Salam hangat buat rekan2 semua,
mumpung lagi hangat2nya KDR, dimana salah satu makalahnya adalah financial planning yg akan diisi Bro Eko, FP dari Safir Senduk (saya sering baca tulisan beliau di mingguan Kontan). Sayang sekali karena berada di luar pulau saya tidak bisa ikutan KDR :(
Who Wants to be a Millionaire
Jutawan!…kalau kita dengar kata ini yang terbayang pastilah orang yang kaya raya, banyak uang, rumah
dimana-mana, istri dimana-mana (eh salah ya?, he he)…tiap hari bepergian keluar negeri, jalan-jalan, pesiar, tinggal tanda tangan cek.
Pokoknya orang kaya, jutawan, milyuner dan lain-lain adalah orang-orang berpenghasilan besar, CEO 1 milyar macam Tanri Abeng, keluarga kaya raya macam Keluarga Tanoto, Bakrie, Salim, Kalla…
Atau olah ragawan sukses seperti Michael Jordan, Michael Schumacer, Tiger Wood, David Beckham, pengusaha sukses Bill Gates, dan Investor Warren Buffett?
Pendapatan orang-orang diatas memang luar biasa, yang kata orang tidak habis untuk tujuh turunan.
Kembali lagi…siapakah sebenarnya orang kaya itu?
Buku karangan Thomas J Stanley, dan William D Danko “The Millionaire Next Door” mendefinisikan ulang siapakah milyuner itu?.
Dari 20 tahun penelitian mereka tentang orang-orang kaya di amerika, dan bagaimana mereka hidup dengan lebih dari 11 ribu responden, mereka mendefinisikannya sebagai berikut.
Millionaire, jutawan, atau orang kaya tidak didefinisikan dengan mampunyai penghasilan lebih dari 10 atau 100 milyar misalnya.
Tetapi ternyata definisi milioner atau orang kaya menurut buku ini adalah lebih ke berapa lama orang tersebut bisa hidup dengan harta yang mereka miliki tetapi mereka tidak lagi bekerja.
Orang yang memiliki penghasilan besar, katakanlah 15 juta per bulan tetapi menghabiskan 12-13 juta perbulan, tidak bisa dibilang kaya, tapi hidup dengan mewah. Dengan pengeluaran segitu besar tanpa ada saving yg memadai, berapa lama mereka dapat bertahan hidup jika tidak bekerja?
Perhitungan definisi kaya menurut buku ini dirumuskan sbb:
Milioner = (Umur x gaji satu tahun)/10
Apakah harta yang anda miliki lebih sudah besar dari hitungan tersebut?
JIka sudah, selamat!..anda adalah millionaire menurut Stanley dan Danko
Contoh si A berumur 30 tahun. Penghasilannya satu bulan sebesar 1,5 juta rupiah. Si A akan dianggap milioner jika harta yang dia miliki lebih dari 30 x 1,5 juta x 12 / 10 yakni 54 juta.
Harta disini adalah nilai portofolio, aset produktif atau uang simpanan yang si A miliki tetapi bukan pemberian atau warisan dari orang lain.
Mengapa dengan hanya memiliki 54 juta A bisa dibilang milioner?
Biaya hidup Amir kurang dari 1,5 juta sehingga dengan uang tersebut dia bisa hidup selama tiga tahun tanpa bekerja.
Definisi dari buku ini sama sekali memberi pandangan baru bagi saya, bahwa milioner ternyata tidak hanya tergantung dengan harta yang saya miliki, tidak bergantung dari seberapa besar gaji (meskipun ini juga penting) tapi yang terpenting juga adalah seberapa besar biaya hidup saya.
Definisi orang kaya diatas menurut buku ini dibagi lagi menjadi
PAW : Prodigious Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki tingkat kekayaan sebesar 2X dari hasil rumus diatas.
AAW : Average Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki tingkat kekayaan pada kisaran rumus diatas
Dan UAW : Under Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki kekayaan pada kisaran ½ dari rumus diatas.
Misal si B umur 35 tahun dan memiliki salary 10 juta / bulan,
Maka dia bisa dikategorikan PAW jika memiliki portofolio sebesar
((35 x 12 x 10 juta)/10 ) x 2 = 840 juta, artinya kemampuan untuk mengumpulkan kekayaannya berada diatas rata2.
Tetapi jika kekayaannya adalah "hanya" 210 juta, maka dia masuk dalam golongan UAW.
Buku yang berjumlah 365 halaman, 8 bab dan 3 appendix ini menceritakan bahwa orang-orang kaya saat ini 80% mendapatkan kekayaan mereka dalam 1 generasi, jaman kekayaan dengan warisan seperti jaman
Rockefellers, Vanderbilt, Du Pont sudah lewat…
Buku ini banyak memberikan perbandingan-perbandingan hasil investigasi, dan interview mereka terhadap para responden, penyajiannya pun banyak mengangkat kasus-kasus unik yg mereka jumpai.
Dalam buku tersebut dituliskan tentang tujuh ciri khas seorang milioner.
