Tahankah Anda terhadap Risiko?
Sebuah Tinjauan Ulang Mengenai Crash Industri Reksa Dana di Indonesia Tahun 2005
Satu pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran saya adalah apakah industri reksa dana di Indonesia masih memiliki masa depan setelah diterpa berbagai macam goncangan yang cukup hebat?Badai terakhir yang menghantam industri reksa dana hampir sepanjang tahun 2005 telah mengikis Nilai Aktiva Bersih (NAB) keseluruhan reksa dana dari Rp 113,7 triliun pada bulan Februari 2005 menjadi hanya Rp 34 triliun pada akhir bulan September 2005. Tentu saja hal tersebut menjadi mimpi buruk bagi para manajer investasi, terlebih manajer investasi yang menerbitkan produk reksa dana pendapatan tetap yang terkena pukulan paling telak. Secara kasar dapat dikatakan bahwa pendapatan para manajer investasi yang berasal dari management fee anjlok hingga sepertiga dari jumlah sebelumnya. Bapepam sebagai pemegang otoritas pasar modal kemudian berinisiatif untuk mengizinkan penerbitan jenis reksa dana yang baru yaitu reksa dana terproteksi. Pada awalnya, reksa dana ini bertujuan untuk menerima limpahan investor reksa dana pendapatan tetap yang tidak tahan melihat NAB reksa dana yang dimilikinya terus-menerus menurun dari waktu ke waktu sebagai akibat dari adanya gelombang massive redemption. Perkembangan reksa dana terproteksi ini cukup menggembirakan. Pada bulan Oktober 2005, NAB keseluruhan reksa dana terproteksi adalah Rp 2,8 triliun. Jumlah ini meningkat tajam sepanjang tahun 2006. Pada akhir bulan September 2006, NAB reksa dana terproteksi telah mencapai Rp 9,8 triliun atau 24% dari jumlah seluruh NAB reksa dana yang ada. Sampai pada titik ini, para manajer investasi dihadapkan pada kenyataan bahwa sebagian besar investor reksa dana adalah risk averse (penolak risiko) yang tidak akan tahan menyaksikan nilai investasinya turun drastis walaupun mungkin hanya untuk jangka pendek. Para investor tersebut hanya ingin menerima keuntungan yang pasti dan meminimalkan potensi kerugian. Kasus ini mengingatkan saya pada tulisan Peter L. Bernstein di buku “Against The Gods”. Pada buku tersebut, Bernstein menceritakan mengenai eksperimen yang dilakukan oleh Kahneman dan Tversky yang kemudian melahirkan Teori Prospek. Ketidakimbangan antara cara memutuskan yang melibatkan keuntungan dan keputusan yang menyangkut kerugian merupakan salah satu temuan yang mengejutkan dalam Teori Prospek. Dalam salah satu eksperimen mereka, awalnya mereka meminta responden memilih salah satu dari dua alternatif yaitu pilihan dengan peluang 80% memenangkan $4.000 dan 20% tidak memperoleh apa pun atau peluang 100% memperoleh $3.000. Meskipun pilihan yang berisiko memiliki harapan matematis yang lebih besar ($3.200), ternyata 80% orang memilih $3.000 yang sudah pasti. Orang-orang tersebut termasuk kelompok risk-averse. Kahneman dan Tversky menafsirkan bukti dari eksperimen ini sebagai petunjuk bahwa orang bukanlah risk-averse. Mereka bersedia bertaruh jika dianggap memang memadai. Pendorong utamanya adalah “ogah rugi”. Tidak banyak orang yang membenci ketidakpastian, mereka sekedar membenci rugi. Dibandingkan dengan keuntungan, kerugian akan selalu lebih mengancam. Saya dapat mengatakan seperti itu karena yang turun drastis sebenarnya adalah NAB bukan NAB per unit reksa dana. Memang tidak dapat dipungkiri ada kemungkinan terdapat kerugian karena adanya biaya transaksi yang cukup besar