerja secara konsisten diatas/mengikuti benchmark : IHSG, JII atau LQ45
contoh, RDS dengan return konsisten 40% per tahun selama 5 tahun berturut2 jauh lebih baik dari kinerja RDS yang selama 5 tahun fluktuatif : 40%, 20%, 50%, 80%, 10% (meski kalau di rata2 dapatnya 40% juga).
2. Konsistensi return ini juga berarti resiko yang dimilikinya (standard deviasinya) relatif rendah...perhitungan Standard Deviasi menggunakan function dari excel dapat dilihat dari tips suhu Dunkz...
3. AUM (Asset Under Management) juga perlu di perhatikan, RDS dengan AUM yang baik adalah yang tingkat perkembangannya ada diatas rata2 seluruh RDS yang ada...perkembangan (growth) AUM yang tinggi selain menunjukkan tingkat kepercayaan Investor terhadap RDS ybs, juga menunjukkan tingkat likuiditas dari RDS tsb
4. Perhatikan biaya2 yang menyertainya, berapa fee pembelian, fee MI+Kustidian, fee redempt dsb. Fee diatas 1,5% untuk pembelian, 1,5% untuk MI menurut saya sudah sudah cukup mahal. saya perhatikan ada beberapa RDS contohnya keluaran MI "D" dan "P"..mematok fee yang kelewat tinggi.
5. Sama prinsipnya seperti kalau kita memilih saham sebuah emiten, biasanya melihat "siapa pengelolanya". Maka dalam memilih RDS perlu juga kita lihat siapa MI-nya... sebuah MI bisa menjadi besar, dikarenakan salah satu faktornya adalah kepiawaian mereka mengelola RDS
Jadi mungkin itu : konsistensi return yang relatif tinggi dan berada diatas indeks, volatilitas / resiko / standard deviasi yang relatif rendah, pertumbuhan AUM yang tinggi, MI yang bonafide, dan fee yang relatif rendah
Kalau saya ditambah dengan, RDS tsb sudah beberapa tahun ada, dengan history masa lalu yang baik...minimal RDS tersebut sudah dapat membuktikan bahwa sampai saat ini RDS tsb ber kinerja baik.
Banyak sekali RDS yang sudah lama terbit dan sampai sekarang masih eksis...tapi kinerja masa lalu, dan konsistensi itulah yang membedakan antara Fortis Ekuitas, Manulife Dana Saham, Trim Kapital, Schroder DPP dengan RDS "tua" lainnya yang seumuran seperti BIG Nusantara, BNI Dana Prima, Nikko Saham Nusantara, Dana Sentosa, ABN Amro Equity, Panin Dana Maksima, Mastro Dinamis dll
Karena sifat investasi RDS yang jangka panjang, akankah RDS yang akhir2 ini banyak terbit (dan menjadi populer) akan seperti golongan pertama diatas..ataukah senasib dgn golongan kedua?...waktu yang akan menentukan.
Yang terakhir, keuntungan jika melakukan pengamatan, bahkan mungkin riset sendiri sebelum memutuskan ber-invest adalah resiko yang ada bisa diprediksi sendiri, lebih obyektif, dan kita mengenal betul sarana investasi kita.
Selamat bergabung dengan investor Reksadana...
Salam, Pemula
Makin heran saja
Bro, kalau seperti yang anda ceritakan, memang strategi ane juga seperti itu, hanya saja secara berkala ane evaluasi kinerjanya, biasanya tiap tiga bulan. Kalau kinerjanya memble, ane tidak fanatik pegang terus, ya ane redemp pas nilainya tinggi dan membeli yang kinerjanya lebih baik. Contoh yang sudah ane redemp adalah RD CIMB Islamic Equity Growth Syariah, yang pada awalnya bagus tapi setelah keluar Daftar Efek Syariah yang baru langsung memble.
Jadi untuk masalah tersebut tidak ada perbedaan pendapat yang berarti, karena seperti yang ane katakan ane adalah penganut Warren Buffet, tentunya dengan menyesuaikan kondisi di Indonesia. Tapi topik diskusi kita adalah masalah RD indeks.
Kalau anda tahu bahwa kinerja RD indeks kurang bagus, tetapi pas nilai rendah kemarin anda berinvestasi di RD indeks, barulah ane salut atas kefanatikan anda terhadap RD indeks. Untuk itu selanjutnya ane akan memanggil anda bro RDI, bukan bro Tukul. (Maaf ini bukan untuk merendahkan, tapi sebagai rasa hormat bahwa anda tetap memegang prinsip anda walau apapun yang terjadi). Walaupun ane makin heran saja.