1. Mereka hidup dibawah kemampuan mereka.
Dalam satu kesempatan ketika Stanley dan Danko mencoba mewanwancarai para pemilik kekayaan dengan nilai rata2 sebesar US$ 10 M, mereka benar2 terkaget-kaget. Banyak undangan yang datang ke salah satu penthouse di manhattan east side pakaian mereka biasa, apa yang mereka kenakan dan kendarai saat datang sangat biasa.
Ada kisah kegiatan interview di salah satu lembar buku ini.
Mr. Bud 59 thn, pemilik bisnis real estate di NY ketika diajak bersulang oleh Danko dengan anggur bordeoux 1970 menolak, dia mengatakan hanya terbiasa minum scoth dan bir Budweiser. Makanan2 “wah”, kaviar, la
sagna, apricot yang terhidang diatas meja, banyak yang tidak tersentuh, hanya karena mereka “tidak terbiasa” memakan makanan jenis tersebut. Sepanjang pertemuan tersebut, mereka hanya memakan kue kering.
Mengetahui hal tersebut membuat Stanley dan Danko cukup surprised, beginikah profil pemilik kekayaan sejumlah $ 10 Juta?
Begitulah, ternyata kebanyakan dari orang kaya di amrik sana tidak seperti yang terlihat, mereka yang memiliki rumah mewah, mobil yang banyak, belum tentu juga memiliki deposit dan asset produktif lain yang juga banyak.
Tapi sebaliknya, ternyata memang benar pepatah lama, jangan melihat orang dari penampilan luarnya.
Apa yang berlaku selama ini bisajadi benar, kecenderungan orang akan menaikan pengeluarannya jika penghasilannya meningkat. Kira-kira apa saja rencana kita ketika dapat kenaikan gaji?...berencana ganti
mobil keluaran baru?, renovasi rumah?...pingin baju yang lebih “layak”?.
Dengan biaya hidup semakin meningkat ketika penghasilan juga meningkat, sehingga tidak ada peningkatan dalam tabungan dan investasi. Maka sepertinya kita tidak pernah bisa menjadi millionaire
Benar juga salah satu dari 36 (kemudian menjadi 45) butir pancasila dari sila ke 5 waktu SD dulu yaitu “tidak bergaya hidup mewah”. he he he
2. Mereka mengalokasikan waktu, energi, dan uang mereka secara efektif dan efisien, dalam cara yang
kondusif untuk mengumpulkan kekayaan.
Kebanyakan dari mereka yang kaya akan memilih tempat investasi dengan sangat selektif. Tujuannya supaya kedepannya dia tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk mengontrol atau terlibat dalam bisnis tersebut,
sehingga mereka memiliki waktu untuk mengerjakan hal profit lainnya.
Sebelum mereka memasuki suatu bisnis, mereka akan habis2an menghabiskan waktu untuk mengevaluasi bisnis tersebut, bagaimana prospeknya, bagaimana historynya, konsisten keuntungannya, profitnya dsb. Persis sekali seperti apa yang dilakukan oleh Buffett, yang menghabiskan waktu berhari2 sebelum membeli suatu saham, sehingga ia menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan US$ 62 B.
Mereka tidak tergiur dengan pernyataan cepat kaya atau keuntungan besar. Mereka sabar menunggu hingga investasi yang ditanam mulai berbuah. Mereka percaya prinsip sederhana, biji pohon ek yg kecil ditanam, disiram, dijaga, dirawat maka dan lama2 menjadi sebuah pohon yang besar. Susah diawal tetapi akan aman di kemudian hari. Dia sudah tidak perlu lagi menghabiskan energi dan waktunya dimasa yang akan datang.
Saat ini di Indonesia banyak sekali orang yang tertipu dalam investasi. Mereka tidak selektif di awal dan sangat tergoda dengan keuntungan besar yang berujung pada penipuan. Investasi dengan janji bunga 20% setiap
bulan misalnya. Sang pemilik perusahaan investasi menepati janjinya di bulan-bulan pertama tetapi tidak lama kemudian egera melarikan uang mereka. Akhirnya mereka kehabisan energi, waktu dan uang mereka karena janji-janji yang tidak ditepati. Mereka mengurus ke kepolisian, pengadilan, atau mencari pemilik perusahaan.
Kasus Pomas, QSar, Gold Quest, dan yang terakhir hingga korbannya adalah orang2 beken macam Agung Laksono, Pengacara OC Kaligis sudah menjadi contoh buat kita.
3. Mereka percaya bahwa kemerdekaan dalam keuangan lebih penting daripada memamerkan status sosial yang tinggi.
Dari beberapa tokoh, kita kadang mengenal sosok orang-orang yang mengandalkan status sosial yang tinggi.
Mereka tidak menggunakan kendaraan yang biasa-biasa, dan cenderung “wah”, akan makin bangga jika kendaraan yang mereka pakai adalah limited edition, karena saking mahal harganya.
Begitu juga dengan jam tangan, baju, sepatu dan benda-benda lainnya. Memiliki lebih dari satu kartu kredit dengan harapan bisa pinjam uang lebih banyak lagi. Padahal batas kartu kredit dibuat berdasarkan penghasilan
bulanan kita. Jika seharusnya memiliki batas 6 juta dan Anda menaikan dengan cara memanipulasi data menjadi 10 juta maka Anda tidak akan bisa membayar angsuran.