sebagai akibat dari redemption yang dilakukan oleh para investor yang dibebankan kepada reksa dana yang bersangkutan. Kasus redemption reksa dana pada tahun lalu tersebut mengajarkan kepada kita bahwa dalam berinvestasi kita benar-benar harus menyadari risiko apa yang menyertai instrumen investasi tempat kita menanamkan modal. Kita seharusnya mulai berpikir untuk berinvestasi untuk jangka yang lebih panjang karena naik turunnya imbal hasil investasi kita dalam jangka pendek seringkali hanyalah riak-riak dari sebuah gelombang potensi keuntungan yang besar dalam jangka panjang. Maju terus reksa dana Indonesia!!! Artikel ini juga dipost di http://warung-reksadana.blogspot.com/2008/06/tahankah-anda-terhadap-risiko.html
|
Comments
RD Saham vs RD Campuran
salam newbie,
halo, salam kenal..mau sharing aja nih mengenai resiko, semoga berkenan..beberapa bulan lalu saya membeli 2 produk RD yaitu saham dan campuran..terus terang baru kali ini saya invest di reksadana *sebelumnya di forex* karena jadwal saya yang padatmaka diputuskan untuk menyerahkannya kepada manajer investasi. Namun tiap hari saya tetap membaca berita - berita ekonomi sebagai penunjang informasi. Yang ingin saya tanyakan:
1. Apakah sudah tepat saya membeli 2 macam RD saham dan campuran, karena "don't put all eggs in one basket"
2. Tadinya saya ingin tambah dengan membeli RD Syariah / Indeks, namun kalau saya terlampau menyebar telur2 di banyak tempat saya bukan kah profit yang didapat semakin mengecil?...
3. Saya berencana untuk Long Therm...mungkin 20 tahun - 30 tahun dengan setoran tiap bulan minimal 1 juta rupiah dengan dana terbatas saya berharap dapat Financial Freedom pada 20thn/25thn mendatang *saat ini saya berumur 24 tahun*, apa reksadana di Indonesia dapat terpercaya?... bagaimana menurut bapak2 / ibu2 sekalian?..
Saya hanya seorang pemula yang ingin terus belajar sistem Long Therm tanpa perasaan was was NAB yang fluktuatif tiap harinya..karena saya ingin visi jauh ke depan...minimal 20 tahun ke depan...salam sukses! ( ^____^ )v peace..
@soujiro_jrock
Langkah Anda untuk berinvestasi secara berkala adalah langkah yang simpel namun efektif. Apalagi investment horizonnya 20-25 th :)
Selamat berinvestasi!
"invest your time before invest your money"
visit my blog at http://warung-reksadana.blogspot.com
RD Saham vs RD Campuran (tambahan)
Oh iya..produk yang saya beli adalah Danareksa Mawar Agresif ( RDS ) dan Danareksa Anggrek Fleksibel ( RDC )...mohon bimbingannya kalau ada produk yang lebih bagus dengan setoran yang ringan *di Danareksa setoran minimal adalah Rp.500.000* terima kasih..
@bro dunkz
Ane ada beberapa prtanyaan nih bro,, kali aja bisa dijelaskan,,
Sampai kondisi yang bagaimanakah bearish ini akan berakhir? apakah hingga harga minyak kembali pada kisaran 60-80 usd/barel? yang mana kondisi ini hampir mustahil terjadi.
atau malah minyak akan menemukan titik equilibrium baru yang lebih tinggi dibandingkan equilibrium sebelumnya? dan dengan kata lain, minyak sedang dalam masa transisi sekarang. dari satu titik keseimbangan lama menuju titik keseimbangan yang baru? yang bahkan kata pengamat, hingga akhir tahun ini mungkin akan menembus 200 usd/barel.
Kondisi ketiga adalah harga minyak akan terus melambung sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Sebagaimana kita ketahui, minyak adalah sumber daya alam terbatas sedangkan permintaan akan minyak senantiasa meningkat.
