2010-2011: Another Liquidity Problems, Fall of Global Bond Market
Ketika saya membuat artikel ini, saya berpikir cukup keras untuk menautkan seluruh benang merah dari probabilitas kejadian ekonomi di 2010-2011 dengan pasar reksa dana. Theoritically speaking, memang berhubungan erat, namun banyak hidden factor yang masih belum terungkap. Bacaan ini merupakan hasil “intipan” analisa saya. Bagi yang tidak terbiasa dengan artikel saya, akan banyak terlihat nada negative dan pesimis, karena memang dalam dunia investasi, saya lebih suka bersikap skeptis-pesimis. Dengan begitu saya memahami tingkat resiko yang saya hadapi. Begini asal muasalnya: teori pertumbuhan ekonomi, atau GDP growth menggunakan formula dasar Y = C + I + G + X. Dimana Y adalah GDP growth, C = consumer spending, I = investment, G = government spending dan X = net export. Ini adalah dasar yang perlu Anda ketahui. Jadi kalau di koran Anda membaca soal pertumbuhan ekonomi, semua diatas adalah komponen dasar. Berita pagi ini, saya melihat bahwa q3-2009 ini ekspor Indonesia telah jatuh 30%. Jadi tidak perlu kaget kalau di 2009 pertumbuhan ekonomi kita akan jatuh dalam kisaran segitu juga. Berbicara pertumbuhan ekonomi memang memiliki banyak faktor yang saling terkait dan kadang benang merah tersebut sangat dipengaruhi faktor lain. Bisa juga tidak dipengaruhi sama sekali. Stimulus Negara Maju
Sekarang kita beralih ke pusat ekonomi dunia: US, Europe, China dan Jepang. Semua negara maju ini, tidak ada yang kebal terhadap krisis, semuanya sudah “nyungsep” apalagi US. Masalahnya, uang berputar paling banyak di mereka. Sekarang, semua negara maju itu sedang berada dalam keadaan dimana likuiditas DAN credibilitas financial institutions dipertanyakan, konsumsi masyarakat mandeg karena banyak PHK karena produksi tidak berjalan dan hutang semakin membengkak. Pemerintah US akhirnya mengeluarkan dana super besar, diikuti oleh negara maju lain yang disebut stimulus ekonomi. Ini menggunakan uang rakyat dan kas negara hasil dari pajak lho. Secara teori, G ini diharapkan dapat membantu ekonomi agar tidak terjun bebas di resesi, tapi masalahnya G hanya ¼ dari total faktor Y. Bonds Baru, Masalah Baru Faktor selanjutnya adalah C dan I. Ini jelas sudah minus. Karena banyak orang di US terkena PHK dan tabungan/ saving tidak akan meningkat. Perusahaan justru sedang banyak cut production sehingga tidak mungkin terjadi peningkatan investment. Untuk mendongkrak C dan I, pemerintah US harus melakukan stimulus lagi dalam bentuk quantitative easing, yang artinya menambah jumlah dollar. Ini perlu dilakukan untuk mendorong inflasi agar Y kembali ke posisi normal. Salah satu cara normal, adalah membeli obligasi lama yang telah beredar. Namun ini jelas akan menggerus kas negara secara berlebihan. Akibatnya akan terjadi defisit financing, dimana hal ini akan menurunkan nilai bonds dan menaikan yieldsnya. Financing akan semakin mahal, dan kembali lagi pasar akan mengalami masalah likuiditas. Tidak ada dana murah. Untuk antisipasi hal ini, pemerintah US akan mengeluarkan bonds baru, T-bills dan T-bonds. Diharapkan China dan Jepang (yang mana adalah client utama) akan membeli. Masalahnya, apakah mereka akan membeli? Hal kedua yang dapat dipicu dari penerbitan bonds baru adalah coupon atau bunga yang semakin tinggi. Ini agar konsumen tertarik. Tapi ini akan akibatkan bunga corporate bonds semakin tinggi pula, dan lagi-lagi tidak akan dana murah..likuiditas menjadi ancaman. Impact-nya ke Indonesia