Begitulah orang-orang yang mementingkan status sosial tinggi itu hidup. Tidak lama kemudian, mereka bekerja untuk membayar hutang dan angsurannya. Dia menjadi tidak merdeka secara keuangan. Bayangkan kalau suatu hari dia dipecat dari pekerjaannya, apa yang akan terjadi?
Bob Sadino sang pengusaha sukses sehari-harinya tampil dengan sangat sederhana. Kemana-mana dia masih dengan menggunakan celana pendek, kemeja, bersandal dan topi cowboy yg khas.
Dahlan Iskan pemilik Jawa Pos Grup, kekantor pun selalu memakai kemeja model hawai, jeans dan sepatu kets, khas dengan kacamata old style-nya. Jarang sekali bias menemuinya berpakaian rapid dan necis, padahal Grup Jawa Pos miliknya sudah tersebar (memakai merek “radar”) ke saentro nusantara. Sewaktu di undang di Acara Kick Andy kemarin masih dapat dilihat style dengan sepatu ketsnya.
Atau kalau kita lihat orang terkaya Bill Gates. Waktu awal dia menjadi milioner, dia masih naik pesawat di kelas ekonomi (meskipun dia punya rumah termahal di pinggiran Washington), saat mempresentasikan produk terbaru Microsoft, tampilannya selalu standard, sweater dan jeans.
Steve Jobs CEO Apple, selalu memakai sweater lusuh dan jeans belel kemana-mana, hingga pernah dia dicuekin oleh seorang sales sebuah butik ketika ingin membeli jas yang “agak pantas”, hanya karena penampilan lusuhnya, sang sales hanya melongo ketika diberi kartu nama “tolong dikirim ketempat saya”, kata Steve Jobs.
Warren Buffett, Investor hebat yang baru-baru ini dinobatkan menjadi orang terkaya dunia dengan nilai U$ 62 B sampai sekarang masih menempati rumah yang dia beli 30 tahun lalu dan masih memakai mobil lamanya, kantornya di Omaha-pun hanya seukuran lapangan tennis, dengan karyawan yang tidak lebih dari jumlah pemain sepakbola.
Mereka tidak malu dan tidak mengutamakan statusnya.
Tetapi bagaimana dengan Donald Trump? Tentu Anda mengenal orang yang satu ini. Dia mengajarkan tentang tentingnya status sosial supaya bisa memiliki bisnis yang bagus. Ketika dia masih miskin dia bergaya jadi orang kaya bahkan mendaftar ke klub orang kaya dengan tujuan mendapatkan bisnis dari mereka. Trump memulai pekerjaan pertamanya dari koneksi tersebut. Dia rela hidup di tempat yang kumuh supaya bisa membayar biaya anggota di klub kaya tersebut. Sampai sekarang pun Trump masih mengutamakan status sosial yang tinggi.
Lihat saja dia datang dengan helikopter atau mobil limosin yang wah (yaah, kalau sudah mampu sih gak apaapa :) ).
Tetapi banyak diantara mereka yang mengutamakan status social tersebut yang akhirnya terlilit utang.
Berhutang untuk membeli mobil, memiliki empat mobil dan sering berganti-ganti mobil dengan keluaran terbaru.
Tujuannya supaya kelihatan memiliki status social tinggi. Akibatnya dia tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Bukan bisnis baru yang ia peroleh tetapi hutang baru yang semakin hari semakin
menumpuk. Akhirnya dia sendiri harus kehilangan rumah dan harta lainnya.
Banyak contoh orang2 macam ini…Mike Tyson yang dulu kaya raya karena juara tinju sejati kelas berat, sekarang bangkrut hingga tersiar kabar dia rela main film rating X demi mendapat penghasilan tinggi, Michael
Jackson hampir bangkrut karena biaya maintenance taman bermain “never land”nya yang kelewat mahal, dan gaya hidupnya yang minta ampun borosnya.
Anda masih ingat alm. A Hamid Arif?..itu tuh, aktor kita keturunan indo dengan kumis tipis dan rambut ikal, biasa bermain dengan alm. Benyamin S, Wolly Sutinah (Mak Wok), Connie Sutedja, yang kalo acting selalu
membentak2…kata2 makian khasnya yang saya ingat…set@@n! :). Beliau adalah aktor top Indonesia jaman dulu sejak tahun 1948 beliau membintangi ratusan film, sinetron terakhir beliau adalah rumah masa depan yg dulu disiarkan TVRI. Beliau yg kaya raya saat menjadi aktor harus wafat dalam keadaan menyedihkan karena kekayaannya ludes akibat biaya pengobatan yang tinggi…kekayaannya yang melimpah semasih masih jaya menjadi aktor banyak dihabiskan seperti layaknya hidup seorang selebriti, sehingga saat beliau membutuhkannya saat usia senja, kekayaannya tersebut sudah tidak mencukupi lagi.
Pilihan pada Kita, ingin seperti apa Kita hidup? Apakah seperti Trump dengan resiko menghadapi kegagalan yang sangat besar?
Atau seperti kebanyakan milioner hidup yaitu mengutamakan kemerdekaan financial daripada status sosial?