Tapi kalau kemarin anda ternyata membeli RDS biasa yang returnnya tinggi, ya diskusi kita ditutup saja sampai disini hehehe.......
Diskusinya 'hangat' euy...
Waduh, ane tidak menyangka kalau postingan ini bakal jadi sehangat ini, hehehe... Terimakasih buat bro tukul dan sayogo yang keduanya memberikan pandangan masing2 tentang rdi.
Ane tidak berencana untuk komentar macam2, cuman ane jadi sedikit pengen meluruskan aja karena bro sayogo nyebut nama saya masalah promosi RDI, ane tidak merasa ada ngotot menekankan RDI seperti bro tukul lho, di comment yang lain ane sudah bilang, saat ini di Indonesia BELUM ada RDI 'total' yang sesuai dan cocok dengan jiwa buku ini. Oleh karena itulah saya juga TIDAK punya dana yang ditempatkan di DINAR, apalagi kalo disangka2 berkaitan dengan danareksa, hehehe...
Mudah2an diskusi kita semua ada manfaatnya buat bro bro yang lain...
Salam hangat.
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy. - Stephen Covey
Maaf bro Anakbali
Ane minta maaf atas praduga ane yang salah. Praduga itu karena pada salah satu posting anda, anda memberi selamat pada teman yang sudah membeli DINAR. Kalau saja pada posting itu anda juga mengingatkan bahwa sebenarnya DINAR belum merupakan RDI (Syariah) "total" seperti yang disebutkan dalam buku itu, atau belum seperti RDI di AS, salah paham ini tidak akan terjadi.
Ane sebetulnya tidak anti RDI. Yang ane tanggapi adalah kalau dikatakan DINAR layak untuk dikoleksi. Bagaimana layak dikoleksi kalau kinerjanya sangat jauh dibawah kinerja JII. Bukankah diterbitkannya RDI adalah supaya dapat sejalan dan sejajar dengan pergerakan indeks? Kalau kira-kira sama dengan kinerja JII, mungkin anepun akan mengoleksinya, karena kinerja JII umumnya lebih tinggi dari kinerja IHSG, jadi pasti lebih tinggi dari RDS biasa yang kinerjanya moderat. Tapi karena jauh dibawah JII, kesimpulannya adalah MInya yang memble atau seperti kata ane: belum merupakan RDI (Syariah) "total".
Sekali lagi mohon maaf atas kekhilafan ane, namanya juga manusia bro, jadi banyak salahnya hehehe.....
Bau promosi RD tertentu
Bro, coba baca lagi tanggapan ane.
Ane sangat menghargai perbedaan pendapat, tapi ane tidak setuju dengan pembodohan publik.
Dengan membawa pendapat Buffet kemudian mengaitkannya dengan kondisi di Indonesia, itulah yang ane tidak setuju. Karena kondisi di Indonesia berbeda dengan di AS.
Apalagi kemudian menjurus ke RD tertentu yaitu RDI, yang di Indonesia hanya satu yaitu Danareksa Indeks Syariah (DINAR).
Memang pilihan seseorang adalah hak masing-masing, tapi kalau memberikan data yang fair dong.
Faktanya:
1. Sampai saat ini RDI di Indonesia hanya satu yaitu DINAR, artinya MI yang lain juga masih ragu-ragu untuk menerbitkan RDI yang baru.
2. Setelah lebih dari 2 tahun ternyata DINAR tidak masuk daftar 10 besar reksadana populer. Faktanya Manulife Saham Andalan, PNM ES dan MITRA Syariah yang belum berumur 1 tahun sudah dapat masuk 10 besar RD populer.
3. Berdasarkan data, maka tahun 2008 ini kinerja DINAR bahkan di bawah kinerja JII (lihat posting ane yang lain), jadi tidak ada kata lain bahwa kinerjanya memble. Katanya mengikuti indeks, kok malah dibawahnya? JII -9%, DINAR -13,75%
4. Berdasarkan kinerja 6 bln terakhir, 3 bln terakhir dan 1 bln terakhir, masih banyak RD saham lain yang kinerjanya lebih baik dari DINAR, baik yang syariah maupun yang non syariah.