Melemahnya C + I di negara maju, jelas sudah melemahkan expor ( X) Indonesia. Mau dialihkan ke negara manapun, ini bukan masalah utamal. Ekspor Indonesia 60% adalah natural resources, masalahnya Indonesia tidak bisa menentukan harga pasar atau setidaknya tidak berpartisipasi dalam penentuan harga pasar global. Contoh, harga batu bara global, yang menentukan adalah Newcastle dan Platss. Kenapa bukan dari Indonesia? Begitu harga global CPO. Andaikata export kita tetap sama dalam segi volume, tapi karena harga komoditas kita tidak bisa mengatur maka dari segi price juga telah menurun. Jadi nilai export tetap saja menurun. Government spending di Indonesia sudah jelas minim sekali, dan prosesnya terlalu lama. Stimulus 73tn IDR juga hanya 10.2tn IDR yang cash. Jadi saya tidak terlalu berharap kepada G di Indonesia. Yang lebih parah adalah G komponennya masih berupa hutang luar negeri. External factor: bila US gagal memasarkan T-bonds/ bills yang baru, otomatis mereka membutuhkan dana lebih besar dan akan menarik dana dari tempat lain, salah satunya adalah dari emerging market. Hal ini akan akibatkan capital inflow dari Indonesia dan kembali lagi, I kita berkurang dan juga likuiditas. Dimana ketakutan likuiditas semakin santer, pemerintah juga telah “mendahului” US dalam menerbitkan bonds dan SUN. Yang terakhir diterbitkan adalah Global Bonds dan akan terbit Samurai Bond. Keduanya memiliki coupon rate yang tinggi, walaupun laku karena spreadnya dengan T-bills sangat besar, tapi justru ini akan mendorong bunga semakin tinggi. Kembali lagi, tidak ada dana murah di Indonesia. (saya hanya bingung, bagaimana pemerintah kita membayar bunga dan pokok bonds tersebut pada saat jatuh tempo?) Faktor C di Indonesia sebenarnya cukup bagus. Tapi akan menjadi masalah bila harga barang semakin tinggi, jelas C akan berkurang. Kaitan faktor C, adalah nilai tukar USD/IDR. Kebanyakan barang-barang di Indonesia yang vital, masih memiliki komponen material import. Seperti misalnya: tempe – kedelai import. Saya tidak akan membahas jauh efek subsidi, tapi ini juga bukan langkah tepat, karena subsidi tidak pernah menguntungkan produsen! Sudah paham kan, kenapa pertumbuhan ekonomi atau Y Indonesia akan menurun drastis? Kaitan dengan reksa dana Sub bab terakhir ini, membutuhkan proses baca dari paling atas, karena merupakan kaitan benang merah terakhir. Melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia jelas merupakan sentimen negatif bagi industri keuangan. Jangan terpacu dengan angka inflasi kita yang semakin rendah atau BI rate. Ini hanyalah angka yang tidak merefleksikan Y. Lupakan juga janji manis para caleg ataupun kata-kata pemerintah yang berbau “rencana”. Lihat ke lapangan langsung, bagaimana ekonomi kita berjalan. Reksa Dana Pendapatan Tetap akan kembali terguncang. Ini akan terjadi bila global bond market menurun karena price value menurun dan tidak lakunya T-bonds (akibat dari deficit financing) - kembali karena resiko default meningkat, rating turun, yield tinggi, coupon tinggi. Otomatis corporate dan market akan mencari pendanaan yang lebih murah, sehingga bonds tidak laku. Pada intinya, hal ini memicu masalah likuiditas semakin tergerus. Saya melihat dari penerbitan corporate bonds akhir-akhir ini sudah mengerikan, karena coupon ratenya sudah sangat tinggi, bisa memiliki spread 2-3% dari acuan SUN. Sebut saja bonds AAC, Adira, FIF, dll. Otomatis, karena tingginya coupon rate, jelas yield semakin tinggi, dan pastinya price bonds akan