PELAJARAN PENTING DARI KASUS REKSADANA 'BODONG' DI BANK CENTURY
Di pekan ini, cerita bank Century memasuki bab baru yang lebih menakutkan dari cerita horor. Ternyata selama ini, Bank Century dalam operasinya juga melakukan penjualan reksadana padahal bank ini tidak mempunyai perizinan untuk menjual Reksadana. Ketika saya cek ke situs Bapepam, Bank Century tidak terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksa Dana). Kisah seram ini lalu ternyata berkembang menjadi lebih menyeramkan lagi. Salah satu reksadana yang dijual oleh Bank Century merupakan reksadana 'bodong', alias reksadana yang dibuat tanpa seizin Bapepam. Reksadana yang bermasalah ini dijual dengan nama Investasi Dana Tetap Terproteksi dan dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Hebatnya lagi, produk ini kabarnya sudah dijual sejak tahun 2001. Kini dikabarkan bahwa bahwa Rp 1 Triliun - Rp 1,5 Triliun milik nasabah bank Century terkena masalah seputar produk ini. Jika teman-teman pembaca berpikir bahwa cerita ini berakhir di sini, maka anda salah besar, karena masih ada sisi menarik lainnya. Per 30 September 2008, PT. Antaboga Delta Sekuritas tercatat sebagai salah satu pemegang saham terbesar Bank Century (dengan total kepemilikan 7,44%).<!--more--> -----oOo----- Cerita perkembangan terbaru Bank Century ini mengundang begitu banyak pertanyaan. Yang pertama adalah bagaimana bisa sampai terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin sebagai Agen Penjual Reksadana (APERD)? Bagaimana pertanggung-jawaban Bapepam sebagai badan PENGAWAS Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam hal ini? Bagaimana juga dengan pertanggung-jawaban BI sebagai PENGATUR dan PENGAWAS Bank? (Adegan berikutnya kemungkinan besar adalah acara saling tuding menuding dan lempar tanggung jawab antara kedua badan ini). Pertanyaan kedua yang amat mengganggu adalah mengapa suatu produk reksadana 'bodong' tanpa izin bisa lolos dari pengawasan Bapepam, padahal seperti yang dikabarkan, produk tersebut sudah dijual sejak lama (2001)? Pertanyaan lainnya yang saya rasa timbul di kepala banyak orang adalah, apakah dalam hal ini posisi PT. Antaboga sebagai salah satu pemegang saham utama Bank Century mempunyai andil dalam timbulnya kasus ini? Mungkin tidak sedikit yang akan berpendapat IYA. Jika kasusnya adalah demikian, bagaimana dengan potensi terjadinya kasus yang sama di bank-bank lain? Dalam krisis finansial di tahun 97, terkuak fakta bahwa bank-bank seringkali hanya dieksploitasi oleh pemiliknya untuk mendukung anak usahanya yang lain. Pada akhirnya, yang menanggung malpraktek ini adalah nasabah bank. Kasus Bank Century ini meskipun berbeda dalam prakteknya, tetapi mempunyai 'aroma' yang sama. Pertanyaan terbesarnya kini adalah apakah kasus Bank Century ini unik (cuma satu) ataukah justru merupakan cerminan kondisi sektor perbankan? -----oOo----- Dengan begitu banyaknya pertanyaan yang mengganggu, bagaimana harusnya seorang investor Reksadana di Indonesia bertindak? Belajar dari kasus Bank Century ini, maka sebelum berinvestasi di suatu reksadana, ada baiknya kita:
I. Memeriksa apakah tempat kita membeli reksadana tersebut terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksadana). Dari situs Bapepam, daftar Agen Penjual Reksadana yang terdaftar (per saat artikel ini ditulis) adalah:
Jika selama ini anda membeli Reksadana tidak langsung dari Pengelola Reksadana tersebut, melainkan melalui agen penjual, periksalah apakah tempat anda membeli Reksadana masuk dalam daftar di atas. Jika tidak, ada baiknya diselidiki lebih lanjut. PS: Sekali lagi saya ingatkan bahwa data di atas adalah data yang saya dapatkan di situs Bapepam pada saat artikel ini ditulis. Jika anda membaca artikel ini dalam kurun waktu yg lama setelah artikel ini ditulis, ada baiknya dikonfirmasikan kembali di situs Bapepam.