Berdasarkan fakta diatas kalau ada seseorang yang berpromosi bahwa RDI atau DINAR layak dikoleksi ya pasti akan ane tanggapi, karena ada tendensi pembohongan publik. Apalagi ternyata anda juga mengoleksi RD saham yang lain yang tidak pernah anda promosikan layak koleksi. Kalau ane menyatakan suatu RDS layak koleksi, sudah pasti ane hanya akan beli RDS tersebut. Itu sebabnya karena ane berpendapat Makinta Mantap kurang layak dikoleksi (dengan alasan tertentu), maka walaupun returnnya paling tinggi ane tidak akan mengoleksinya.
Jadi masalahnya bukan beda pendapat lagi, tapi agar publik tahu kondisi yang sebenarnya. Kalau setelah membaca posting ane mereka tetap ngotot beli DINAR atau yang lain tentu saja adalah hak mereka dan ane tetap mendukung, tapi ane sudah mencoba memberikan informasi selengkapnya.
Semoga teman-teman tetap berinvestasi pada saat bursa gonjang-ganjing seperti saat ini.
Please cooling down ...
Bro sayogo dan Bro Tukul,
saya sangat menaruh respect pada keinginan bro berdua untuk berbagi pandangan. Ada kalanya pandangan dan pendapat kita tidak sejalan dengan yang lain ... namanya juga manusia, so wajar saja kalo berbeda khan ... Saya rasa postingan bro berdua yang sudah banyak serinya ini sudah cukup menggambarkan point of view dari bro berdua. So please cooling down ya, tidak usah diperpanjang lagi ...
Ingatlah ilmu padi, semakin tinggi sebaiknya kita semakin merunduk ... saya anggap bro berdua sudah mempunyai ilmu yang mumpuni, akan lebih indah kalo bro berdua bisa saling melengkapi dan mengarahkan teman-teman yang ilmunya belum setinggi bro. ok ...
mohon maaf kalo ada kata yang salah dari ane ...dari yang bodoh dan masih terus belajar
P a s s i o n 4 U
Terima kasih bro Passion
Terima kasih bro Passion4U atas perhatiannya.
Tapi masalahnya bukan masalah perbedaan pendapat, tapi sudah menjurus pada pembodohan dan pembohongan publik.
Kita juga pernah diskusi dan kita sepakat beda pendapat soal swinger dan investor jangka panjang. Ya selesai begitu saja, karena memang kita tidak ada niat macam-macam.
Tapi kalau tiba-tiba tidak ada hujan tidak ada angin kemudian dengan mengutip Buffet menyatakan bahwa RD indeks di Indonesia layak dikoleksi, ya pasti akan ane tanggapi. Jadi disini tidak terkait dengan cooling down bro.
Masalahnya adalah kalau kita bicara RDI di Indonesia, kita langsung mengarah pada Danareksa Indeks Syariah (DINAR).
Kalau kinerja DINAR sesuai dengan kinerja indeks (dalam hal ini JII) sih ane masih dapat terima, tapi sudah jelas kinerja DINAR sangat dibawah JII. Jadi kalau ada orang mengatakan bahwa DINAR atau RDI layak dikoleksi sudah pasti hal itu adalah pembohongan publik dan sampai dimanapun akan selalu ane tanggapi. Ane tidak punya maksud apa-apa hanya mendudukkan masalah pada tempat yang seharusnya berdasarkan data yang ada, bukan berdasarkan opini atau selera.
Kalau teman-teman masih ada yang ingin berinvestasi di DINAR ya baik-baik saja dan bahkan ane dukung pilihan mereka, tapi setidaknya mereka memilih setelah mengetahui kondisi yang sebenarnya.
Ane juga ikut berdoa agar MI Danareksa kerja keras hingga kinerja DINAR sesuai yang diharapkan, tidak usah terlalu tinggi, cukup sejajar dengan kinerja JII sudah bagus dan layak dikoleksi, karena bukankan itu adalah tujuan diterbitkannya RDI ini? Jadi jangan hanya jual kecap nomor satu, tapi kenyataannnya kinerjanya memble.
Ane kira anda lebih tahu masalahnya bro, karena anda memang bekerja di bidang finansial. Boleh juga masalah RDI dan ETF anda singgung di KDR, mengapa kedua jenis RD ini kurang berkembang di Indonesia.
Sampai ketemu di KDR bro, tapi anda sebagai suhu ane sebagai murid hehehe..........