tertekan. Dan, sudah bisa ditebak value bonds yang rendah akan mengakibatkan NAV reksa dana pendapatan tetap rendah pula..dan memiliki resiko tinggi. Reksadana Saham terancam juga. Seretnya likuditas dan kembali terguncangnya bonds market akan kembali menekan pasar saham, khususnya emiten yang memiliki jatuh tempo bonds dengan bunga tinggi. Akan susah bagi emiten untuk menerbitkan bonds baru, karena akan lebih mahal dan takut tidak terserap pasar. Contohnya saja KIK-EBA BTN. Masalah paling besar bagi pasar saham adalah terjadinya capital inflow apabila negara maju menyerap bonds terbitan US atau Europe. Market cap pasar saham sudah jelas tergerus dan otomatis transaksi semakin tidak likuid. Ini jelas tidak akan membantu peningkatan RD Saham. Secara overall, kinerja emiten juga tergantung dari kinerja ekonomi negara dan dunia. Kalau bicara soal ini, saya tidak perlu jelaskan panjang lebar. Bagi emiten yang memiliki Debt Ratio tinggi, export contribution tinggi, dan bergantung komoditas jelas akan lebih tertekan di 2010-2011. Kinerja RD Saham sangat tergantung dengan dengan stock allocation dari portofolio yang diatur*. *Sayangnya saya bukan fund manager dan tidak punya reksa dana sendiri…jadi saya tidak bisa bicara banyak tentang kapasitas MI yang ada di Indonesia. Apa solusinya? Bagaimana Keadaan di 2009? Saya akan bahas dalam artikel mendatang saja ya…biar penasaran.
|
Comments
lihat harga obligasi
lihat harga obligasi pemerintah di pasar sekunder di mana ya? ada yg bisa bantu?
saat ini cash is the king?
80% amunisi saya di RD obligasi swasta <5th. obligasi macam ini lebih stabil selama pemilihan pada perusahaan yg investment grade. namun performa mulai goyang. saat ini saya tarik 20% ke bentuk cash. menurut saya sih saat ini lebih enak megang cash.
saya juga bingung mau masuk kemana di minggu2 ini.
yg pasti saya ingin megang cash
terbukti..!!
Terbukti kalo instrumen pendapatan tetap berjaya pada periode yang anda tulis.. mantabs
Klo MI dicabut ijinya.
udah beberapa hari mikir2, ada pertanyaan masih belum tau nempatin dimana. Nah begitu liat tulisan Bro Jere, kayaknya disini tempatyang paling tepat. Pertanyaanya: Kalau MI dicabut ijinnya, apa yang terjadi? bikin artikel aja mendingan tp jangan lama2..atau jawab dulu ini
apa saja perubahan yg akan tjd jk MI mengalihkan ijin usahanya?
berhub dgn pertanyaan sis Rdl. (sory sis aku bukan jwb pertanyaan,malah nambah pertanyaan). Aku punya masalah, pd suatu hari aku mengganti sebagian reksadanaku ke reksadana lain yaitu reksadana makinta mantap krn melihat kinerjanya berdasarkan portalreksadana matrix. Nah tau2 manajer investasinya mengumumkan bahwa ada pergantian manajer investasi mjd emco asset management. Apa saja sih yg akan berubah dgn adanya pergantian MI spt ini? Masalahnya saya kuatir ada yg tdk beres disini shg menggangu aset saya di MI tsb.( Ada ketakutan kl berkurang kinerjanya atau dana hilang) Kata MI-nya menjelaskan kl perubahan MI ini disebabkan oleh peraturan bapepam lk V.a.3 mengenai aturan pemisahan perusahaan sekuritas dan MI. Ada yg bs bantu jelasin ga mengenai hal ini? Dan apakah ketakutan saya thd dana saya yg dikelola mereka (MI) memang perlu shg saya perlu redemption (menarik investasi saya). Tlg bantuan pendapat tmn2 ya krn saya sdg bingung masalah ini. Tx
Pemisahan Sekuritas dan MI
sis NewBeginning, memang benar bahwa regulasi terkini dari Bapepam mengharuskan pemisahan antara sekuritas (broker saham, penjaminan emisi, dsb) dan asset management (reksadana).