II. Memeriksa apakah reksadana yang kita beli telah terdaftar dan memiliki izin dari Bapepam LK Ini bisa dilakukan melalui situs Bapepam. Link yang saya temukan ada dua: Sayangnya, saat ini keduanya sedang down karena ada pengembangan sistem dan aplikasi baru. Sementara sistem online ini masih diperbaiki, mungkin pilihan yang tersisa adalah dengan konfirmasi langsung ke Bapepam (per telpon).
III. Ada baiknya juga mengkonfirmasi apakah orang yang menjual Reksadana kepada anda memiliki izin sebagai Wakil Perusahaan Efek ataupun Wakil Agen Penjual Efek Reksadana (WAPERD) Berdasarkan Peraturan Nomor V.B.2 (2006) tentang Perizinan Wakil Agen Penjual Efek Reksa, ditetapkan bahwa:
Ini ditekankan lagi dalam Peraturan Nomor V.B.3 (2006) tentang Pendaftaran Agen Penjual Efek Reksa Dana bahwa: Pegawai Agen Penjual Efek Reksa Dana yang melakukan penjualan Efek Reksa Dana wajib memiliki izin orang perseorangan sebagai WAPERD Tidak ada salahnya memastikan bahwa orang yang melayani pembelian reksadana anda selama ini memiliki izin WAPERD untuk menghindari adanya informasi yang tidak akurat karena kurangnya kualifikasi orang tersebut.
IV. Jangan lupa untuk : BACA, BACA dan BACA KEMBALI prospektus reksadana yang diterima. Ingat, pada akhirnya, yang bertanggung jawab atas uang kita adalah kita sendiri. Membaca prospektus dengan teliti adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap investor.
|
Comments
Sejarah terus berulang
bbrp tahun lalu, bank global almarhum jg jualan reksadana bodong:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0412/23/opi4.htm
http://majalah.tempointeraktif.com/id/cetak/2004/12/20/EB/mbm.20041220.E...
Uang nasabahnya gimana?
Untuk kasus RD bodong ini, uang nasabah gimana? apakah bank kustodi berfungsi disini?
Rina DL
Mohon Maaf Lahir Bathin
teliti sebelum membeli
Bro Nikkentobi,
Terima kasih atas artikelnya yang sangat informatif. Jadi pada intinya sebaiknya selalu teliti sebelum membeli ya.
Kalau tidak salah saya pernah membaca di koran bahwa produk investasi yang dikelola oleh PT Antaboga Delta Sekuritas tidak berbentuk reksa dana, melainkan kontrak pengelolaan dana (KPD) atau discretionary account. Jika betul bentuknya KPD, maka memang tidak terdaftar di Bapepam karena tidak ada Kontrak Investasi Kolektif (KIK)-nya sehingga tidak perlu mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam-LK. Namun terlepas dari apa bentuknya, reksa dana atau KPD, kalau nasabah sudah dirugikan maka memang Bapepam perlu menindaklanjuti kasus tsb supaya di kemudian hari tidak terulang lagi. Ini penting supaya industri reksa dana kita tidak dirundung krisis kepercayaan. Jangan sampai, seperti pepatah mengatakan, karena nila setitik rusak susu sebelanga.
Sekarang dalam kasus ini,
Sekarang dalam kasus ini, muncul nama baru Signature Capital
Perkembangan terbaru adalah bahwa sebagian dana yg bermasalah adalah terkait dengan Kontrak Pengelolaan Dana KPD dengan Antaboga, tetapi ada juga sebagian yang bermasalah dengan reksadana Fixed Income keluaran Signature Capital (dengan nama produk Berlian), yang dijual melalui Bank Century (jd tampaknya dalam kasus ini memang ada pelanggaran mengenai APERD)
Beritanya simpang siur, lebih susah dari menguraikan benang kusut :)
Jika saya lihat wawancara dengan salah satu korban, firasat saya mengatakan bhw bukan tidak mungkin sewaktu menawarkan KPD kepada nasabahnya, bank Century mengatakan bahwa itu adalah reksadana....
Tidak berbeda jauh dengan malpraktek yg sering ditemui dimana Bank menjual produk investasi, tetapi Marketingnya mengatakannya sebagai Deposito...