4. Orang tua mereka tidak memberikan tunjangan ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut 80% milioner Amerika adalah generasi pertama. Dengan kata lain, mereka menjadi milioner atas usaha mereka sendiri bukan warisan dari orang tua. Tunjangan ekonomi dari orang tua ternyata membuat anak-anak mereka memiliki gaya hidup diatas kemampuan mereka sendiri. Era keluarga kaya karena warisan seperti era Rockefelleres, Varderbilts, Du Pont sudah lewat.
Banyak anak-anak milioner yang hanya memiliki pendapatan sedikit tetapi memiliki dua mobil, baju yang sangat bagus, rumah yang besar dengan biaya perawatan yang tinggi. Mereka bisa membiayai itu semua karena
mendapatkan uang atau tunjangan ekonomi dari orang tua mereka.
Sementara mereka yang tidak memiliki tunjangan ekonomi akan berjuang keras untuk memenuhi kehidupan mereka dan terus menghemat supaya mereka bisa bertahan hidup.
Banyak cerita yang kita yang kita dengar dari anak2 keluarga keturunan tionghoa, mereka sedari kecil sudah membantu keluarganya di toko dan bisnisnya, mereka mendapat upah karena kontribusi mereka. Ketika
beranjak besar, sedikit demi sedikit kepercayaan mengelola bisnisnya bertambah.
Jadi mereka mempunyai kemampuan yang sudah terasah untuk menghasilkan uang dan berinvestasi.
Berbahagialah mereka yang saat ini tidak mendapatkan tunjangan ekonomi dari orang tuanya karena mereka justru memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi kaya.
5. Anak-anak mereka yang sudah dewasa memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri.
Bill Gates atau William Henry Gates III, sudah kaya sejak lahir karena orang tuanya..tapi ia tidak dimanja dengan dipenuhi semua kebutuhan dari orang tua, dia mulai belajar pemrograman computer sejak melihat Atari,
dan bersama Paul Allen sahabatnya dia mendirikan Microsoft sejak bangku SMA.
Warren Buffet, ayahnya seorang anggota Kongres dan broker ternama, tapi buffet sempat bekerja dengan orang tuanya dari umur 11 tahun, saham pertama cities service dibelinya dengan harga U$ 38 yang kemudian dijual dengan harga U$ 40, kemudian menjadi loper koran (yang kemudian mengilhaminya membeli the Washington Post kelak), selepas lulus SMA saat 16 tahun tabungannya sudah U$ 5000 (senilai $100000 sekarang) hasil dari menyewakan tanah yang dibelinya kepada petani.
Gaya hidup anak-anak milioner tersebut tentu saja membuat orang tuanya tetap menjadi milioner.
Tidak terjadi pemborosan yang tidak perlu bahkan mereka mendapatkan tambahan penghasilan karena anak anak mereka bekerja dengan baik.
Bukan hanya itu saja, gaya hidup anaknya menjadi jaminan buat orang tua mereka akan masa depan anak anak tersebut. Mereka menjadi tenang di masa tua, tidak perlu merisaukan anak-anak mereka karena sejak
awal sudah dilatih bagaimana caranya hidup. Sementara mereka yang memanjakan anak justru menjadi kuatir ketika memasuki masa tua, kawatir anak-anak mereka tidak mampu bertahan hidup.
6. Mereka ahli dalam membidik peluang.
Fokus para milioner adalah mengembangkan kekayaan mereka bukan meningkatkan status social mereka.
Sementara yang satu memikirkan tentang mobil yang baru, gaya hidup yang mewah, sang milioner justru mencari peluang-peluang baru. Dia berjalan ke tempat-tempat yang tidak terduga dan menemukan peluang.
Saya mendengar kisah Bob Sadino. Saat itu dia berjalan melihat peternakan kuda (bukankah orang yang mengutamakan status sosial tidak mungkin pergi ke tempat seperti itu?). Dia melihat kuda makan kangkung
yang bagus. Bob pun mengintruksikan untuk memilih kembali kangkung yang ada. Seleksi, yang bagus dimasukan ke supermarket sedangkan yang jelek menjadi makanan kuda. Dia menggunakan system Quality
Control sehingga menghasilkan pangsa pasar yang baru.
Warren Buffett, terhitung sedikit sekali melakukan transaksi investasi, dia memilih perusahaan sederhana, bukan perusahaan canggih dot com dsb. Perusahaan yang dia pilih adalah yang mencetak laba dengan konsisten,
mengelola perusahaan dengan efisien, menguasai pasar, bermanajemen bagus dan solid namun tidak terkenal.
Dan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dari harga perusahaan itu di pasaran. Ibarat membeli 1 dolar seharga 40 sen. Dia banyak melakukan transaksi investasi besar-besaran saat pasar sedang bearish akibat sentiment negatif, dimana pelaku pasar menarik besar-besaran modal mereka.
Petrochina dia beli saat murah, Coca-Cola, Washington Post, Gillette juga dia beli saat perusahaan tersebut kurang diminati pasar sehingga harganya jatuh. Tapi sekarang?
Tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin menjadi atau minimal mendekati yang seperti itu.