Contoh yang kemarin masih hangat, adalah produk2nya Panin (PDM, dsb). Dulunya dikelola oleh Panin Sekuritas, dan sekarang sudah dikelola dibawah Panin Asset Management. Efeknya masih terasa sampai sekarang, coba dilihat di website Bapepam, di daftar Manager Investasi. Panin Sekuritas sudah tidak ada disana, diganti dengan Panin Asset Management. Coba lihat di detail profil Panin Aset Management, produk spt Panin Dana Maksima belum masuk disana.
Teknisnya spt apa pemisahan yg dilakukan Makinta (dg "emco asset management"), spt apa progress nya, dan apa implikasinya yang saya tidak paham. Seandainya saja PortalReksadana sudah ada kemitraan dengan pihak Makinta, tentu pertanyaan ini bs lgsng sy forward kpd pihak terkait :)
New Begining khawatir
hahahahaha, nambah toh pertanyaannya, diharapkan bro P4U atau bro Jere menjawab...
@sis rdl: iya nih jd kuatir
Tlg ya bro&sis bantuan sarannya ttg situasi yang aku hadapin mengenai pergantian MI seperti ini krn aku blm pernah ngalamin :( jadi kuatir
Belajar dari pengumuman the FED. blm mudeng
Pengumuman the FED semalam akan mempertahankan suku bunga di level terendah, efeknya dollar melemah...
nah ini saya pengen belajar kenapa dengan suku bunga rendah, dollar melemah? masih gak ngerti...
trus efeknya ke market di negara kita bagaimana?
Singkat saja ya, dengan suku
Singkat saja ya, dengan suku bunga rendah, artinya The Fed tetap membiarkan likuiditas dollar berkeliaran di pasar secara bebas, sehingga para pemain memilih untuk membelanjakan dollar tersebut di instrumen investasi yang lain, apakah emas/perak ataupun saham dan obligasi di emerging market yang memberikan imbal hasil tinggi (misalnya Indonesia).
Akan tetapi, cetak dollar tidak diperbanyak lagi, jadi pertanyaan, jika dollar tidak dicetak lagi secara masif, masih kuat kah daya dorong bubble pasar modal itu? Ingat selalu prinsip "ada uang ada barang", kalo uang nya terbatas so?
sedikit pertanyaan
Ada beberapa pertanyaan:
"invest your time before invest your money"
visit my blog at http://warung-reksadana.blogspot.com
dan http://parahita.wordpress.com
Ekspor kita thd GDP
Berapa porsi ekspor kita dibandingkan dengan komponen pembentuk GDP lainnya? Apakah porsinya sangat signifikan?
Perekonomian Indonesia TIDAK BERPOROS PADA EKSPOR, total ekspor menyumbang 21% PDB, dimana ekspor ke AS dan Eropa mewakili 20% dari total. Sedangkan 2/3 pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah KONTRIBUSI KONSUMSI DOMESTIK.
Pertama baca postingan bro
Pertama baca postingan bro Jere di blog om Passion, serasa disuguhi single espresso yang nendang, berharap dapat tambahan satu cangkir lagi *mudah2an ketagihan*
Kemudian nongol juga artikel kontribusi perdana bro Jere ini. Warning di opening ' ....Bagi yang tidak terbiasa dengan artikel saya, akan banyak terlihat nada negative dan pesimis, karena memang dalam dunia investasi, saya lebih suka bersikap skeptis-pesimis. Dengan begitu saya memahami tingkat resiko yang saya hadapi'
Wokeh, eikeh setuju. Investor dan trader wajib memahami tingkat resiko dari setiap keputusan yang diambilnya. Paling tidak saya tahu bedanya resiko jatuh dari lantai 20 dengan dari lantai 2 sebuah gedung. Pesimis atau pun optimis sama-sama wajib memahami resiko.