Dunia Investasi Indonesia rasanya layak disebut Wild Wild East (bukan Wild-Wild-West)... :)
Happy Investing !!!
Read my blog about investing at JanganSerakah.com
KPD dan reksa dana
Hallo Bro Nikkentobi,
Terima kasih atas update-nya. Berdasarkan apa yang saya baca di Kompas dan Bisnis Indonesia memang MI yang disinyalir terlibat dalam kasus Bank Century adalah Antaboga Delta Sekuritas dan Signature Capital (dulu bernama Kuo Capital Raharja). Pemberitaan mengenai bentuk investasinya memang simpang-siur, ada yang mengatakan reksadana pendapatan tetap (dengan nama Berlian)n reksadana terproteksi dan ada pula KPD.
Kalau bentuknya reksadana, seharusnya ada Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan prospektusnya ya.Selain itu, bukankah seharusnya ada publikasi nilai NAB/unit secara berkala di media massa? Saya belum sempat mengecek di Bisnis Indonesia apakah ada publikasi NAB/unit untuk reksadana Berlian, jadi saya tidak tahu. Untuk KPD lebih sulit dilacak karena tidak dibentuk dengan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) sebagai badan hukumnya.
Menurut hemat saya, semua ini bermuara pada masalah etika profesi (professional ethics). Apapun profesi seseorang, jika dijalankan tanpa mengindahkan etika profesi akan menjadi malpraktik. Selain diperlukan peran regulator untuk mengatur jejaring hukumnya, investor juga perlu mendapatkan edukasi sehingga pintar dan bisa lebih kritis. Mudah-mudahan Portal Reksadana bisa menjadi wadah untuk edukasi investor.
Bentuk pastinya dari produk
Bentuk pastinya dari produk yg dijual oleh Antaboga itu sendiri agak kabur pemberitaannya. Ada sumber yang menuliskan reksadana, ada yg menuliskan discretionary fund...
Mungkin dalam hal ini, yg paling tahu adalah para nasabah bank century yg membeli produk tersebut, apakah sewaktu mereka ditawarkan, produk tersebut diklaim oleh Antaboga sebagai reksadana atau bukan.... Jika sewaktu menjual produk tersebut, Bank Century mengklaimnya sebagai reksadana, berarti sudah malpraktek...
Setelah saya ikuti, saya pribadi merasa bahwa masih banyak area yg gelap dan belum terlalu jelas aturannya. Sebagai contoh, rata-rata pemberitaan menyatakan bahwa Bank Century 'salah' krn tidak punya WAPERD. Padahal jika saya lihat perundang-undangannya, WAPERD itu adalah utk perorangan, dan bukan institusi. Kalau Institusi, saya baca perizinannya adalah APERD.
Happy Investing !!!
Read my blog about investing at JanganSerakah.com
perkembangan terkini kasus reksa dana bank Century
Bro Nikkentobi,
Sekedar menanyakan apakah Bro punya informasi terkini soal kisruh reksa dana yang ditawarkan oleh Bank Century. Artikel di Koran Tempo hari ini (Rabu, 21 Jan 2009) menyatakan bahwa ketiga reksa dana Berlian (Berlian, Berlian Plus dan Berlian Terproteksi) memiliki KIK sebagai legal vehicle (http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/21/Ekonomi_dan_Bisnis...). Jika demikian, berarti ketiganya sudah melalui proses pernyataan pendaftaran ke Bapepam dan seharusnya sudah mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam sebelum dijual ke masyarakat.
Yang membingungkan adalah, kalau memang reksa dana tsb memiliki KIK berarti mestinya kekayaan reksa dana tsb adalah sepenuhnya milik pemegang unit penyertaannya, dan tidak bisa diklaim kreditur sekiranya MI-nya bangkrut. Tapi bagaimana bisa Signature Capital kemudian melarikan dananya seperto dilansir media massa? Bagaimana sebenarnya modus operandi kasus ini? Mohon sharing info-nya kalau ada.
Terima kasih banyak sebelumnya.
Century
sis Mel, bila MI akan melakukan jual / beli efek di bursa apakah juga harus melalui brokerage spt investor individu, dimana investor harus membuka rekening di salah satu broker tp broker tsb punya akses penuh th rekening tsb?
bila benar demikian, mungkin MI yg mengelola reksadana Berlian membuka rekening efek di Signature (Kuo Capital) dan kemudian disalahgunakan? Tp secara formal, semua aset reksadana disimpan di kustodian.. he3x jd bingung sendiri.
