Memasuki bulan terakhir di kuartal kedua, perekonomian dan pasar modal global masih didera lemahnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan krisis utang Uni Eropa yang tampaknya semakin pelik. Apa saja yang terjadi di pasar modal global dan Indonesia sepanjang tahun ini dan bagaimana kami di First State Investments Indonesia menyikapinya dalam bentuk strategi portofolio? Berikut kami sampaikan ulasannya.
Faktor eksternal vs. internal
Jika kita pilah-pilah, penyebab gonjang-ganjing perekonomian dan pasar modal saat ini dapat kita kelompokkan ke dalam faktor-faktor eksternal (di luar Indonesia) dan internal (di dalam negeri). Dari segi eksternal, pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia saat ini mengalami perlambatan. Laporan economic outlook terkini dari International Monetary Fund (IMF) yang diterbitkan bulan April 2012 lalu menunjukkan bahwa seluruh dunia mengalami perlambatan ekonomi, bahkan di zona Euro terjadi kontraksi:
Grafik 1: Pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan di berbagai belahan dunia
Sumber: International Monetary Fund
Grafik 2: Kontribusi berbagai wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi dunia
Sumber: TIME
Amerika Serikat, yang sejak tahun 2008 mengalami resesi setelah tertimpa krisis kredit perumahan, terus menumpuk utang sebagai usaha untuk memulihkan perekonomiannya. Meski pemerintah Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan penggelontoran likuiditas (Quantitative Easing/QE) sampai dua kali, ditambah dengan operasi bank sentralnya (US Federal Reserve) yang dikenal dengan sebutan Operation Twist, ternyata pemulihan ekonomi Amerika Serikat berjalan lambat. Angka pengangguran masih bertengger di level 8% sementara pertumbuhan PDB masih berkisar di level 2%.
Grafik 3: Pertumbuhan utang Amerika Serikat
Sumber: heritage.org
Grafik 4 & 5: Angka pengangguran and PDB riil Amerika Serikat
Sumber: theregister.co.uk
Sumber: whitehouse.gov
Zona Euro mengalami masalah yang tidak kalah pelik, mungkin malah lebih mencekam saat ini, ditengarai oleh prospek keluarnya Yunani dari Euro serta program penyelamatan perbankan Spanyol. Dalam beberapa bulan terakhir terjadi arus keluar dana dari negara-negara Euro yang bermasalah (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani dan Spanyol atau PIIGS) masuk ke negara-negara Euro yang relatif lebih kuat seperti Jerman dan Perancis, sehingga memicu krisis perbankan, terutama di Spanyol dan Yunani.
Grafik 6: Negara-negara yang paling terpapar utang Yunani
Sumber: Bank International Settlements. Data per April 2012
Grafik 7: Aliran deposito di negara-negara Euro
Sumber: Zero Hedge
Mencermati fakta dan data tersebut di atas, kondisi Amerika Serikat dan zona Eropa pelik sehingga pemulihan akan berjalan lambat. Arus berita baik dan buruk akan dating silih berganti sehingga menimbulkan gejolak/volatilitas di pasar modal. Menurut pendapat kami, volatilitas pasar masih akan terus berlanjut sampai paling tidak akhir dari paruh pertama tahun ini.
Jika faktor-faktor eksternal tersebut di atas tampak begitu suram, maka di sisi internal kondisi Indonesia ternyata tidaklah demikian adanya. Malah jika kita telaah lebih lanjut, Indonesia sebenarnya relatik kebal terhadap krisis perekonomian dunia karena pertumbuhan ekonominya ditopang oleh konsumsi domestik, di mana konsumsi domestik mencakup sekitar 60% dari PDB Indonesia. Ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika juga kecil porsinya terhadap PDB sehingga perlambatan ekonomi di kedua wilayah tersebut tidak memukul perekonomian Indonesia separah yang dialami negara-negara berorientasi ekspor seperti Hong Kong, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor Indonesia ke zona Euro tercatat hanya mencakup 8,9% dari total ekspor atau hanya 2,4% dari PDB.