Sementara itu mereka yang bergaul dengan orang-orang kaya juga membahas tentang bisnis baru. Tetapi kebanyakan dari bisnis tersebut sudah ada di pasar. Mereka hanya mengetahui tentang konsumen dari kata rang. Wajar kalau usaha mereka sering kandas di tengah-tengah jalan. Mereka cenderung mengikuti booming dan bisa dikatakan terlambat. Misalnya lagi booming factory outlet, mereka pun membuka foactory outlet tetapi sudah terlambat dan sudah banyak pesaing di dalamnya.
7. Mereka memilih pekerjaan yang tepat dan sangat di sukainya.
Ternyata pekerjaan seorang milioner sangat bervariasi. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi pengendara truk, pemadam kebakaran, juru lelang, kontraktor jalan setapak, pemilik bengkel.
Haaaa? :O Mungkin Anda heran tetapi begitulah mereka hidup.
Mereka memilih pekerjaan yang mereka senangi bukan sekedar gajinya besar. Tetapi mana mungkin seorang pengemudi truk bisa jadi milioner? Mungkin itu yang Anda tanyakan. Itu bisa terjadi karena mereka tidak hanya sekedar pengemudi truk. Selain hidup hemat dan sederhana mereka memiliki saham atau investasi di bidang lain. Investasi itu dibiarkan oleh mereka dan akhirnya tumbuh menjadi sangat besar. Sebenarnya bisa saja dia beralih profesi apalagi dia mempunyai banyak uang dan telah bebas dari tuntutan financial.
Mereka yang menjadi milioner tidak takut kehilangan pekerjaan dan tidak tergantung pada penghasilan dari pekerjaan mereka. Mereka bisa berpindah kerja sesuka mereka dan sesuai dengan keinginan mereka. Y
ang menjadi alasan pertama mereka bekerja adalah mereka suka pekerjaan itu. Sementara beberapa orang yang pura-pura kaya justru sangat tergantung pada pekerjaan mereka. Alasan utama mereka bekerja adalah mendapatkan penghasilan lebih banyak lagi tidak peduli mereka suka atau tidak dengan pekerjaan tersebut.
Tentu saja mereka sangat takut kehilangan pekerjaan mereka karena mereka tidak mempunyai cadangan uang untuk hidup setelah kehilangan pekerjaan.
Bagitulah ciri khas milioner hidup. Saya hanya ambil inti poin2 nya pesan dari buku tersebut dengan menambahkan contoh2 sederhana, tidak saya jabarkan semua karena buku ini adalah pemaparan hasil investigasi,
banyak sekali studi kasus menarik yang ditampilkan, buku ini juga banyak memberikan contoh dan perbandingan gaya hidup seseorang dengan latar belakang pendapatan yang sama tetapi kekayaan yg berbeda, dari background keluarga, usia pekerjaan…hingga mengapa mereka dapat menjadi kaya.
Lampiran2 yang diberikannya bagus sekali, seperti memaparkan perbandingan2 tipe rumah, jenis mobil seperti apa yang mereka punya, berapa mereka menghabiskan uangnya untuk membeli pakaian, jam tangan, ikut klub eksklusif, berapa jumlah kredit card mereka dan tipe apa saja.
Jika ingin yang lebih detail mengetahui isinya, ada baiknya kita beli buku tersebut dan baca 365 halaman di dalamnya termasuk kata pengantar dan lampiran-lampiran.
Akhir kata, barangkali saat ini kita belum menjadi milioner, tetapi mudah-mudahan kita sudah pada jalur yang benar untuk menjadi seorang millionaire.
Impian menjadi seorang millionaire tidak muluk-muluk jika kita mampu memenuhi definisi millionaire diatas, menjadi millionaire juga bukan merupakan dosa, yang dosa adalah ketika kita tidak mampu mengatur
pengeluaran kita dan hidup dengan menjadi seorang pemboros. Bener nggak? :)
Dan kalo sudah jadi millionaire, jangan lupa untuk bersedekah kepada mereka yang membutuhkan... ok? :)
Comments
Ini artikel yang menarik.
Ini artikel yang menarik. Saya juga pernah baca bukunya, dan menurut saya memang ada benarnya. Kalau seseorang punya penghasilan Rp. 200 juta sebulan (yang berarti berkali-kali lipat pendapatan rata-rata penduduk Jakarta) tapi tingkat pengeluarannya mencapai Rp. 95 juta sebulan, ia berada pada posisi yang berbahaya.
Tapi ada sejumlah kritik terhadap teori yang melandasi buku ini. Agaknya teori ini berasumsi pendapatan tahunan setiap orang seumur hidupnya selalu sama, padahal kita tahu bahwa seorang fresh graduate umumnya tidak bisa mengharapkan gaji yang tinggi. Dan masa-masa sebelumnya lulusan baru umumnya belum produktif secara ekonomi. Hal ini dinyatakan juga oleh penulis yang mendapati bahwa orang-orang dalam kategori PAW umumnya berada dalam kategori umur tertentu. Dan menurut saya ada perbedaan untuk tiap profesi, terlepas dari gaya hidup masing-masing pribadi. Seorang dokter, misalnya, membutuhkan masa pendidikan yang lebih lama daripada seorang tukang las jebolan STM atau sopir truk lulusan SMA. Akan tetapi nantinya tentu seorang dokter diharapkan bisa memperoleh gaji yang jauh lebih tinggi. Berarti ini mundur selangkah untuk maju seribu langkah. Apakah perbedaan ini sudah diperhitungkan? Mungkin ada studi lain yang membahas hal ini.
