Ulasan dan Outlook Investasi September 2013
Tanpa terasa, kita sudah memasuki bulan terakhir di kuartal ketiga tahun ini. Apa saja yang terjadi di pasar modal global dan Indonesia selama bulan Agustus-awal September dan bagaimana kami di First State Investments Indonesia menyikapinya dalam bentuk strategi portofolio? Berikut kami sampaikan ulasannya. Ulasan makroekonomi & pasar modal global Pasar terkoreksi kembali di tengah kekhawatiran baru atas rencana Fed untuk mengurangi QE3. Meski demikian, pengurangan ini harus dipandang sebagai pertanda baik bahwa ekonomi AS telah pulih. Ulasan makroekonomi & pasar modal Indonesia Inflasi bulanan tercatat lebih rendah dari yang diharapkan meskipun naik secara tahunan. Biro Pusat Statistik mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen meningkat 1,12% mom atau 8,79% yoy di bulan Agustus. Inflasi tahunan tercatat lebih rendah dari perkiraan konsensus sebesar 8,95% yoy, masing-masing. Sejak awal tahun, inflasi telah mencapai 7,94%. Harga pangan tetap menjadi sumber utama inflasi diikuti oleh biaya listrik. Makanan mentah dan olahan berkontribusi 0.57% atau 41% atas inflasi bulanan. Komponen perumahan menyusul di posisi berikutnya dengan kontribusi 0.16% dengan sub-komponen tarif listrik berkontribusi 0.10%, yang disebabkan kenaikan tarif listrik di bulan Juli sebesar rata-rata 4,3% yang tercemin di bulan Agustus. Penyumbang terbesar ketiga adalah komponen sandang (0.13%) di mana sub-komponen perhiasan emas menyumbang 0.12%. Menariknya , inflasi inti masih relatif terkendali, tercatat sedikit lebih tinggi menjadi 4,48% yoy di Agustus dari 4,44% yoy pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini berlangsung lambat meskipun Rupiah melemah 10% mom dan harga emas naik 5,1% mom menurut data Bloomberg. Indeks harga grosir juga relatif datar pada 4,14 % yoy vs. 4,12 % yoy di bulan Juli. Defisit perdagangan mencapai level tertinggi sebesar US$ 2,3 milyar di bulan Juli vs. US$0,9 milyar di bulan Juni. Defisit tersebut didorong oleh penurunan dalam perdagangan minyak dan gas yang melebar menjadi US$1,9 milyar dari US$0,7 milyar. Sementara itu, defisit perdagangan non-minyak dan gas juga melebar meskipun secara besaran lebih rendah, sebesar US$0,45 milyar di bulan Juli vs. US$0,15 milyar di bulan Juni. Tingginya impor BBM dan lemahnya ekspor minyak dan gas telah memicu defisit. Produk minyak impor melonjak sebesar 25% mom di Juli, memberikan kontribusi hampir 90% dari total impor minyak. Kami percaya itu mencerminkan kebijakan pencegahan pemerintah untuk mengamankan pasokan bahan bakar selama puasa dan Idul Fitri di periode Juli-Agustus. Pada saat yang sama, ekspor minyak dan gas mengalami kontraksi, dipimpin oleh penurunan ekspor gas sebesar 25,3% mom. Ekspor non-minyak dan gas telah membaik akibat meningkatnya permintaan dari negara-negara maju. Selain impor bahan bakar, konsumsi (0,8%) dan barang modal (2,2%) telah mendorong impor lebih tinggi di bulan Juli. Meski demikian, peningkatan ekspor non-migas telah mengimbangi meskipun kinerja ekspor telah dibatasi oleh lemahnya outlook harga komoditas. Perlu dicatat bahwa ekspor non-minyak dan migas naik 7,3%, lebih didorong pada peningkatan volume 4,9% mom sedangkan harga hanya meningkat rata-rata 2,2% mom. Secara spesifik, nilai ekspor disumbangkan oleh bijih logam (1,4%), batubara (0.9%), karet (0.9%), dan ekspor produk listrik (0,6%). Menariknya , peningkatan ekspor batubara dan karet terjadi ketika kedua harga komoditas tesrebut menurun, menunjukkan volume permintaan yang lebih tinggi. Kami mencermati bahwa pemulihan di beberapa negara maju dan mata uang yang lebih murah telah mulai menginduksi permintaan ekspor. Pengiriman ke AS menyumbang 1.7% total ekspor non-minyak dan gas bulanan, diikuti oleh China (1.3%) dan Jepang (0.7%). Pada tanggal 12 September Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga BI dan Fasbi sebesar 25 basis poin menjadi masing-masing 7,25% dan 5,50% untuk membantu menahan pelemahan Rupiah. Cadangan devisa Indonesia naik sedikit dari level terendah dalam 2 tahun di bulan Agustus. Cadangan devisa di akhir bulan Agustus menjadi $93,00 triyun di bulan Agustus dari $92,67 trilyun pada bulan Juli. Investor asing sedikit menurunkan porsi kepemilikan obligasi mereka: per akhir Agustus kepemilikan mereka tercatat sebesar Rp 284,01 trilyun (30,64% dari total SBN yang diperdagangkan) dibandingkan dengan Rp 285,77 trilyun di akhir bulan Juni (31,33%).
Sedangkan untuk efek pasar uang, SPN 1 tahun diperdagangkan di yield 6,96% dan SPN 3 bulan di 6,35%. Sentimen di pasar saham masih belum bergairah. Di bulan Agustus IHSG ditutup melemah 9.01% menjadi 4.195,09. Sektor pertambangan dan pertanian merupakan sektor-sektor yang membukukan kinerja positif selama bulan Agustus. Tabel 3: Emiten penggerak IHSG selama Agustus 2013 Grafik 2: Kinerja sektor-sektor IHSG selama Agustus 2013 Outlook September 2013 Meski data makroekonomi akhir-akhir ini tercatat lemah, kami memperkirakan perbaikan di masa mendatang. Defisit neraca perdagangan diperkirakan menurun dalam beberapa bulan ke depan ditengarai pelemahan mata uang, serta harga BBM dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Kami juga memperkirakan inflasi akan stabil seiring dengan turunnya harga bahan pangan mentah yang akan menjaga inflasi tetap rendah selama 2 bulan ke depan. Pemerintah telah mengumumkan langkah-langkah kebijakan fiskal guna mengatasi defisit transaksi berjalan, menjaga pertumbuhan ekonomi, menstabilkan inflasi dan mendorong investasi. Bank Indonesia juga mengumumkan kebijakan yang bertujuan untuk secara efektif mendorong suplai valuta asing serta perluasan pasar finansial. Dengan demikian kami memperkirakan tekanan jual atas rupiah akan mereda dan indikasi tingginya kepemilikan kas di kalangan investor lokal akan memberikan dasar yang kuat bagi pemulihan pasar. Untuk portofolio saham, kami membeli saham-saham berkapitalisasi besar yang telah mengalami koreksi harga cukup dalam. Kami juga akan melakukan pemilihan saham secara selektif di sektor infrastruktur, telekomunikasi dan semen. Untuk portofolio pendapatan tetap kami menilai bahwa untuk tahun 2013 potensi imbal hasil di efek pendapatan tetap/obligasi sudah terbatas. Dari segi komponen imbal hasil, perolehan bunga kupon akan lebih mendominasi ketimbang capital gain (perolehan laba akibat apresiasi/kenaikan harga). Kami mempertahankan posisi defensif kami dengan menetapkan durasi portofolio di bawah durasi tolok ukurnya sebagai antisipasi atas lonjakan yield obligasi lanjutan akibat tekanan inflasi. Selain itu kami mencari peluang untuk menaikkan durasi portofolio dengan meningkatkan durasi dari kepemilikan obligasi kami.
|