Berbagai data makroekonomi yang berhasil kami himpun dari berbagai sumber menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia cukup kuat untuk menghadapi krisis: PDB Indonesia yang tumbuh dua kali lipat dalam 5 tahun, tingkat kepercayaan konsumer yang tetap tinggi serta angka pengangguran yang terus menurun. Selain itu, jumlah masyarakat kelas menengah terus bertumbuh sehingga meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia serta angka PDB per kapita.
Grafik 8: PDB Indonesia tumbuh dua kali lipat dalam 5 tahun
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 9: Kepercayaan konsumer Indonesia tetap tinggi
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 10: Angka pengangguran terus turun
Sumber: Bank Indonesia dan Deutsche Verdana
Lebih lanjut, berikut adalah sejumlah anekdot yang menggambarkan semakin kuatnya daya beli masyarakat Indonesia:
- Angka penjualan es krim, keju dan popok bayi naik lebih dari 50% di tahun 2011, angka penjualan televisi LCD naik 35% dibandingkan tahun sebelumnya.
- Jumlah pemakai Blackberry di Indonesia mencapai 5 juta pelanggan di tahun 2011 – terbesar ketiga di dunia, dan diperkirakan akan mencapai 9,7 juta di tahun 2015.
- Merk-merk terkenal dunia seperti IKEA, H&M, Uniqlo, Galeries Lafayette, Fred Perry, La Perla, Kiehl’s, Balenciaga, Givenchy, Giorgio Armani dan Judith Leiber mulai membuka toko/butiknya di Indonesia.
- LVMH Moët Hennessy & Louis Vuitton S.A. memprediksikan bahwa Indonesia akan menjadi pasar barang mewah terbesar di Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.
- Rumah mode Fendi telah membuka 3 butik di Indonesia dalam setahun, Sephora akan membuka 22 toko.
- Tingkat hunian hotel di Jakarta naik dari 51% di tahun 2009 menjadi 59% karena kenaikan jumlah wisatawan domestik sebesar 10%.
- Penjualan lahan untuk industry mencatat rekor tertinggi di tahun 2011 dengan kenaikan harga mencapai 50% dibandingkan tahun lalu.
- Jika pada tahun 1999 seorang pegawai McDonald perlu bekerja 2 hari untuk bisa membeli sebuah Big Mac, maka saat ini ia hanya memerlukan 0,4 hari.
- Pasar kredit kepemilikan rumah (KPR) tumbuh lebih dari 20% per tahun selama 5 tahun terakhir.
- Arus penerbangan domestik di 5 bandara terbesar di Indonesia naik 35% selama 2 tahun terakhir.
- Lion Air menandatangani rekor pembelian pesawat terbang senilai US$22,4 milyar untuk pembelian 230 pesawat terbang single aisle dengan opsi pembelian tambahan untuk 150 unit lagi.
- Jumlah akun Facebook dari Indonesia mencapai lebih dari 43 juta – ketiga terbesar di dunia dan angka ini bahkan melebihi jumlah
penduduk Kanada!
- Jumlah pengguna aplikasi Twitter di Indonesia mencapai 7 juta – ketiga terbesar di dunia dan angka ini melebihi jumlah penduduk
Singapura.
- Angka koefisien “Gini” (besaran yang mengukur disparitas penghasilan) atas Indonesia turun dari 0,37 kali di tahun 2007
menjadi 0,33 kali di tahun 2010 dan Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang mengalami penurunan angka koefisien ini.
Selain itu, harga minyak dunia juga saat ini sudah turun di bawah $100/barrel, sehingga tekanan terhadap inflasi juga berkurang. Bank Indonesia pun tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 5,75% dan ini diharapkan dapat membantu menopang pertumbuhan ekonomi.
Rekomendasi strategi investasi
Setelah mengidentifikasikan semua faktor, baik eksternal maupun internal, positif maupun negatif, apakah yang sebaiknya investor lakukan dalam menyikapi kondisi perekonomian yang bergejolak saat ini?
Investor memiliki 3 pilihan
Apakah investor sebaiknya menambah, bertahan atau melepas kepemilikan asetnya? Jawabannya tidak bisa dijawab seketika begitu saja. Langkah yang tepat bagi investor bergantung pada berbagai faktor: kebutuhan likuiditas, arus kas, horison investasi, usia pensiun, strategi investasi secara keseluruhan, profil risiko dan lain-lain.