Atau efek reksadana tsb mayoritas dr grup B shg terkena kasus repo?
masalah klasik
Ini memang masalah klasik dari orang Indonesia: tidak suka membaca dan sering tidak teliti sebelum membeli. Boro-boro tahu bahwa APERD mengacu pada institusi sedangkan WAPERD pada perorangan, membaca prospektus saja sering terlewatkan dan nanti kalau merasa dirugikan baru ribut.
Kasus ini menurut saya menunjukkan betapa pentingnya edukasi investor, bahkan mulai dari konsep yang paling dasar. Masih banyak lho investor reksa dana yang tidak mengerti apa itu reksa dana; mereka membeli karena tertarik akan potensi imbal hasil yang ditawarkan (dan sayangnya mereka sering tidak paham apa risikonya). Karena itu saya kira KDR perlu dilakukan lagi, apalagi di masa krsis seperti saat ini supaya investor menjadi lebih cerdas dan tidak mudah terjebak karena iming-iming imbal hasil yang seringkali tidak masuk akal.
Pihak media (jurnalis) juga kelihatannya masih banyak yang belum sepenuhnya memahami konsep-konsep dasar investasi dan produk investasi sehingga tulisan mereka sering menjadi rancu dan menyesatkan. Hal ini juga perlu diperbaiki dengan memberikan edukasi kepada kalangan jurnalis.
Sekedar introspeksi akan sangat berguna....
Halo semuanya,
Yang ini untuk sis Mel: maksudnya dengan perkataan sis Mel bahwa ini "klasik orang Indonesia" itu apa ya?
saya heran kok kalau baca komentar-komentar para 'ahli' di sini, sepertinya yang dipersalahkan investor melulu, kadang-kadang malah jurnalis juga kena. Topiknya yang: Investor yang perlu diedukasi, atau wartawan yang kurang pengetahuan, investor yang malas dan tidak teliti baca prospektus, regulator yang blah...blah...blah...
beberapa waktu lalu pada saat pasar saham sedang boom (reksa dana saham jadi primadona saat itu) saya baca para MI memuji investor indonesia yang katanya sekarang sudah lebih mengerti risk profile sudah lebih teliti dalam membeli produk investasi, sekarang karena kasus reksa dana bodong, kenapa investor jadi tidak teliti lagi? Kenapa bisa jadi begini?
coba sekali-sekali kita mengakui bahwa banyak investor yang 'tertipu' karena ulah dari pelaku pasar, bukan karena kesalahan investor. Dan ini bukan cuma spesifik di Indonesia ya.
saya bukannya bilang bahwa investor tidak seperti itu, memang ada mungkin banyak investor yang seperti itu, tapi kan kita2 yang baca portal ini kebanyakan investor, yang walaupun uangnya tidak banyak tapi ikut membiayai para Manajer Investasi dalam mengelola reksa dana. Dan kalau kita memang tau investor seperti itu, kita harus membantu lebih banyak, bukan bolak balik ngomong itu-itu lagi, investor lagi, investor lagi, yang bodoh investor, yang rugi investor, sedangkan yang mengelola dan menjual selalu dianggap ahli.
saya lihat portal ini sudah cukup informatif, hanya saya amat sangat menyayangkan pernyataan orang-orang lagi-lagi menyalahkan investor, maaf ini sudah basi....., berbuatlah sesuatu untuk membantu investor lebih banyak, karena industri ini ada dan tumbuh karena investor, bukan cuma MI.
caranya banyak, misalnya, kalau memang anda sebagai MI, ya tolong deh, kalau jualan semuanya dijelaskan ke investor untung dan ruginya, jangan berlindung di belakang perkataan 'semua ada di prospektus', kalau anda kerja di asuransi, coba investor dijelaskan sebabnya apa kok investor mesti beli unit link ketimbang beli reksa dana dan asuransi secara terpisah. Kalau anda kerja di bank, coba dijelaskan ke investor, kenapa investor harus melakukan 'averaging down' dan bukan 'averaging up', padahal kalau 'averaging down', sudah pasti di buku investor 'unrealized loss' akan selalu lebih besar dari kalau investor melakukan 'averaging up' (ini BUKAN berarti investor dianjurkan untuk beli saat market sedang overvalued).