Lanjut baca, mulai bosan. Mana kopi panas yang saya tungguin,yak? Terusin dulu deh, masuk ke bagian kaitan dengan reksadana Indonesia. Memang sih dibilangin ini artikel bakalan bersambung. Cuma bagian buntut artikel satu ini kok buat saya seperti baca prediksi analis yang bilang "Lo tahu kan kalau A jelek, B Jelek, C Jelek, pasti si D jelek abis" Yang saya nggak suka dari para analis adalah ketika di market ada perubahan positif dikit langsung bilang "Ya iya lah si D jadi bagus, kan gw udah bilang kalau si F, si G sama si X bakal naikin performa si D"
Pokoknya selalu ada alesan (iya, sih ngumpulin fakta dan news) buat nunjukin kenapa prediksi kemarin jelek, dan kenapa kenyataannya bagus. Yah, pokoknya 'kind of' gitu deh.
Kata lain, cuma mau bilang - aduh maaf sebelumnya, karena ini cuma kritik recehan dari orang awam *maklumlah cuma ibu rumah tangga* artikel model ini kok nggak sedap. Nggak ada kejutan,euy...
Tapi saya akan bersabar membaca lanjutan kisahnya. Namanya juga belum nangkep banget karakter penulisan bro Jere. Kalau Dunkz sama Nikkentobi kan dari awal konsisten dengan karakter penulisan masing-masing (beda karakter dengan satu persamaan, keduanya melakukan riset yang selalu bikin saya terkagum-kagum).
Ok, ndeprok dulu nunggu lanjutannya sembari megangin cangkir kosong, berharap mendapat kenikmatan. Halah...
Global Bond Market
<a href="http://www.marblehost.com">MarbleHost</a>
Now is the time to look for bargains or good valuations (companies with
good earnings and cash flows) and be ready to buy once we see the bulk
of these problems are contained. The problem is usually it takes longer
than most investors expect for all the “cockroaches” to be found. Most
of the investment banks and hedge funds still do not know the value of
the mortgage assets they have on the books. As a result there can be
further surprises that cause more problems.
http://www.marblehost.com
Salut
Tulisan yang bagus, mudah dicerna (dimengerti). Tidak sabar menunggu kelanjutannya.....
Akhirnya artikel FA yg ditunggu ...
Dear Bro Jere ...
Akhirnya semakin banyak juga analisa tentang kondisi FA juga di Portal Reksadana ... selama ini Portal Reksadana masih kental dengan bau Financial Planning & Technical Analysis ... dan hari ini ane berbahagia karena mendapat pencerahan tentang FA ... Ulasan bro sangat lugas dan sangat runut menjelaskan konsep makro ekonomi .... hehehe anehnya bukan hanya bro Jere tapi beberapa analis dengan dasar FA yang ane kenal kok sepertinya punya kecenderungan untuk pesimis ya ... hehehe ...
Terus terang ane bukan pemerhati FA dan dari dulu nggak mudeng soal FA ... makanya pengen belajar dari bro Jere ... hehehe ... Baca artikel bro pagi ini ... bikin mata ane melek ... soalnya baru semalam ane baca lagi basic teori ekonomi macro tentang C, I, G, X, M, kebijakan fiskal, kebijakan makro (buat refresment training ane di kantor) ... ech pagi ini dapet makanan fresh dari bro ...
Terus nulis bro ... biar banyak juga yang tercerahkan ...
Seorang Newbie - P a s s i o n 4 U
Don't walk in front of me, I may not follow. Don't walk behind me, I may not lead. Walk beside me and be my friend.
FA pesimis...