Mari kita pertimbangkan faktor-faktor yang dapat membantu investor menentukan langkah yang tepat di tengah gejolak perekonomian dan pasar modal akhir-akhir ini:
Alasan untuk menjual/melepas aset
- Ada kemungkinan besar kondisi pasar akan memburuk. Masalahnya, investor mungkin sangat terpengaruh oleh arus berita di media massa yang cenderung berfokus pada berita-berita yang buruk. Perlu diingat bahwa jika anda mendengar telah terjadi aksi penjualan besar-besaran maka mereka yang telah menjual telah menjual di harga yang lebih dari tinggi dari harga yang mungkin anda dapatkan jika anda ikut menjual kemudian.
- Anda sangat memerlukan uang. Ini mungkin mengindikasikan bahwa selama ini Anda tidak memiliki cukup cadangan kas sehingga tidak sepatutnya berinvestasi terlalu banyak di saham. Banyak orang yang merasa kurang puas dengan imbal hasil dari tabungan bank tergoda dengan imbal hasil yang lebih tinggi di pasar modal, terutama jika mereka melihat bahwa pasar modal selama ini berkinerja baik. Akan tetapi, bagi seringkali investor kecil masuk pada saat pasar sedang mengalami tren penurunan sehingga mengalami kerugian. Jika ini yang terjadi pada anda, jadikanlah ini sebagai pengalaman berharga. Bank-bank besar pun kehabisan kas pada tahun 2008 dan situasi demikian mungkin terulang kembali di Eropa Selatan saat krisis utang zona Euro mendera saat ini.
- Anda ingin ketenangan (peace of mind). Seringkali investor lebih terdorong oleh ketamakan dan ketakutan dibandingkan oleh logika. Memang itu manusiawi dan memerlukan disiplin tinggi untuk mengatasinya, akan tetapi jika pada akhirnya investasi di saham menyebabkan anda galau, mungkin lebih baik anda tinggalkan dan beralih ke aset dengan imbal hasil lebih kecil, tapi risikonya juga lebih rendah. Memupuk kekayaan mengharuskan orang untuk mengambil risiko, namun tidak semua orang suka mengambil risiko.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah investasi di pasar modal, khususnya di reksa dana, sejatinya adalah likuid dan dapat dikonversikan menjadi kas segera. Hal ini tidak berlaku bagi real estat, yang mungkin memerlukan waktu tahunan untuk mengkonversikannya menjadi kas. Di saat anda memerlukan kas, menjual aset yang likuid, meskipun membuat investor rugi, bisa jadi lebih penting dibandingkan mempertahankan aset yang sulit dijual.
Alasan untuk bertahan
- Anda memandang investasi di pasar modal sebagai strategi investasi jangka panjang dan anda menyadari bahwa kenaikan dan penurunan adalah fitur yang selalu ada di pasar modal. Selain itu anda juga memiliki cadangan kas yang cukup dan tidak melihat adanya alasan bagi anda untuk mengkonversikan investasi jangka panjang anda menjadi kas, sebagaimana pun buruknya berita yang anda dengar.
- Anda mungkin ingin membeli atau menjual, namun masih mau mempertimbangkan opsi tersebut untuk jangka waktu yang lebih lama lagi.
- Anda sama sekali tidak mau menjual untuk memangkas kerugian (cut loss) sehingga anda memutuskan untuk bertahan sampai anda dapat mengembalikan lagi kerugian anda.
Perlu diingat bahwa keuntungan (gain) belumlah menjadi keuntungan dan kerugian (loss) belumlah menjadi kerugian sampai anda menjual.