Wah ... ada tukul
Salam kenal dari ane untuk bro Tukul ...
wah pemilihan nama yang sangat cermat nich ... Tukul represent ndeso, apa adanya, rendah hati namun di sisi lain sukses, mau membantu sesama dan tidak lupa akarnya ... Mudah-mudahan bro Tukul bisa mengemban trademark nama Tukul yang berat itu ...
Saya senang ada penyeimbang gaya swing trading ane disini ... ini diskusi yang sangat sehat ... saya sangat respect sama gaya investasi yang lain, karena apapun gaya yang kita pilih kalau anda mendapatkan hasilnya artinya anda sudah berinvestasi dengan cara yang tepat.
Seorang Newbie - P a s s i o n 4 U
ternyata banyak yang mirip ane
hehehe bro Tukul
kok kayaknya banyak banget yang mirip ane ya ... kalo bro autogebet bilang gua mirip anaknya siapa gitu hehehe (lupa ane), sekarang ane dibilang mirip pengarang novel... hehehe ternyata wajah ane pasaran banget ya ... huahahaha, mudah-mudahan rejekinya juga seperti best seller ... amien ...
Seorang Newbie - P a s s i o n 4 U
Saluuut...
Salut, dua jempol untuk kalian berdua bro.
Diskusi yang menarik dan tentunya sangat bagus dan insightful. Tampaknya bro Sayogo dan bli Anakbali ini sudah kaya akan pengalaman.
Ane yang masih newbie ini tentunya mendapatkan pencerahan yang baik sekali. Terimakasih
Salam
Doni
Lebih baik keluar-masuk, atau hold?
halo teman-teman di portal reksadana...
aku ikut reksadana gak
begitu lama2banget sih..baru juga setahun. dan syukurnya lagi, target
dari investasi masuk banget, bahkan malah berlebih untuk satu tahun
pertama ini. padahal kalau berdasarkan itungan yang saya buat,
seharusnya gak segitu hasilnya..namanya juga investasi yah,
oia, yg mau ditanya adalah, gini...
saya
waktu masuk nab nya 1000 ternyata setelah 1 tahun nab nya naik jadi
1670. berarti saya dah dapet untng 67,5 persen. sedangkan jangka waktu
investasi saya 10 tahun dgn nilai yg sudah saya tetapkan. pertanyaanya
apakah perlu saya realisasikan untungnya trus masuk lagi ketika nab
turun, trus saya lakukan terus begitu setiap tahun kedepanya (ketika
nab tinggi realisasi keuntungan, pas masuk nunggu nab turun)...atau
lebih baik tetep stay ajah sampe jangka waktu nya 10 tahun itu? mana
yang lebih menguntungkan yah?
tolong bantuin yah.... makasih
bantu jawab ya ...
klo cukup confident sama MI nya, lebih gampang sih diemin aja.
paling tiap tahun di review, perlu pindah RD atau tidak.
misalnya prospek tahun ini di bidang infrastruktur lagi bagus, akan lebih besar harapan returnnya jika RD di pindah ke RD yg fokus sahamnya di bidang infrastruktur kayak indocement dkk. tapi klo begini malah jadi "trader" bukan investor. :p
lebih gampang gini aja berpikirnya : klo target per tahunnya udah tercapai bahkan lebih anggep aja sebagai cadangan untuk mencapai target tahun berikutnya. misalnya tahun depan jeblok masih tercover sama cadangan return tahun sebelumnya. jadi diemin aja tu RD nya. pindah kalo target pertahunnya jeblok terus.
saya pribadi buat di My Plan target maksimal hanya sampe 30 % pertahun untuk jangka waktu 5 tahun ke atas. klo di bawah 5 tahun berkisar 15% - 20%. jadi klo target pertahunnya udah tercapai ya udah gak usah diapa-apain lagi, nunggu tahun depan lagi.
to admin : sebenernya pertanyaan ini di masukin ke konseling aja kali ya.
salam kenal untuk semua. :)
Link
Kalo suka buku Bogle, nih ada link dari Boglehead buat koleksi quote2 buku2 investing http://www.diehards.org/forum/viewtopic.php?t=881
walau tema dan isinya gak jauh geser dari yg ditulis ama anakbali.
artikelnya bagus bli...