Hahaha, dari dulu saya juga merasa gitu...jadinya kalo diajak dialog atau diskusi FA, paling males..karena kita seakan2 berdiskusi tentang kemungkinan "kiamat". Padahal ya belum tentu separah itu juga. Ujung2nya pulang diskusi bukan seneng, tapi ya tambah mumet dan efek paranoidnya gak ilang-ilang.Hahaha. Bener-bener, pengamatan Anda luar biasa jeli! Salut.Konsep FA emang tidak ada kata "pasti". Namanya aja filosofi ekonomi. No numbers, yang ada hanya perkiraan dan skenario. Dan ujung2nya teori. Saya juga sering kesel sama pakar FA yang bisa ngomong ngalor ngidul, misalnya tentang saham ASII tapi pas ditanya: "bapak invest gak?"..jawabannya: enggak. tapi saya harap dengan ikut menjadi pelaku, saya bisa merasakan dan gak asal bicara aja. jadi, memang sulit untuk memahami FA karena sering tidak ada pembuktian konkret. misalnya stimulus infrastruktur...ini duitnya kan kita tidak liat? hanya berita yang menjadi hot topic namun kategorinya sudah FA. =) terima kasih pak Passion atas supportnya..semoga pakar dan senior yang lain juga bisa turut membantu dan melengkapi.
Setuju dengan pelaku....
Setuju..... yang harus banyak bicara Pelaku...jangan cuma pengamat, taunya teori aja.... padahal kalau teori, blum tentu pas pada waktu praktek
Rina DL
FP
Pelaku sekaligus Pengamat
Hmmm ....
Menurut saya pribadi selaku pengamat sekaligus pelaku, para FA pesimis begitu bisa dimengerti. Saya sendiri belum melihat adanya bottom nya di mana. Kontraksi masih terjadi terus .... apa tanda-tanda nya bottom? Bottom itu kalau sudah 6 bulan berturut-turut indeks berada pada harga yang average sama dengan volatile tidak lebih dari 5%. Apakah kita sudah sampai di bottom? Pertanyaannya, apakah indeks kita sudah 6 bulan berturut-turut pada harga yang relatif sama? Misalnya di rentang 1100-1200 selama enam bulan? Kalau ya berarti kita akan bottoming out ..... akan tetapi ... naiknya tidak akan dalam V shape, melainkan gradual perlahan-lahan, like building a brick kata Lim Say Boon economist Standard Chartered region ASIA.
Di sini perlunya kemampuan membaca dan menganalisa serta memadukan teori FA dan Technical secara smooth. Kalau secara FA ekonomi Indonesia memang tidak bergerak secara cepat dari tahun 1998-2003, hanya naik sedikit demi sedikit, like building a brick. Tapi memang begitu awalnya, ndak mungkin langsung boost seperti mobil balap.
Nah sekarang masalahnya, apakah kita sudah naik? Rasanya belum, data-datanya belum terlalu menggembirakan, kenaikan bursa masih di dominasi faktor spekulasi. Konsumsi masyarakat masih lemah .... anda bisa lihat dari kondisi di mall-mall, hanya ramai pada akhir pekan dan itupun hanya di arena permainan anak dan restoran yang terjangkau.
Saya sendiri masih pesimis apakah sehabis pemilu bursa kita akan naik terus atau malah ambruk dilanda profit taking? Untuk pelaku swing trade mungkin menyenangkan, tapi kalau dari sisi FA jelas tidak bagus.
Anyway, untuk pemain technical analysis, ini memang saat yang menyenangkan apalagi jika anda sudah masuk sejak level terendah di 1100an.
ngomong2 masalah teknikal
ngomong2 masalah teknikal (ngelirik bro passion :p) memang asik bener akhir2.
yg pasti tetap saja harus ada porsi investasi jangka panjang. great depression 1929 pun ada akhirnya.
"invest your time before invest your money"
visit my blog at http://warung-reksadana.blogspot.com
dan http://parahita.wordpress.com