Pun seandainya minyak sudah menemukan subtitusinya, tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bermigrasi dari minyak ke sumber energi alternatif lainnya.
mohon petunjuk,,
-otista-
@abucyber
Benar seperti sis Risyadmum bilang. Tidak ada yang tahu kapan masa bearish ini akan berakhir. Saat ini tingginya harga minyak (dan mungkin bisa menjadi lebih tinggi) memicu inflasi di seluruh dunia. Kemungkinan turunnya harga minyak, apalagi kembali ke level $60-80 saya kira tidak terlalu besar. Minyak dari hari ke hari selalu mencoba menjebol new highnya. Sampai kapan, tidak ada yang tahu.
Yang saya percaya, manusia mempunyai kemampuan untuk survive yang sangat tinggi. Jika tingginya harga minyak sudah tidak tertahankan, proses substitusi ke sumber energi lain akan berjalan dengan sangat cepat, sama seperti saat manusia memulai revolusi industri yang merupakan cikal bakal pemakaian bbm secara massal.
"invest your time before invest your money"
visit my blog at http://warung-reksadana.blogspot.com
@Abucyber
Petanyaan anda luar biasa sulit, saya tidak yakin bro Dunkz mampu menjawabnya. Bahkan para analis profesional pun memberikan prediksi yang berbeda-beda. Prediksi yang ketika terbukti mendekati kenyataan atau meleset, selalu bisa diikuti dengan alasan mengapa tepat dan mengapa meleset :D
Sejatinya market selalu bergerak turun dan naik, terimalah dulu sifat market yang satu ini seperti suatu kewajaran, mengutip petuah pak R.H seperti rutinitas gosok gigi dan sarapan setiap pagi.
Tentu kita harus mengikuti pendekatan-pendekatan yang diperkirakan mempengaruhi indeks, termasuk pengaruh oil price -ingat bro ini hanya salah satu pendekatan. Tujuannya lebih ke memantau market trend dan menentukan strategi investasi kita.
Kalau sudah tahu saat ini bearish trend, masuk saja dgn disiplin terhadap strategi masing-masing, DCA misalnya.
Menurut salah satu pakar yang saya hormati, Pak Al, bullish trend yang sampai disebut sbg The super boom bullish di IDX market pada kurun waktu 2003-2007, secara histori bursa hanya terjadi 1 kali dalam periode 15-20 tahun. Sisanya adalah pergerakan bear/bull/dan sideways bergantian. Yang jelas investasi di instrumen RD dan saham dalam jangka panjang masih lebih unggul dibanding menyimpan uang di bank sebagai tabungan.
Parah juga
Wah ternyata pengalamannya cukup parah ya. Seharusnya para sales memberitahukan para investor tentang RD yang sesungguhnya. Belum berarti investor yang memiliki dana lebih dari 100 juta sudah mengerti tentang RD. Buktinya masih ada saja investor yang menganggap bahwa RD adalah tabungan, deposito, atau sesuatu yang dijamin pemrintah. Malahan di bank tempat saya membeli RD ada perjanjian bahwa RD tidak ditanggung oleh bank dan bukan produk bank yang dijamin oleh pemerintah. Jadi Untung dan ruginya sudah diberitahukan oleh investor sebelum membeli RD.
Betapa menyenangkannya
Betapa menyenangkannya membaca artikel anda Mr.Dunkz!
Saya mau selipkan pengalaman pribadi sendiri, menambahkan sedikit bagi para pembaca.
Saat Katrina menghantam Amerika, Oil Price meroket tinggi dalam sekejap, RP kita jatuh hingga level 11.000 lebih, saya ingat sekali itulah awal dari badai yang berlangsung +/- 5 bulan ke depan.
Saya termasuk orang yang berdiri ditengah-tengah badai Reksadana 2005
itu, saat itu saya masih sebagai manager disebuah bank asing yang menjadi
distributor RD terbesar di Indonesia. Saya adalah Investment Advisor
dari lebih 200 clients yang saldonya rata-rata diatas 100 Juta rupiah.