Bagaimanapun juga, terima kasih telah mengangkat topik ini. Salam sukses.
Saya kira tadinya artikel ini
Saya kira tadinya artikel ini tentang kuis om tantowi Yahya. Tapi ternyata artikelnya sangat inspiratif, dan simulasi itung-itungannya jelas. Cocok buat saya yang sekarang lagi butuh motivasi.
minta izin
Bolehkah alamat artikel ini saya link ke blog saya?
terimakasih
wow, sangat inspiratif sekali
wow, sangat inspiratif sekali pak artikelnya. Saya mulai sadar dengan apa yang sedang saya lakukan sekarang. Mudah-mudahan kita semuan bisa jadi millioner seperti yang tetap rendah hati.ciao
artikel bagus bos, minta iji
artikel bagus bos, minta iji copy paste ke blog ane, yee...
trims,
Kayaknya?
Suhu aku pernah ngajarin orang kaya tuh punya pendapatan = pengeluaran + Asset konsumtif + Asset Produktif.
Misal pendapatan 5 juta = Beli Asset Produktif 500 ribu + Beli Asset Konsumtif 1 juta + Pengeluaran 3,5 juta ini dinamakan orang kaya.
Kalo pendapatan 5 juta = Beli Asset Konsumtif 1 juta + Pengeluaran 4 juta ini dinamakan orang kecukupan.
Kalo pendapatan 5 juta = Pengeluaran 5 juta dinamakan orang pas-pasan.
Kalo pendapatan 5 juta = Pengeluaran lebih dari 5 juta dinamakan orang bangkrut.
bener kok
Mas Mung..
konsepnya mirip2 kok..
Inti buku itu adalah
1. Dapat menyimpan pendapatan sebanyak mungkin, dan membeli aset produktif (bisnis, investasi dsb)
2. Dapat menekan biaya hidup sewajar mungkin, dapat membedakan mana yg menjadi "keperluan" dan "keinginan". Keperluan (meski setiap orang berbeda) ada batasannya, sedangkan keinginan tidak ada batasnya.
Seorang Manajer, jika memiliki gaya hidup seperti seorang Supervisor, akan memiliki kemungkinan menjadi kaya lebih besar ketimbang seorang Manajer yang gaya hidupnya seperti Direktur.
3. Untuk parameter terukur seseorang itu kaya, dirumuskan oleh buku "The Millionaire Next Door" adalah berapa lama seseorang dapat hidup tanpa bekerja, lama minimalnya adalah 3 tahun (dapat dilihat rumus diatas)...makin lama dia dapat hidup tanpa bekerja (dengan harta miliknya dan bukan dari warisan), maka makin "millionaire"lah dia.
Salam,
Pemula
nice post iyo nih, suhu-suhu
nice post
iyo nih, suhu-suhu sekalian
Sayang sekali kita-kita yang ada diluar pulau ga bisa ikut, (padahal pengen banget ikut :''( )
Kalo bisa seh dibuatin makalah/materi2 yang disampaikan waktu KDR (ni kalo bisa loh ya),insyaallah bisa menambah ilmu kita terutama saya yang masih ~nubie~ hehehehe....
Btw Alhamdulillah saya baru ngikut investasi di Reksa Dana Pendapatan Tetap (baru aja mulai) dari uang yang dikumpulin sedikit-sedikit...Kalo ga sekarang kapan lagi, hehehehe...
Mohon Bantuan dan arahan serta ilmu dari para suhu sekalian...
regards
fadjar
Tajir
+ Wah mas Tukul sdh log-in ya ? Ya selamat lah masa jadi Zoro terus.
+ Wah mas Tukul jika cuma cukup buat 3 thn kalah sama rang kayo kito dong - kan tdk habis 7 turunan.
+ Agaknya buku itu mencoba mengartikan kaya secara lebih terukur, walaupun sebenarnya konsep kaya / berkecukupan / sejahtera adalah tetap relatif. Tukang becak yg naik haji jika dipindahkan tinggal ke Pondok Indah mungkin jadi tdk "kaya" lagi - krn dibanding lingkungan barunya dia bisa dianggap dhuafa.
+ Kriteria kaya mestinya jika : (1) punya aset > need , dgn asetnya dia bisa memenuhi sendiri semua kebutuhan hidupnya - cirinya ialah lebih banyak memberi daripada menerima - atau bahasa portal RD yaitu orang yg sudah menikmati kebebasan secara financial (2) tdk punya hutang , orang kaya harus bebas dari hutang ( meskipun untuk bisnis apalagi untuk investasi ) - kalau msh berhutang artinya belum tajir, dan (3) relatif unggul dari lingkungannya ( kasus tukang becak naik haji, dilingkungannya dia dianggap kaya krn dibanding rata2 penduduk lainnya dia unggul - tapi dibanding Donald Trump pastinya dia lebih bahagia ) .