Alasan untuk membeli/menambah
- Anda melihat penurunan dalam di pasar sebagai kesempatan untuk membeli. Setelah pasar mengalami kejatuhan biasanya hanya sedikit yang berani masuk, namun seringkali mereka yang masuk inilah yang meraih kesuksesan. Jika kita lakukan kilas balik ke Maret 2009 misalnya, keyakinan investor terhadap pasar modal sangatlah rendah, akan tetapi harapan bahwa yang terburuk telah terjadi mendorong pasar bangkit kembali dalam waktu relatif singkat. Hanya sedikit yang menyadari bahwa S&P 500 naik 100% selama periode Maret 2009-Juli 2010, begitu pula halnya dengan IHSG: setelah turun 50,6% di tahun 2008, IHSG naik 86,98% di tahun 2009. Para investor yang mumpuni – mereka yang membeli saham-saham S&P 500 di bulan Maret 2009 kemudian menjualnya di Juli 2010 – berhasil menggandakan kekayaannya menjadi dua kali lipat. Tentu saja, menentukan waktu yang tepat bukanlah hal yang mudah, namun contoh tadi menunjukkan bahwa selalu ada kesempatan di saat pasar mengalami koreksi. Anekdot ini juga menunjukkan kekonyolan dari aksi penjualan di saat yang “tidak tepat”. Satu hal lagi yang perlu diingat – dan ini seringkali tidak disadari oleh investor – adalah bahwa investor yang mengalami kerugian 50% perlu untung 100% untuk bisa kembali ke posisi semula!
- Anda bermaksud melakukan rebalancing terhadap portofolio anda. Bayangkan bahwa anda telah menyusun portofolio yang terdiri dari kas, saham, obligasi, komoditas dan properti. Misalkan porsi saham Anda di portofolio adalah sebesar 40%. Jika pasar saham mengalami koreksi sementara asset class lainnya tidak mengalami koreksi sebesar itu, maka porsi saham di portofolio anda juga akan turun menjadi kurang dari 40%. Dengan demikian anda perlu menjual sebagian dari asset class lainnya dan menginvestasikan hasil penjualannya ke saham untuk mengembalikan porsi saham ke 40%.
Aset alokasi strategis dan rebalancing
Berdasarkan uraian mengenai ketiga opsi bagi investor, apakah yang sebaiknya dilakukan investor? Kami di First State Investments tidak pernah menganjurkan investor untuk beralih sepenuhnya dari satu asset class ke asset class lain (misalnya meninggalkan saham sepenuhnya dan beralih ke pasar uang atau obligasi). Menurut hemat kami, investor perlu mengatur alokasi aset strategisnya (strategic asset allocation)sesuai dengan profil risikonya. Secara umum saham dan reksa dana saham digolongkan sebagai asset class berisiko tinggi, obligasi dan reksa dana pendapatan tetap berisiko sedang sedangkan efek pasar uang dan reksa dana pasar uang berisiko rendah. Dan sejalan dengan tingkat risikonya adalah potensi imbal hasilnya: makin tinggi potensi imbal hasilnya, makin tinggi juga risiko yang harus ditanggung investor (high risk, high return).
Dengan menentukan alokasi aset strategis sesuai dengan profil risikonya, investor akan memiliki pedoman sehingga tidak mudah terpengaruh semata-mata karena emosi. Melalui alokasi aset strategis investor dapat menentukan berapa bobot masing-masing asset class dalam portofolio investasinya. Sebagai contoh, seorang investor dengan profil risiko moderat dapat mengambil bobot 30% di efek pasar uang, 50% di efek pendapatan tetap/obligasi dan 20% di saham. Komposisi ini yang perlu dijaga dari waktu ke waktu dengan melakukan rebalancing, yaitu mengembalikan porsi investasi di masing-masing asset class ke bobot yang telah ditentukan secara berkala – dengan melakukan penjualan (profit-taking) di asset class yang bobotnya telah melebihi porsi yang ditentukan, dan melakukan pembelian (top-up) atas asset class yang bobotnya turun. Jadi misalnya pasar saham mengalami koreksi sehingga bobot saham di portofolio turun dari 20% menjadi 15% di portofolio, sementara pasar obligasi mengalami kenaikan sehingga bobot di obligasi naik menjadi 55%. Dengan melakukan rebalancing, investor dapat mengambil untung di obligasi sehingga memangkas porsi obligasi di portofolionya kembali ke 50%, dan hasilnya digunakan untuk menambah alokasi di saham sehingga bobot saham di portofolionya kembali ke 20%. Dengan demikian maka investor menerapakan disiplin dalam menerapkan prinsip “buy low, sell high” – membeli saat harga murah, menjual saat harga tinggi.