saya melihat dengan banyaknya kasus pasar modal, ini justru menunjukkan bahwa integritas pelaku pasar modal perlu ditingkatkan. Kalau investor tidak percaya pada pasar modal, akan kemana para pelaku pasar modal di Indonesia?
maaf kalau perkataan saya mengganggu, tapi ini perlu diluruskan, bahwa kalau pasar modal itu merupakan tanggung jawab kita semua, bukan hanya investor. Karena investor yang dianggap sebagai 'weakest link', sudah seharusnya investor banyak dibantu, karena kalau mata rantainya terputus, siapa yang akan beli reksa dana?
dari pada mempersalahkan investor, lebih baik kita introspeksi diri sendiri dan melihat apakah kita sudah cukup membantu investor dengan hal-hal yang penting bagi investor.
sekian saja, terima kasih. mohon maaf apabila komentar ini kurang berkenan.
Diskusinya berkembang ke
Diskusinya berkembang ke arah yg menarik :)
Saya pribadi sangat setuju dengan komen monique bahwa integritas pelaku pasar modal di Indonesia (secara keseluruhan) perlu ditingkatkan. (bukan secara perorangan ya, kalau perorangan saya tahu banyak yg punya integritas).
Apakah ini bisa tercapai? Entahlah, tapi tidak ada salahnya saya 'berharap', sama halnya seperti saya berharap di dunia ini semua orang bisa hidup rukun tanpa melihat agama, ras, dll....
Tapi sebagai bahan pemikiran menarik, kasus Madoff yg merebak sekarang ini, menelan korban orang-orang yg dianggap 'sophisticated' dan seharusnya sudah lebih 'melek' tentang investasi.....beberapa tahun lalu SEC pun sempat memeriksa Madoff, tetapi ternyata mereka malah tidak menemukan apa-apa...
Kalau kasus seperti itu bisa terjadi di bursa yang sudah lebih 'mature'... bagaimana dengan bursa kita yang masih seperti 'balita'?
Oleh sebab itu, saya pikir memang sebagai Investor, pada akhirnya harus ingat bahwa ia yang bertanggung jawab atas nasib uangnya. Jangan terlalu bergantung dan mengandalkan pihak lain (pelaku pasar modal maupun institusi pemerintah).
Happy Investing !!!
Read my blog about investing at JanganSerakah.com
tidak menyalahkan
Hallo Monique,
Terima kasih atas masukan anda. Saya tidak pernah bermaksud menyalahkan investor ataupun wartawan. Saya hanya mengatakan bahwa masalah klasik dari masyarakat Indonesia adalah kurangnya budaya membaca, dan ini tercermin hampir dalam semua lini kehidupan, tidak hanya dalam diri investor reksa dana.
Investor reksa dana saat ini memang banyak yang sudah cerdas - saya yakin anda salah satunya - tapi tidak sedikit juga yang masih perlu mendapatkan edukasi, karena itulah ada situs seperti Portal Reksa Dana yang mempunyai misi mencerdaskan investor.
Nah bagaimana dengan pihak MI? Kebetulan saya bekerja di perusahaan manajer investasi dan perusahaan tempat saya bekerja selalu mengedepankan edukasi investor dalam menjalankan bisnisnya. Cuma memang terkadang ada kendala terutama jika MI tidak menjual langsung reksa dananya, melainkan menggunakan bank selaku agen penjual. Meskipun dari pihak MI selalu memberikan pelatihan kepada pihak bank, tapi tentunya tidak tertutup kemungkinan ada kekurangan di sana-sini,misalnya tentang bagaimana informasi yang sama ditransfer dari kantor pusat bank ke kantor cabang. Seperti Bro Nikkentobi sebutkan dalam artikelnya misalnya, bisa saja staff bank menawarkan produk reksa dana sebagai produk deposito. Atau bisa juga staff bank menawarkan produk reksa dana tapi hanya dengan iming-iming imbal hasil tinggi, tidak menyebutkan apa saja risikonya.
