Ulasan dan Outlook Investasi Oktober 2013
Tanpa terasa, kita sudah memasuki kuartal terakhir di tahun ini. Apa saja yang terjadi di pasar modal global dan Indonesia selama bulan September dan bagaimana kami di First State Investments Indonesia menyikapinya dalam bentuk strategi portofolio? Berikut kami sampaikan ulasannya. Ulasan makroekonomi & pasar modal global Pasar saham global ditutup positif di akhir bulan September menyusul keputusan The Fed untuk mengurungkan pengurangan QE3 serta sikap investor yang tidak mengindahkan penghentian operasi pemerintah federal AS akibat kebuntuan di kongres AS. Ulasan Makroekonomi & Pasar Modal Indonesia Indeks Harga Konsumer mencatat deflasi sebesar 0,35% mom pada Sep13 dibandingkan dengan perkiraan konsensus yang memperkirakan inflasi sebesar +0.15 % mom, masing-masing. Ini adalah deflasi bulanan terdalam sejak setelah krisis keuangan Asia pada tahun 1999 menurut database CEIC. Inflasi tahunan turun menjadi 8,40 % yoy dari 8,79 % yoy pada Aug13 sedangkan sejak awal tahun (YTD) inflasi tercatat sebesar 7,57 %. Deflasi makanan dan normalisasi dalam biaya transportasi menyumbang terhadap deflasi di Sep13 seperti yang diperkirakan para ekonom. Meski demikian, kami melihat dampak lemah pelemahan Rupiah telah berimbas pada harga komoditas konsumsi. Hal ini tercermin dalam kenaikan inflasi inti 4,72 % yoy dari 4,48 % yoy yang terutama didorong oleh perhiasan meskipun harga perhiasan dalam denominasi USD sebenarnya tidak berubah. Harga perhiasan menyumbang 0.21% dari 0.34% kontribusi inflasi inti terhadap inflasi keseluruhan di bulan September. Puncak inflasi telah terlihat, di mana dengan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi sudah tercermin dalam inflasi Jun13 - Aug13 dan harga pangan mulai turun, para ekonom memperkirakan inflasi akan kembali ke pola normalnya dalam beberapa bulan ke depan. Kejutan positif dating dari data perdagangan yang membukukan surplus sebesar US$0,1 milyar di Aug13 ( vs. perkiraan konsensus yang memperkirakan defisit sebesar US$0,8 milyar). Sebagian besar didorong oleh peningkatan di neraca perdagangan non-minyak dan gas yang mencatat surplus US$ 1,0 milyar (vs. -US$0,5 milyar di Jul13). Defisit neraca perdagangan minyak dan gas menurun menjadi US$0,9 milyar dari US$1,9 milyar pada periode yang sama. Kinerja ekspor relatif tidak berubah , turun 6,3 % yoy di Aug13 dengan hasil beragam di berbagai sektor . Ekspor non migas terus memburuk – mengalami penurunan sebesar 7,8 % yoy, terimbas oleh perdagangan komoditas seperti CPO , batubara dan karet. Hal positif datang dari ekspor migas yang hanya turun sebesar 0,4 % yoy di Aug13 dari -21,8 % yoy di bulan sebelumnya karena rebound yang kuat di ekspor produk minyak. Namun, karena pola ekspor migas tetap sangat fluktuatif bahkan jika dihitung dalam jangka waktu tahun ke tahun , belum dapat disimpulkan bahwa perbaikan ini akan dipertahankan . Di sisi lain, impor turun secara substansial, tercatat -5,7 % yoy di Aug13 dibandingkan +6,5% yoy di Jul13. Secara khusus , pertumbuhan impor migas tahun ini menurun menjadi 11% yoy dari 50% yoy di periode yang sama karena berkurangnya efek musiman setelah periode hari raya berakhir dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Sementara itu, impor non- migas telah berkontraksi selama 4 bulan berturut-turut sebagai konsekuensi dari melambatnya pertumbuhan ekonomi, terutama investasi. Pemangkasan kegiatan investasi telah menurunkan impor besi dan baja, yang merupakan penyumbang kedua terbesar setelah minyak. Impor besi dan baja secara bertahap telah mengalami tren penurunan sejak Apr13 dan tercatat turun 25% yoy di Aug13. Pada tanggal 12 September Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga BI dan Fasbi sebesar 25 basis poin menjadi masing-masing 7,25% dan 5,50% untuk membantu menahan pelemahan Rupiah. Cadangan devisa di akhir bulan September naik menjadi $95,675 triyun dari $93 trilyun pada bulan Agustus. Grafik 1: Cadangan devisa Indonesia Januari 2011-September 2013 Investor asing menaikkan porsi kepemilikan obligasi mereka: per akhir September kepemilikan mereka tercatat sebesar Rp 294,14 trilyun (31,20% dari total SBN yang diperdagangkan) dibandingkan dengan Rp 284,01 trilyun (30,64%) di akhir bulan Agustus. Grafik 2: Porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara yang Diperdagangkan (Rp trilyun) Sedangkan untuk efek pasar uang, SPN 1 tahun diperdagangkan di yield 6,87% dan SPN 3 bulan di 5,48%. Mayoritas bank besar menawarkan deposito berjangka 1 bulan dengan kisaran bunga 7,75-8,50%. Sentimen di pasar saham masih belum bergairah. Di bulan Agustus IHSG ditutup menguat 2,89% menjadi 4.316,18. Semua sektor kecuali konsumer, infrastruktur dan pertanian membukukan kinerja positif selama bulan September. Tabel 3: Emiten penggerak IHSG selama Agustus 2013 Grafik 3: Kinerja sektor-sektor IHSG selama September 2013 Outlook Oktober 2013 Untuk portofolio saham, strategi kami membeli saham-saham berkapitalisasi besar yang telah mengalami koreksi harga cukup dalam di bulan September membuahkan hasil yang menguntungkan terhadap kinerja portofolio kami. Ke depannya kami mengantisipasi pengurangan margin emiten (margin compression) dan melihat adanya peluang untuk menambah kepemilikan saham kami menyusul pengumuman kinerja kuartal ketiga para emiten. Untuk portofolio pendapatan tetap kami menilai bahwa untuk tahun 2013 potensi imbal hasil di efek pendapatan tetap/obligasi sudah terbatas. Dari segi komponen imbal hasil, perolehan bunga kupon akan lebih mendominasi ketimbang capital gain (perolehan laba akibat apresiasi/kenaikan harga). Kami mempertahankan posisi defensif kami dengan menetapkan durasi portofolio di bawah durasi tolok ukurnya sebagai antisipasi atas lonjakan yield obligasi lanjutan akibat tekanan inflasi.
|