Investor juga sebaiknya senantiasa mempraktekkan “5 mantra investasi”, yaitu:
- Tanamkan disiplin: sisihkan dana untuk berinvestasi dan lakukan investasi secara teratur.
- Jangan mengambil keputusan berdasarkan dorongan emosi, tapi gunakan akal sehat. Mungkin ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, karena seringkali kita terpengaruh oleh berita atau konsensus. Berapa banyak investor yang baru-baru ini tergoda ingin meraup untung dari penawaran perdana saham Facebook namun ternyata harus kecewa karena ternyata harga sahamnya malah turun terus setelah penawaran perdana? Ingatkan anda tentang eforia atas saham-saham perusahaan teknologi pada era Dotcom Bubble di tahun 1990an? Di sisi lain investor handal Warren Buffett malah membeli saham pada saat pasar mengalami kejatuhan.
- Jangan melakukan market-timing atau mencoba menebak kapan pasar mengalami kenaikan atau koreksi untuk menentukan kapan harus membeli atau menjual. Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu menebak ini; titik tertinggi atau terendah yang dapat diketahui setelah titik tersebut terlewati!
- Lakukan Dollar-Cost-Averaging (DCA) – berinvestasi secara bertahap dalam jumlah yang tidak besar. Lakukan secara teratur, misalnya setiap bulan, sehingga nilai rata-rata pembelian (average cost) anda tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
- Waktu adalah sahabat anda dalam berinvestasi. Investasi sebaiknya dilakukan untuk jangka panjang agar anda dapat meraih potensi imbal hasil yang maksimal.
Kesimpulan
- Isu makroekonomi terkini mencakup krisis utang di zona Eropa dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global, di mana sorotan media terhadap isu-isu tersebut telah meredupkan sentimen pasar.
- Volatilitas pasar masih akan terus berlanjut; investor harus siap menghadapi gejolak pasar yang dipengaruhi oleh aliran berita baik dan buruk yang dating silih berganti.
- Praktekkan “5 mantra investasi”
- Tanamkan disiplin
- Jangan mengambil keputusan berdasarkan dorongan emosi, tapi gunakan akal sehat.
- Jangan melakukan market-timing
- Lakukan Dollar-Cost-Averaging (DCA)
- Waktu adalah sahabat anda dalam berinvestasi
Comments
Trims atas Pencerahannya
Really a great article, memberi saya pencerahan... Terimakasih sist... Gak rugi nongkrong di sini (portalreksadana.com) setiap hari...
trims artikel meli
Luar biasa artikel Mnwiria ini...
tapi soal 5 mantra investasi koq mantra no.1 dan no.4 kurang lebih sama ya artinya? disiplin menyisihkan uang untuk investasi dan berinvestsai secara bertahap...
ya pokonya gitu dah he3, tp klo saya sih nerapin DCA malah gereget, pengennya DA (direct all) ha3.
Surprise dari mnwiria!
Rekans sekalian, sungguh tidak disangka saya menerima kejutan artikel dari sis mnwiria, karena seharusnya jadwal artikel rutin sesuai MoU kerjasama FSII baru bulan Juli. Sesudah kroscek langsung, ternyata artikel ini adalah complimentary (bonus) dari sis mnwiria, karena artikel ini dipandang sesuai untuk menjawab apa yang harus kita lakukan dalam kondisi market yang "spesial" sekarang ini.
Artikel ini menguraikan strategi untuk lebih kurang 3 bulan mendatang. Di bagian tengah artikel, rekan2 akan menemukan rekomendasi strategi investasi di tengah kondisi yang sedang bergejolak, apakah dijual (redeem), bertahan (hold), atau beli lagi (top up).
utk sis mnwiria, terima kasih sekali atas insight nya! Semoga makin semangat sharing bersama komunitas investor reksa dana :)
indeks naik ga berenti2
iya sekarang malah bingung... kok indeks naiknya gak berenti2? padahal secara fundamental apasih yang berubah? strategi kita mesti gimana?
Artikel Juli
Artikel bulan Juli dari sis mnwiria kapan ya??? ga sabar pengen baca :D