Memang benar apa yang anda katakan benar adanya, bahwa semua pihak bertanggung jawab, mulai dari regulator, MI, agen penjual sampai investor. Justru pada saat pasar sedang turun seperti saat ini MI bekerjasama dengan agen penjual banyak melakukan client gathering dengan tujuan memberikan edukasi kepada investor. Bahkan perusahaan tempat saya bekerja juga berencana untuk mengadakan sesi untuk kalangan jurnalis.
Semoga penjelasan saya ini bisa diterima. Saya yakin keberadaan investor yang cerdas dan kritis seperti anda akan memajukan dunia reksa dana di Indonesia.
Sekali lagi terima kasih atas masukannya.
share pengalaman saja...
share pengalaman saja... repot bgt cari informasi, benar" harus usaha sendiri. makanya harus rajin "shopping around" paling enak memang via website MI ybs. Untung sekarang ada portal ini, info jd lebih dalam lagi.
itupun kadang ada disharmoni informasi, contoh aja tertulis minimal subs Rp 1.000.000,- setelah dicek ke agen jd Rp 10.000.000,- s/d Rp 100.000.000,-.
terima kasih
terima kasih sis Mel atas tanggapannya yang baik,
saya juga bekerja di MI dan saya juga investor reksa dana, makanya saya ingin menekankan bahwa MI sebenarnya punya andil sangat besar dalam menjaga industri. Walaupun MI menjual lewat bank, Bapepam tetap akan menganggap MI bertanggung jawab atas penjualan reksa dana yang dikelolanya karena agen penjual merupakan perpanjangan tangan MI.
Pasa dasarnya, MI punya kewajiban untuk meyakinkan bahwa investor telah mengerti produk investasi dan telah membaca prospektus. Kalau memang investor bisa membeli reksa dana atau produk investasi yang tidak dipahaminya, maka yang perlu dipertanyakan adalah proses penjualannya.
Sekali lagi terima kasih atas tanggapannya dan seperti sis bilang, semoga MI tempat ibu bekerja akan lebih berperan dalam hal ini.
sama-sama
Hallo Monique,
Sama-sama. Saya berterima kasih atas masukan anda. Benar bahwa pada ujungnya MI-lah yang bertanggung jawab atas produk yang dikelolanya, sehingga MI wajib mengupayakan agar agen penjual sedapat mungkin tidak melakukan mis-selling. Meskipun ini belum bisa 100% tercapai, masih ada kekurangan di sana-sini, saya yakin di masa mendatang keadaan akan membaik.
Berhubung anda juga bekerja di perusahaan MI, mengapa anda tidak menjadi kontributor di Portal Reksa Dana? Saya yakin sumbangan ilmu dan pengalaman anda akan sangat bermanfaat bagi para member portal ini. Buat saya pribadi, selain sejalan dengan misi perusahaan tempat saya bekerja, menjadi kontributor memungkinkan saya menyalurkan hobi menulis saya sekaligus memperkaya wawasan dan jejaring. Contohnya, kalau saya tidak menjadi kontributor kita tidak mungkin saling berinteraksi seperti saat ini bukan? :)
Sekali lagi terima kasih atas masukan anda. Saya akan sangat berbesar hati jika di masa mendatang anda bisa memberikan masukan untuk artikel maupun komentar saya di portal ini.
belum cukup untuk jd kontributor
Halo sis Mel,
terima kasih atas undangannya tapi menurut saya, saya lebih baik berkarya di tempat lain, nanti kalau saya banyak menulis seperti sis, bisa2 kita rebutan tempat.....;)
selain itu menurut saya, kontributor di sini sudah banyak, walaupun sy sudah bertahun-tahun bekerja di MI, tp rasanya tetap belum cukup untuk berusaha 'menggurui' orang lain, lah wong ngatur duit sendiri aja masih belum ahli, masak mau ngajar2in orang. Kalau saya memang cukup ahli, pasti saya sudah mengelola uang saya sendiri (uang saya cukup untuk menggaji diri saya sendiri), bukan dibayar orang lain untuk mengelola uang orang lain seperti sekarang...ha..ha..
saya lebih senang berbagi dengan cara lain, jadi mungkin saja kita akan bertemu di lain tempat.
saya pasti akan sesekali membaca artikel di sini, dan saya berharap untuk melihat artikel2 yang lebih pro kepentingan investor.