Seri Bubble dan Crash Bursa Saham 1: Tulip Bulb Mania
Setelah sekian lama tidak menulis artikel, sayakali ini akan mendongeng. Saya akan mendongeng bagaimana perilaku manusia bisa menjadi sangat irasional dalam kondisi pasar yang tidak menentu.
Note:
Tulisan ini merupakan tulisan pembuka dari seri tulisan bubble dan crash bursa saham. Dari abad pertengahan sampai dengan saat ini bubble dan crash merupakan fenomena yang seringkali terjadi. Sangat menarik untuk membahas mengenai hal ini. Selamat menikmati :) Tidak dapat disangkal bahwa tulip bulb mania merupakan cikal bakal dari bubble ekonomi di dunia modern. Tulip bulb mania mengacu pada periode keemasan Belanda di mana pada saat itu tulip mencapai harga yang luar biasa tinggi dan kemudian jatuh dalam dalam waktu singkat. Sebagai gambaran, pada puncak dari bubble ini di bulan Februari 1637, harga satu kontrak tulip setara dengan 20 kali gaji tahunan seorang pengrajin berpengalaman. Sampai dengan saat ini, tulip bulb mania merupakan simbol dari bubble dan crash ekonomi.
Tulip berasal dari bahasa Turki yang artinya sorban. Tulip diperkenalkan ke Belanda oleh Conrad Guestner yang mengimpornya dari Konstantinopel pada tahun 1593. Tulip diimpor dari Vienna dan dibudidayakan di Inggris pertama kali pada awal tahun 1600. Dengan cepat, tulip menjadi simbol status dan kebanggaan bagi orang-orang kaya dan terkenal. Orang yang tidak memiliki tulip dianggap berselera rendah. Dengan cepat harga tulip bulb semakin meroket. Pada fase selanjutnya, keinginan untuk memiliki tulip mulai merambah ke golongan menengah, pedagang bahkan penjaga toko. Pada tahun 1634, tulip mania telah menjalar ke seluruh pelosok negeri di mana setiap orang mengorbankan tanah, ternak, kebun, dan tabungannya untuk memperoleh sejumlah tulip bulb. Yang menjadikan mania ini semakin buruk adalah adanya opsi yang membuat orang yang sebenarnya tidak mampu membeli, ikut berspekulasi. Dengan adanya leverage dari opsi ini, pembeli dapat mengontrol jumlah bulb yang lebih besar dari yang seharusnya dapat dimilikinya.
Tulip tumbuh dari bonggolnya (bulb). Pengembangbiakan tulip sendiri dapat melalui bulb-nya maupun bibitnya. Setelah beberapa waktu, muncul suatu virus tidak mematikan yang disebut dengan mosaic. Virus ini mengakibatkan tulip menjadi indah berwarna-warni. Efek dari virus ini mengakibatkan tulip menjadi eksklusif sehingga meningkatkan nilai jualnya. Tulip sendiri diklasifikasikan berdasarkan warnanya. Tulip dengan satu warna yaitu merah, kuning, atau putih dikenal dengan nama Couleren. Namun varian tulip yang lebih populer tulip multi-warna seperti Rosen (merah atau putih dengan background putih), Violetten (ungu atau nila dengan background putih), dan Bizarden (merah, coklat atau ungu dengan background kuning). Warna-warna spektakuler tulip tersebut merupakan efek dari virus mosaic disebut di atas. Seperti bubble pada umumnya, pada saat itu orang-orang percaya bahwa harga tulip bulb kebal dari crash dan yakin bahwa harga akan terus naik. Naiknya kepopuleran tulip bulb, para pembudidaya profesional membayar harga yang semakin lama semakin tinggi untuk tulip bulb yang mengandung virus. Pada tahun 1934, adanya permintaan tulip bulb yang tinggi dari Perancis mengundang para spekulan memasuki pasar. Pada tahun 1935, tercatat penjualan 40 bulb dengan nilai 100,000 florins. Sebagai gambaran, 1 florin setara dengan 10.28 Euro pada tahun 2002 (data dari International Institute of Social History). Artinya, harga satu tulip bulb adalah 2,570 Euro atau sekitar 3.6 juta rupiah.
Seiring dengan pesatnya perkembangan pasar tulip bulb, pada tahun 1936 pemerintah Belanda membuat futures market di mana kontrak pembelian tulip bulb pada akhir musim, mulai diperjualbelikan. Para trader membayar fee transaksi 2.5% dari nilai transaksi sampai dengan maksimal 3 florin. Setiap pihak yang melakukan perdagangan tidak harus memiliki initial margin (seperti perdagangan futures saat ini) dan kontrak merupakan perjanjian antar individu, bukan melalui bursa. Mungkin lebih tepatnya kita sebut kontrak ini adalah kontrak forward karena tidak melalui bursa. Kenyataannya, tidak ada tulip bulb yang secara fisik dikirimkan dalam perdagangan ini. Transaksi yang dilakukan adalah murni spekulasi. Oleh karena itulah orang-orang menyebut perdagangan kontrak tulip ini sebagai “windhandle” atau “wind trade”. Saya jadi teringat artikel saya sebelumnya di sini.
Selanjutnya, tanpa disadari oleh kebanyakan orang, trend ini mulai berubah. Aturan mengenai perdagangan mulai diperketat. Para spekulan yang cerdik mulai menjual seluruh kontrak tulip bulb yang dimilikinya di harga tinggi dan memperoleh untung besar. Akibatnya, supply tulip bulb di pasar semakin tinggi. Tulip tidak lagi menjadi barang langka dan harga mulai jatuh. Kepanikan menyebar bagaikan api dan para spekulan mulai menyadari bahwa nilai dari tulip bulb tidak sebanding dengan harga yang ditawarkan.
Harga tulip jatuh dalam waktu semalam dan banyak orang menjadi bangkrut dengan setumpuk tulip yang tidak berharga lagi setelah mereka menukarkan tanah dan tabungan mereka untuk memperoleh tulip-tulip tersebut. Bubble tulip bulb ini merupakan cerminan dari irasionalitas manusia. Banyak sekali kasus bubble yang menyebabkan goncangnya sendi-sendi ekonomi suatu negara. Sampai sekarang pun kejadian yang mirip dengan tulip bulb mania masih sering terjadi. Saya akan melanjutkan di tulisan berikutnya.
|
Comments
dalam skala kecil (solo)
dalam skala kecil (solo) terjadi juga: buble ikan louhan dan yg lebih fenomenal adalah gelombang cinta / jenmanii... manusia bener" aneh, the most unpredictable factor