Makasih banyak buat artikelnya, trus link bukunya. bermanfaat sekali buat saya yang baru mulai belajar buat berinvestasi, rencananya si buat invest jangka panjang trus ditambahin berkala juga, kalo bisa pake 'timing' juga kalo sudah bisa nambah ilmu analisa pasar baik fundamental ato teknikal. pertanyaan saya sekarang kalau MI tidak bisa dianalisa lewat performa masa lalu, yang bisa dianalisa kan cuma efek yang digunakan pada produk RDS tersebut, trus gimana caranya ? fundamental ? atau teknikal ? jujur saya masih bingung untuk menentukan pilihan RDS
BTW, Bli anakbali ni sudah di jakarta ikut pendidikan lagi ya ?
Terima Kasih
Jangan bli
Waduh, jgn panggil bli deh, saya pasti lebih kecil, umur saya 'baru' 26, posisi masih di bali. Awal 2009 baru ke jakarta utk sekolah lagi...
Common Sense Investing
DH,
Saya sebenarnya sudah mikir sejak saya mulai berkenalan dengan rd, terutama mengenai item 2,3 yang diterangkan bro anakbali. Hal ini disebabkan karena pada ke-4 facsheet rd yang saya miliki dari Fortis dan Schroder, sebagai grafik pembanding nav adalah jsx-index padahal portfolio rd nav-nya adalah nilai margin yang dikurangi dengan ongkos dan taxes. Pertanyaannya, kok bisa nilai nav-nya hampir selalu diatas jsx. Mungkin ada yang bisa memberikan pencerahan.
Salam.
Just for now ;-)
Menurut saya, memang fortis dan schroder nampaknya memiliki tim analis yang cukup wahid, dalam beberapa tahun terakhir memang data menunjukkan kalau mereka mostly berhasil mengalahkan indeks dari segi return. inilah faktor 'resiko' MI, dimana kalau pilihan kita bagus, performa diatas indeks tidaklah mustahil. Namun sesuai konsep dari buku ini, apakah superioritas reksadana tersebut akan mampu bertahan mengalahkan indeks dalam jangka panjang?? Seringkali yang terjadi di amerika adalah, saat reksadana bertambah 'gemuk' karena performa baik di tahun sebelumnya, semakin sulit untuk mempertahankan performa tersebut. Ingat bahwa kenaikan 50% di satu tahun diikuti oleh penurunan 40% di tahun berikutnya bukan berarti keuntungan 10% (hasil akhirnya adalah loss 10%).
Ada pendapat bahwa karena pasar indonesia masih berkembang dan kurang 'efisien', ruang gerak para analis untuk mengalahkan pasar menjadi lebih besar. Namun pertanyaannya kembali adalah 'sampai kapan'? Kalau anda perhatikan pergerakan nab dari bulan ke bulan, akan nampak bahwa kadang loss yang dialami reksadana saat market turun lebih besar daripada indeks. Inilah contoh resiko MI/portofolio yang lebih besar daripada resiko pasar (indeks). IMHO.
Evaluasi RDS
Bulan Januari 2008 ane mengevaluasi seluruh RDS yang ada. Hasilnya sekitar 50 % RDS melampaui kinerja IHSG bulan Januari 2008. Sisanya tidak layak dikoleksi. Dari 50 % RDS di atas IHSG, RDS Fortis dan Schroeder masuk dalam RDS dengan kinerja kurang baik (di luar 10 besar). Kalau trennya berkepanjangan berarti kinerja Fortis dan Schroeder menurun dan tidak layak dikoleksi lagi. Yang meningkat adalah kinerja dua RDS First State. Untuk kinerja PNM Ekuitas Syariah dan Euro Peregrine Equity sudah ane bahas di tempat lain, memang sampai saat ini masuk peringkat atas.
Jadi ane berpendapat walaupun ane termasuk investor jangka panjang, tapi tetap harus mengevaluasi kinerja masing-masing RDS, dan membandingkan kinerjanya. Bukan untuk trading, tapi untuk merevisi RDS koleksi ane. Kalau kinerjanya memble, akan ane ganti dengan yang kinerjanya meningkat. Soal fee tidak banyak berpengaruh. Coba anda bandingkan RDS milik anda: Fortis Ekuitas dengan Manulife Dana Saham dan Danareksa Mawar, return untuk tahun 2007 berbeda sekitar 20 %. Kalau saja anda saat itu mengganti semuanya menjadi RDS Fortis Ekuitas, berapa banyak tambahan return anda, walaupun dikurangi fee sekalipun.