Teuteup kaya/sejahtera
Wahhh konsep kaya/sejahtera di mata mas Agus kayaknya masih melihat status sosial dehhh. Bukan seperti konsep kaya/sejahtera yang disampaikan mas Tukul dan buku itu.
Memang betul Tukang Becak yang bisa naek Haji, status sosial nya lebih tinggi kalo dia berada di lingkungan para tukang becak. Dan status sosial nya akan lebih rendah kalo ia berada di lingkungan elit Pondok Indah. Tapi menurut saya, ia teeuteup kaya/sejahtera dimanapun ia tinggal selama ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya at least 10 tahun ke depan tanpa bekerja lagi.
Lumrah lah kalo kebanyakan orang Indonesia masih melihat status sosial sebagai parameter utama definisi kaya/sejahtera.
bagus nih tuk jadi inspirasi
Nambahin artikel who want to be a millionairy. Mungkin artikel dibawah sudah banyak yang baca but i think it's still worth reading. Silahkan baca artikel di bawah ini:
Tukang Becak yang Naik Haji
Tidak semua sosok penarik becak
berada dibawah garis kemiskinan dan kumuh. Haji Wahid (56),penarik becak, yang
biasanya mangkal di kawasan Gunung Pereng Kec. Cihideung, Tasikmalaya, adalah
sosok lain dari seorang penarik becak. Selain santun, Wahid ulet dan rajin
menabung. Buah dari semua itu, ia bersama istrinya Hj. Siti Hujaenah, bisa
menunaikan ibadah haji pada tahun 2004."Saya bersyukur, karena dari hasil
cucuran keringat ini, bisa naik haji dan menyekolahkan anak," kata Hawid
saat ditemui di Terminal Bus Tasikmalaya, Jumat (5/5).
Pada tahun 1972 Wahid memulai
bekerja sebagai penarik becak di Gunung Pereng. Ia mendapatkan becaknya dari
hasil kredit yang dibayarkannya setiap hari. "Waktu iu saya mencicil Rp
150,00/hari. Cicilan itu, saya bayar selama kurang lebih setahun," kata
warga Jl. Paseh Kota Tasikmalaya ini.
Lunas membayar becak, ayah tiga
anak ini mulai menabung untuk membeli tanah buat tempat tinggalnya. Berkat
kerja keras siang dan malam menarik becak, serta kedisiplinannya dalam
menggunakan uang, ia mampu membeli tanah dan membangun rumah. "Sebagian
dari hasil menarik becak, saya tabungkan untuk berbagai keperluan,"
katanya.
Lalu ia kembali mengambil cicilan
becak, dengan harapan bisa disewakan kepada rekan lainnya. Ternyata cara itu
cukup menambah penghasilan bagi Wahid. Dari satu becak, lalu sampai akhirnya
tahun ini, ia bisa memiliki 40 becak. "Di antaranya, 25 becak milik saya
disewakan dengan tarif Rp 4.000,00/hari. Sisanya, saya kreditkan kepada orang
lain," ujarnya.
Tidak hanya itu, sejak punya dua
becak, keluarga ini menabung agar bisa naik haji. Tak ada target harus berapa
besar tabungan terisi setiap bulannya. Wahid hanya menyisihkan uang dari hasil
usahanya, setelah digunakan untuk makan serta kebutuhan sehari-hari.
Ia juga berhasil menyekolahkan
ketiga anaknya dengan baik. Anak pertama, Wawan lulusan Diploma 2, adiknya Eva
jebolan SLTA. Si bungsu Dedi, masih sekolah di SMA.
Setelah becaknya bertambah, ia
akhirnya mendirikan kamar kontrakan di daerah Gunung Pereng, Kota Tasikmalaya.
Saat ini, ada 25 kamar yang disewakan oleh Wahid. Setiap kamarnya, disewakan Rp
85.000,00/bulan. "Lumayan untuk menambah penghasilan," katanya.
Setelah merasa tabungan yang
dikumpulkannya selama 30 tahun jumlahnya cukup, pada tahun 2003 ia mendaftarkan
diri untuk berangkat haji beserta istrinya. Pada tahun 2004, Wahid bisa pergi
ke tanah suci untuk menunaikan rukun Islam kelima. Perasannya, benar-benar
bahagia karena sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan ia bisa pergi
ke tanah suci.
Hingga kini sekarang Wahid yang
rajin ibadah ini, tetap mengayuh becak. Sehari ia kadang mendapatkan Rp
10.000,00 hingga Rp 20.000,00. Tapi kadang dia juga sama sekali kosong. Tapi
semua itu, dijalani dengan kesabaran, keuletan, dan kerja keras.
Wahid bisa membuktikan bahwa
penarik becak juga bisa hidup dengan baik.
Sumber: Pikiran Rakyat, 6 Mei
2006
Yang menarik perhatian kita
adalah cara Pak Wahid meningkatkan penghasilannya. Dia tidak bekerja mengayuh
becak 24 jam.., dan pasti dia tahu itu tidak mungkin. Tapi yang dilakukannya
adalah menyisihkan dari penghasilannya untuk mulai berinvestasi. Pertama dengan
mengambil kredit becak lagi, untuk kemudian disewakan kepada orang lain.
Selanjutnya bahkan dia membeli becak, untuk dikreditkan kepada orang lain.