Cukup dua hal saja yang saya ingin bagikan, pertama, dari 200 clients yang saya handle, sebagian besar dari mereka sebetulnya agak "Disesatkan" oleh para sales yang pertama kali menawarkan RD.Banyak Sales, walaupun tidak semuanya, hanya mementingkan jual-jual saja karena setelah clients open account, kami para RM/Investment Advisor lah yang selanjutnya take over. Saat badai itu menerpa barulah terkuak bahwa clients banyak yang sebetulnya tidak mengerti barang apa yang mereka beli itu. Ada yang bilang itu deposito. Ada yang bilang itu tabungan. Ada yang bilang itu katanya dijamin pemerintah.
Hal kedua, saya menyaksikan sebuah kombinasi mematikan dari 2 hal yang sungguh membuat badai itu tambah besar, yaitu "Knowledge yang kurang dari para advisors dicampur dengan conflict of interest dari pihak MI&Bank yang terus sounding untuk hold saat semua data menunjukkan sebaliknya."
Benar-benar tidak ada yang bisa disalahkan, memang waktu itu keadaan luar biasa...clients stiap hari datang ngamuk2, ada yang maki-maki, ada bahkan di cabang lain yang bawa Pistol, Ada yang bawa Preman atau polisi...semua panik...kenapa? Karena mereka tidak diberitahu resikonya ada waktu pertama kali membeli produk RD.
Satu hal, para advisors harus lebih mampu untuk menganalisa data-data pasar secara independent, tidak selalu didikte oleh MI atau pihak Bank yang notabene ingin meraup dana sebanyak-banyaknya. Para advisor harus mulai berperan sebagai jaring pengaman bagi para clientsnya. Melindung clients dari info yang salah atau diwarnai oleh kepentingan-kepentingan sepihak saja.
Untunglah bagi saya sebagian besar clients sudah saya keluarkan begitu saya melihat data-data sudah bergerak abnormal. Tapi tetap ada juga yang kena di pasar uangnya dan clients yang no tlp nya sudah ganti jadi tidak bisa saya hubungi.saya belajar dan terus tambahkan knowledge saya supaya jika ada badai lagi, saya bisa protect clients saya lebih baik dari yang 2005
Tapi saya lihat tahun ini mindset para investor sudah JAUUUHHH berbeda dengan mindset 3 tahun yang lalu. Yang kapok banyak, yang belajar dan terus mengasah kemampuan investasinya lebih banyak lagi!!walau banyak juga yang masih tertipu oleh "investment2 manis "yang konyol nan sesat tapi saya katakan Hebat!Bravo investor Indonesia! Ingatlah tidak ada High Return Low Risk! Kalau ada juga tidak ada yang mau bagi-bagi hahaha!
my site www.jerryjer.com
@9010
Wah, cerita Anda adalah cerita dari sudut pandang agen penjual reksa dana. Nice to meet you, Sir.
Sepertinya bank tempat Anda bekerja pada saat itu sama dengan bank tempat saya berbelanja reksa dana :)
Tahun 2005, hampir seluruh portfolio saya adalah RDS. Melihat perkembangan yang ada, saya memutuskan untuk tutup mata dan membiarkan portfolio saya. Memang guncangan pada RDS tidak separah guncangan pada RDPT. Namun terus terang saja saat itu lumayan miris melihat NAB reksa dana saya yang terus merosot. Saya cukup beruntung karena pada saat itu saya sedang berkonsentrasi dalam mengerjakan tesis yang kebetulan juga membahas mengenai pengaruh redemption terhadap kinerja reksa dana. Hasil riset saya menunjukkan bahwa RDS hampir tidak terpengaruh oleh gelombang redemption. Waktu itu RDS turun karena memang market yang kurang mendukung, bukan karena redemption dari para investor.