Itulah gaya investasi ane: investor jangka panjang sesuai gaya Warren Buffet, tapi bila diperlukan akan mengadakan koreksi di tengah jalan. Sebab sebenarnya investor jangka panjang hanya cocok untuk investor saham, bukan untuk investor RDS yang NAB nya tergantung pada kemampuan MI nya, yang pada dasarnya selalu mengikuti perkembangan bursa. Jadi kalau anda mengikuti diskusi di portal ini, tidak benar selalu mengarah ke trader. Kesan ini mungkin muncul dengan adanya kebutuhan akan pengetahuan technical analysis oleh sebagian besar anggota dan memang ada anggota yang sejak awal ingin menjadi trader. Menurut pendapat ane pengetahuan tersebut juga diperlukan oleh seorang investor, bukan untuk trading tapi terutama untuk mengetahui kapan akan keluar dan kapan akan membeli RDS saat kita akan mengganti RDS dengan yang lebih menjanjikan.
Untuk hal ini ane setuju dengan pendapat Warren Buffet: berinvestasilah dengan gaya anda sendiri, jangan terpengaruh pendapat pakar atau analis atau siapapun, karena segala risiko akan ditanggung oleh anda sendiri.
Maju terus dengan gaya anda bro.........
Memang betul kembali ke diri masing2..
Wah, terima kasih ni bro sudah ngasi masukan mengenai artikel ane. Ada beberapa poin penting yang ingin ane komentarin balik, sehubungan dengan evaluasi yang sudah bro lakukan, bukankah menarik bisa menemukan 50:50 sebagai perbandingan yg bagus dan jelek? hehehe... Jadinya seperti lempar koin aja antara bagus atau jelek, jadinya 50:50. Inilah yang ane setuju tidak diperlukan oleh kebanyakan investor 'naif' (yang tidak punya waktu atau keinginan untuk mempelajari pasar), yaitu resiko pemilihan MI yang akan outperform secara konsisten.
Saya sendiri setelah melihat report dari program money 2007 yang saya gunakan untuk track investment saya, danareksa mawar itu make paham DCA, trus MDS nya pake 'timing' kecil2an dengan sisa uang yang terakumulasi tiap bulan. Akhirnya tahun lalu 'cuman' dapet annualised return 21,9% yang menurut saya bukan angka yang jelek. hehehe. terus terang saya juga sama koq berusaha untuk memonitor performance reksadana yang saya pegang (karena itulah ikut portalreksadana.com) :-). Namun kadang saya jadi berpikir juga, seberapa banyak sebenarnya waktu kita layak untuk dihabiskan menganalisa 'resiko MI' ini, saat saya sendiri merasa banyak kekurangan waktu untuk kerja, keluarga, hobby, dll...
Btw, Saya nda bilang 'selalu' mengarah ke trader koq, hehehe... dan saya sendiri termasuk orang yang merasakan kebutuhan untuk technical analysis. So... Happy investing bros... Terima kasih, bro sayogo.
Terima kasih bro Anakbali
Terima kasih bro atas tanggapannya.
Sebenarnya ane juga sama seperti bro Anakbali, tidak punya latar belakang finansial, tidak seperti bro Passion4U yang memang ahlinya. Ane orang teknik, jadi biasa berfikir lurus-lurus saja. Apalagi ane terpengaruh Warren Buffet: Pilihkah kesederhanaan, bukan kompleksitas. Jadi setiap analisis yang kompleks, pasti ane tinggalkan. Sejauh ini ane hanya percaya pada metode yang sudah terbukti seperti yang dilakukan oleh Warren Buffet dan Manuhisa Homma (metode candlestick). Warren Buffet kita tahu adalah investor ulung yang saat ini menjadi orang terkaya nomor 2 di dunia. Sedangkan Homma adalah saudagar/pedagang beras di Jepang abad 18 yang dapat memprediksi perkembangan pasar dengan metode candlestick, yang kemudian berkembang menjadi moving average.