Artinya, Pak Wahid sudah membuka usaha LEASING becak. Tahap selanjutnya dari
penghasilannya tersebut dia membeli tanah untuk membangun rumah/kamar
kontrakan.
Coba kita hitung saja, sekarang
kamar kontrakannya ada 25 buah, disewakan Rp 85.000,00 per bulan. Berarti kalau
sewaan terisi penuh Pak Wahid akan memperoleh penghasilan 25 x Rp 85.000,00 =
Rp 2.125.000,00. Waw.., S1 fresh graduate aja gajinya ga sampe segini. Dan Pak
Wahid sebetulnya tidak harus bekerja lagi, dia tetap akan menerima penghasilan
dari sewaan kamar dan sewaan becak miliknya. Namun, Pak Wahid tetap juga
mengayuh becak. Ga tau kenapa….? Apakah itu adalah His Calling? (ya kan
Pak Harry?)
Saya tidak tahu apakah Pak Wahid
membaca buku Robert Kiyosaki? Atau sempat membaca bukunya Valentino Dinsi, atau
bukunya Safir Senduk? Saya kira tidak. Pak Wahid mulai menarik becak sejak
tahun 1972. Buku-buku tersebut belum terbit di Indonesia.
Tapi Pak Wahid sudah memiliki satu kecerdasan lain yang tidak banyak dimiliki
oleh orang lain, yaitu Kecerdasan Finansial.
Saya sendiri merasa malu.., bisa
jadi saya memiliki penghasilan yang lebih besar dari Pak Wahid. Tapi saya
hingga saat ini belum memiliki aset yang bisa dibilang benar-benar aset.
Mungkin diantara anda juga mengalami hal yang sama, bekerja tiap hari, kok gaji
ga cukup-cukup ya..? Kok saya puluhan tahun terus bekerja, belum juga punya
aset..?
Sepertinya kita harus mulai
bercermin dari Pak Wahid. Ya kan
Pak Safir Senduk..? Hehehe
So Inspiring....
Artikel yang bagus..... sangat menyentuh dan membangkitkan semangat.
Memang terkadang orang cenderung menafsirkan kata "kaya" dengan pola hidup yang wahhhh dan serba glamour. Tidak bisa dipungkiri (terutama untuk masyarakat Indonesia), hal ini dipicu oleh banyaknya tontonan di televisi yang sudah dijadikan tuntunan. Tidak terhitung jumlah sinetron yang menampilkan mimpi2 di siang bolong kehidupan keluarga kaya. rumah mewah, mobil kinclong, dan kebiasaan belanja tiap hari. Masyarakat awam seperti saya pun cenderung menafsirkan kata kaya seperti apa yang tampak dalam sinetron2 tersebut.
Cerita tentang isi buku yang disampaikan om Tukul ini telah mengungkapkan fakta dibalik kesuksesan orang2 kaya di dunia. Sungguh ironis dan berkebalikan dengan mimpi2 yang ditampilkan di tipi-tipi.
Saya yang baru ngeh tentang mengelola aset untuk mencapai kesejahteraan financial beberapa bulan ini sungguh takjub dengan kebiasaan orang2 kaya itu. Mereka bekerja karena mereka suka dan bukan karena gaji nya. Kalo saya justru kebalikannya, saya suka dengan pekerjaan saya tetapi saya bekerja karena saya digaji dengan cukup. hehehehe.....
Menanam satu benih dan terus merawat nya sampai besar akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan menanam pohon besar tapi dibiarkan tak terurus.
BR//Andy
Kita semua kaya kalau mau
Laen lg mnurut suhu ane, “orang kaya ntuh=orang yg kagak suka minta2”, slama ente masih suka minta2 mk sbanyak apapun harta ente, ente=miskin!” Bnyak harta tp miskin, ape ye maksud suhu ane? Blon jg ilang bngong ane.. “eh ntong.. orang ntuh bnyak yg kaya ilmu, titelnye brerot, kaya harta, rumah gdong mobil mntereng, duitnye bjibun, macem2 deh, tp sayang bnyak yg miskin hati, gak mau bebagi, takut jd kere, dia pikir idup buat slamanya, mungkin dia blon tau kl ilmu brmanfaat yg diajarin ke orang ato harta yg dsedekahin bakal jd inpestasi buat dunie akherat die.”
Uups, ane jd senyum2 ndiri.. tnyata suhu ane tau jg inpestasi (i.e investasi), horizonya gak tbatas lg. Tadinye ane mau nanya FA, TA, swing2an.. tp gak brani, takut diswing!
Kirain dah abis, eh suhu ngmong lg, “ingat ntong, kite ini bkejaran dgn waktu, umur kite gak tau, dlm hal apapun nyang penting hari ini elo kudu lbih baek dr kmaren, bsok lbih baek dr hari ini. Slalu besyukur ame apapun nyang lu dapetin, kaya miskin susah snang sehat sakit, smue ade rahasianye, nyang penting brsyukur trus”.
Dasar lg tulalit, bukannye +ngerti ane +bingung. Sampe skarang ane masi trus nyoba ngertiin pesan2 suhu ane. Thx to my beloved suhu.
Syiar Syariah dengan RD Syariah