Ketetapan hati saya untuk mempertahankan portfolio saya ternyata membuahkan hasil. Saya keluar sementara dari reksa dana pada pertengahan tahun 2006 karena ada kebutuhan yang cukup penting. Pada saat saya redeem, return RD saya cukup menggembirakan. Pada awal tahun 2007, saya memulai lagi "mencicil"(DCA) lagi investasi di RD dan masih berlanjut sampai saat ini.
Redemption vs NAB
Wah, kebetulan mas dunks thesisnya tentang pengaruh redemtion thdp kinerja reksadana ya.
Mo tanya dong, kenapa kok hasil risetnya menunjukkan redemption itu hampir tidak berpengaruh pada RDS ?
Kalo secara logika pemikiran saya yang newbie ini, redemption secara besar-besaran pada RDS juga akan membuat MI kekurangan liquiditas dan terpaksa menjual portfolio saham-nya pada harga berapapun di market. Hal ini akan membuat gelombang penjualan saham yang tinggi oleh MI, dan akan membuat harga saham turun (supply > demand), dan begitu seterusnya, harga saham semakin turun, MI terpaksa jual rugi, sehingga NAB RDS juga menurun. Gimana bos, apa logika berpikir saya ada yang salah?
Dan bagaimana dengan pengaruh redemption terhadap RDPT dan RDPU ? Apa thesisnya juga membahas ini ? Bagi-bagi dong hasil penelitiannya. hehehehe..
@bocahedan
Kata kuncinya adalah massive redemption. Pada tahun 2005, redeem RDS tidak terlalu besar sehingga masih bisa ditalangi dengan cash yang tersedia. Lain halnya dengan massive redeem pada RDPT yang menyebabkan MI terpaksa menjual sebagian portfolio untuk memenuhi permintaan redeem.
Massive Redemption
Oh, begitu ya. Berarti ga ada reksadana yang kebal terhadap massive redemption. hehehehe....
Makasih penjelasannya, mas dunks.
Mudah-mudahan dengan semakin meluasnya pengetahuan tentang reksadana, masyarakat semakin teredukasi sehingga peristiwa massive redemption reksadana tahun 2005 tidak pernah terulang lagi di masa depan. Trims buat portalreksadana !!
Setau saya pada waktu itu
Setau saya pada waktu itu yang bermasalah hanya RDPT. Sebenarnya permasalahannya hanyalah tindakan irasional dari investor. Waktu itu masih banyak investor yang kurang teredukasi mengenai investasi. Makanya keberadaan portalreksadana ini akan sangat membantu untuk mengedukasi investor/calon investor agar kondisi tersebut tidak terjadi lagi.
NAB RDPU ditetapkan selalu 1000. Perkembangan investasi kita akan dinyatakan dalam pertambahan jumlah unit yang kita miliki.
Dimana BSM Investa Berimbang
Para Broz Yth, hari ini saya masuk ke situs Syariah Mandiri dan membaca mereka memasarkan produk bernama BSM Investa Berimbang. Kalau dilihat dari namanya pasti masuk di RD Campuran, tapi saya belum bisa menemukan profilnya baik si situs Bapepam, Infovesta, maupun PRD. Mungkin Broz bisa membantu? Thx.
dah dijelaskan ma suhu2
dah dijelaskan ma suhu2 disini. BSM investa berimbang itu mmg produk lama Mandiri sekuritas. tahun lalu berganti nama jd Mandiri Investa Syariah Berimbang (MISB). so,..keduanya sama aja kok..
@mksrekso
Maksudnya Mandiri Investa Syariah Berimbang?
Sepertinya ada prospektusnya kok.
Saya suka dengan RD ini, return cukup tinggi dengan fluktuasi yang rendah.
@dunkz
Saya juga kurang jelas apa itu barangnya idem Mandiri Investa Syariah Berimbang. Tapi kalau di situs Bank Syariah Mandiri, http://www.syariahmandiri.co.id/produkdanjasa/jasa/jasainvestasi/reksada..., jelas namanya BSM Investa Berimbang. Thx.
mksrekso
Kalau Mandiri Investasi Syariah Berimbang produk RD campuran syariah disingkatnya MISB kok.