Jadi cara ane membandingkan kinerja RDS juga sangat sederhana. Untuk membandingkan kinerja RDS tahun 2008, ane hanya menerapkan metode "Sekolah Dasar", artinya setiap anak SD dapat melakukannya. Misalnya untuk kinerja bulan Januari 2008, ane tinggal membandingkan NAB seluruh RDS tanggal 31 Januari 2008 dengan NAB tanggal 28 Desember 2008. Hasilnya kita cantumkan dalam tabel. Seluruh angka tabel ini ane bandingkan dengan kinerja IHSG, yaitu perbandingan IHSG tanggal 31 Jan 2008 dengan 28 Des 2007. Hanya yang di atas kinerja IHSG lah yang pantas ane lirik, hasilnya adalah sekitar 50%. Gampang sekali bukan? Untuk y.a.d hanya sebanyak 50% inilah yang dievaluasi kembali pada minggu atau bulan berikutnya. Paling hanya perlu waktu seperempat jam untuk mengevaluasi gaya SD tadi.
Kalau yang dijadikan dasar adalah tanggal 2 Januari 2008, lebih gampang lagi. Klik saja 10 besar kinerja reksadana terbaik di bagian kiri. Kemudian klik return, lalu klik YTD (year to date), keluarlah tabelnya. Memang berbeda sedikit dengan dasar tgl 28 Des 2007, tapi keduanya dapat digabung dijadikan pedoman RDS yang berpotensi meningkat kinerjanya.
Kalau ane sih sebaiknya mengoleksi RDS yang masuk 10 besar. Itulah sebabnya ane dapat berkomentar bahwa kinerja Fortis Ekuitas bulan Jan 2008 turun, karena memang pada tahun 2007 RDS FE masuk peringkat 2 setelah Makinta Mantap.
Bila anda punya program untuk menghitung kinerja RDS anda, coba iseng-iseng hitung dengan rumus yang sama untuk FE, MDS dan DM, dan bandingkan hasilnya. Menurut data Kontan maka return 1 tahun untuk FE, MDS dan RM berturut-turut adalah: 83,96% (real 76,81%), 59,98% (real 57,98%) dan 60,78% (real 58,39%). Bandingkan apakah komposisinya seperti itu.
Seandainya anda waktu itu hanya mengoleksi FE (seperti ane hehehe), hitung saja berapa selisih return yang seharusnya anda dapatkan secara optimal.
Tapi tidak apa-apa bro, pengalaman adalah guru yang terbaik, masih ada hari esok yang mudah-mudahan juga secerah tahun 2007. Kita syukuri saja bahwa kita sudah mendapatkan return yang lebih tinggi dari deposito.......
Itulah kelebihan portal ini, karena disini kita dapat tukar-menukar informasi, pengetahuan, pengalaman dalam diskusi yang kadang-kadang sangat menarik. Tapi karena tingkat pengetahuan dan gaya masing-masing orang berbeda, ya kita harus lebih bertenggang rasa dan sabar hehehe.
Maju terus bro.............
Link untuk Download buku
bro semua ini linknya hehehe
sorry rapidshare:
http://rapidshare.com/files/29279781/The.Little.Book.of.Common.Sense.Investing-0470102101.rar
Bukunya Bagus
Thans berat bro, bukunya baguss. Ada lagi yg lain?...
Banyak buku lain...
Kalau buku tentang investing ada banyak banget, bisa mulai cari di **w.avaxshpere.com, nanti kapan2 saya recommend buku lain lagi deh buat dibaca... Mari kita belajar terus... :-)
Thanks
Terimakasih bro atas informasinya. Salam.
Belum ada
Sepanjang pengetahuan saya memang belum ada RDI lain yang total indeks (bukan sektoral seperti Dinar yang makai JII). Pernah saya baca komentar dari petinggi schroders di media, intinya menurut beliau, belum efisiennya pasar di Indonesia sebaik di luar negeri, menyebabkan reksadana dengan kelolaan aktif masih dapat mengalahkan pasar secara signifikan, oleh karena itu merasa RDI belum 'diperlukan' untuk indonesia. Ada yg punya info lain? Thx.
RD ETF = RDI ?
maaf saya mau bertanya kepada bro sekalian, apakah RD ETF sama dengan RDI, dengan kelebihan bisa diperjualbelikan di bursa. ETF yang sudah ada, misal dari indopremier mengacu pada LQ 45, dan danareksa akan membuat ETF yang mengacu pada kompas 100. kalau menurut saya berarti ETF mirip dengan RDI dengan kelebihan bisa diperjualbelikan langsung di bursa.
Serupa tapi tak sama
Bro memang betul sekali, sekarang sudah ada produk reksadana ETF yang mengikuti indeks... Tapi kalau menurut 'jiwa' buku ini, maka jauhilah ETF indeks... Kenapa? karena ETF yang sifatnya seperti saham, memaksa kita untuk membayar biaya broker saat membeli ataupun menjualnya, sehingga bertentangan dengan konsep dasar indeks itu sendiri, yaitu penghematan biaya dalam jangka panjang...
OH, malah ETF Index malah ga
OH, malah ETF Index malah ga rekomend yah mas dari buku itu ? boleh lebih jelas ga mas kenapa ga rekomen.
Krn kalau dari segi biaya, di ETF kan kena fee beli dan jual yang hanya sekitar 0,5% sedangkan kalo di RDI fee belinya sampai 3% dan belum lagi biaya management fee (murah sih).
Baru mau mulai alihin RDS nya ke ETF, jadi di tahan dulu deh :)
4 ur info bro , hampir semua
4 ur info bro , hampir semua ETF di dunia, memang traking index yang ada di market. SPDR's (dibaca Spiders) u/ index S&P500 , DIAMONDS u/ DJIA , Qubes u/ Nasdaq 100 adalah bbrp ETF yang paling ramai di trading di AMEX / NYSE. as of 2005 ada 201 ETF dgn total size $300 bio di USA
ETF tidak direkomendasi
Hmmm, sebenarnya di buku itu ada satu bab khusus yg bahas ETF, tapi saya nda tau kalau situasinya sama dengan indonesia. Yg jelas pada dasarnya, di luar negeri ETF yg (awalnya) punya beberapa kelebihan dibanding classic index fund, pada akhirnya menjadi produk favorit spekulan jg (karena sifatnya seperti saham biasa, bisa di-short atau long, dll), sehingga ujung2nya bikin investor yang tadinya berpikir long term jadi 'gatel' dan akhirnya keluar masuk.
Buku ini HANYA 'sedikit' menyetujui ETF yang total index (bukan sektoral/sebagian seperti LQ45), dibeli dan dipegang untuk jangka panjang (tidak keluar masuk). Serta investasi dalam jumlah yang relatif besar karena kalau jumlah sedikit dan reguler, kena biaya brokerage yang lumayan besar (tgt broker jg). Begitu kira2 menurut buku ini.
LQ45 bukan Index sektoral
LQ45 berkorelasi erat dgn IHSG, krn mewakili 75% market cap. bisa dilihat dr grafiknya di Bloomberg. perbandingannya adalah 1:5, LQ45 akan bergerak 1pt jika IHSG bergerak 5pts, kira2, sesuai level indexnya 500an : 2500an.
ETF memang di desain bisa untuk short or long term players, individu atau institusi, pemain saham atau reksadana.
ETF memang spt saham, bisa di short / long, tapi tdk bisa di 'corner' atau di 'goreng' , krn market capnya terlalu besar (LQ45 +/- 1400 triliun) . ETF memang akan naik atau turun sesuai dgn index nya, tapi volatiliti nya akan jauh di bawah dibandingkan saham individu dan krn nya tdk akan bergerak terlalu liar apalagi sampai di suspend krn move lbh dr 30% dlm sehari...
Maaf kurang akurat
Terima kasih untuk koreksinya, bro... Memang benar saya sedikit salah sebut kata 'sektoral' untuk lq45, lebih tepatnya 'sebagian' (walau besar). Namun untuk komentar lain masalah ETF, ane tetap lebih setuju indeks murni. Mungkin mirip seperti debat unit link vs reksadana & asuransi terpisah, bukan mengatakan ETF atau unit link itu jelek, tapi memang produk2 yang cenderung 'serba bisa' atau multifungsi akan ujung2nya berat di biaya (dalam hal ETF : trading cost dan kecenderungan membuat seseorang 'gatal' untuk trading).
Tapi itu kembali lagi ke orangnya masing2, saya tetap rekomendasikan semua orang yg ingin invest di reksadana utk baca buku ini, walaupun nda musti memutuskan utk beli reksadana indeks.
To Live. To Love. To Learn. To Leave a Legacy. - Stephen Covey
tq bro anakbali. satu
tq bro anakbali.
satu lagi nih, kalau misalnya ETF yang "sedikit" direkomend adalah yg Full Index (bukan sektoral atau sebagian), apakah hal yang sama juga berlaku dengan reksadana index (hanya bagus yang full index) ? soalnya sampai sekarang RDI yang ane tahu baru 1 dan itu pun mengacunya ke JII. atau jangan2 ada yang laen yah ? :)
Tq bro sebelumnya