Ulasan dan Outlook Investasi April 2013
Tanpa terasa kuartal pertama 2013 telah kita lalui dengan baik. Apa saja yang terjadi di pasar modal global dan Indonesia selama bulan Maret dan bagaimana kami di First State Investments Indonesia menyikapinya dalam bentuk strategi portofolio? Berikut kami sampaikan ulasannya. Ulasan makroekonomi & pasar modal global Pasar saham global mengalami rally bulan ini. Bursa AS mencapai titik tertingginya dengan Dow, S&P dan Nasdaq naik masing-masing sebesar +3.7%, 3,6% dan 3,4%, ditengarai data ekonomi AS yang positif. Survei manufaktur Purchasing Managers’ Index (PMI) AS meningkat menjadi 54,1 di Februari dari 53,1 di Januari, sementara klaim awal pengangguran bulanan tercatat -6,5% di Februari dari +1.1% di Januari. Bursa saham Eropa flat setelah Siprus dan pemberi pinjaman internasional mencapai kesepakatan bailout. Dilaporkan bahwa negara itu akan menerima pinjaman darurat hingga 10 milyar euro (US$ 13 milyar). Eurostoxx dan FTSE ditutup masing-masing dengan kinerja -0.4% dan +0.8%. Pasar Asia ex-Jepang turun sebesar 2,1% di tengah kekhawatiran bahwa kebijakan moneter China bisa bergeser ke arah kebijakan ketat mengikuti peraturan pengetatan di sektor properti (penerapan pajak atas capital gain) dan inflasi yang meningkat (tercatat sebesar 3,2% y-y di Februari, naik dari 2,0% y-y di Januari). Bursa saham Hong Kong turun 3,1% sementara Singapura naik 1,2% Sementara itu, pasar saham Jepang terus menguat dengan membukukan kenaikan 7,25% dipicu oleh pernyataan Gubernur Bank of Japan untuk mempertimbangkan pembelian obligasi pemerintah bertenor panjang dalam jumlah lebih banyak dan menghapuskan aturan yang membatasi skala pembelian aset.
Harga minyak mentah Brent flat di US$110/barrel bulan ini. Ulasan makroekonomi & pasar modal Indonesia Secara mengejutkan, inflasi meningkat menjadi 5,9% y-y di bulan Maret, angka tertinggi sejak Mei 2011. Biro Pusat Statistik menyatakan bahwa inflasi Maret mencapai 0,63% mom. Inflasi tahunan ini tercatat di atas konsensus perkiraan sebesar 5,56%. Seiring dengan itu, inflasi sejak awal tahun (YTD) telah mencapai 2,43%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 0,88%. Lonjakan inflasi ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang ketat untuk impor beberapa produk hortikultura yang menyebabkan kurangnya pasokan bawang putih dan bawang dan harga yang berakibat kenaikan harga atas kedua komoditas tersebut. Respon yang terlambat dari pemerintah untuk membantu merilis produk impor ke pasar mungkin baru dapat membantu mengurangi harga pada bulan April. Namun, inflasi inti tetap stabil; turun sedikit dari 4,29% y-y di bulan Februari ke 4,21% y-y (0,30% m-m), yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga perhiasan (yang menyumbang deflasi sebesar 0,07 %).
Biro Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan data perdagangan Februari yang tercatat mengalami defisit sebesar US$0,3 miliar, lebih besar dari angka Januari yang telah revisi sebesar US$0,1 miliar. Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan konsensus perkiraan sebesar US$0,2 miliar. Secara keseluruhan, defisit dalam perdagangan minyak dan gas (defisit US$1,1 miliar) terus menyeret turun kinerja neraca perdagangan di Februari. Sentimen momentum pemulihan global tidak tercermin di data ekspor Indonesia karena ternyata turun lebih lanjut sebesar 2,5% m-m atau menurun 4,5% y-y di Februari. Meskipun harga komoditas global meningkat selama periode tersebut, nilai ekspor batu bara dan CPO memberikan kontribusi negatif terhadap ekspor di Februari, yang mungkin menunjukkan penurunan pada permintaan. Berdasarkan tujuan, ekspor Indonesia untuk ASEAN, Uni Eropa, dan negara-negara strategis seperti Jepang, AS, dan India lebih rendah dibandingkan Januari. Sementara itu, impor hanya turun 0,86% m-m (y-y tumbuh sebesar 3%) dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan pada minyak mentah dan impor gas merupakan kontributor utama karena keduanya merosot masing-masing sebesar 30% m-m dan 17% m-m. Meski demikian, impor produk minyak meningkat 3,5% m-m ditengarai konsumsi bahan bakar dalam negeri. Impor non-migas meningkat 1,63% m-m didorong oleh impor barang konsumsi. Di sisi lain, impor barang modal dan bahan baku tetap berada di wilayah negatif, menunjukkan moderasi investasi domestik. Defisit transaksi berjalan (current account deficit) kemungkinan akan berlanjut di tahun ini. Di satu sisi, kondisi perdagangan di masa mendatang akan sangat tergantung pada kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu dan di luar kendali para pembuat kebijakan di Indonesia. Di sisi lain, absennya kebijakan pemerintah untuk mengekang subsidi BBM juga akan menambah tekanan lebih lanjut pada kondisi neraca perdagangan ke depan. Grafik 1: Cadangan devisa Indonesia Sumber: Bank Indonesia Cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2013 kembali melorot setelah sebelumnya di akhir Februari turun US$3,6 milyar. Dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, per akhir Maret 2013 cadangan devisa RI tercatat US$ 104,8 milyar atau turun US$400 juta dari akhir Februari yang tercatat US$ 105,2 milyar. BI sebelumnya menyampaikan, penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh impor nonmigas yang diperkirakan cenderung melemah di tengah risiko semakin meningkatnya impor migas yang perlu terus diwaspadai. Di sisi lain, arus modal masuk, baik dalam bentuk investasi langsung (FDI) maupun investasi portofolio, diperkirakan masih cukup tinggi di tengah masih besarnya kebutuhan likuiditas valas domestik, antara lain untuk keperluan impor migas. Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar utang luar negeri. Rupiah sedikit terdepresiasi (-0,62%) menjadi 9.728/US$. Dalam rapatnya di bulan Maret, dewan gubernur BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 5,75% dan diperkirakan mereka akan terus mempertahankannya di bulan April seiring dengan tingkat inflasi inti yang masih stabil di level saat ini. Sebagai gantinya, BI mungkin akan menaikkan tingkat suku bunga FASBI untuk menahan tekanan inflasi dan pelemahan mata uang. Pasar obligasi lokal Indonesia sebagaimana diukur oleh HSBC Local Bond Index turun 1% menjadi 726 dari 733.3. Yield obligasi bertenor 10 tahun naik sedikit menjadi 5,6% menyusul pengumuman tentang angka inflasi yang lebih tinggi sementara Rupiah ditutup melemah di 9.728/USD. Yield obligasi yang lebih tinggi dan mata uang yang melemah merupakan hasil dari ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dan aksi para investor asing yang melepas sebagian dari kepemilikan mereka di aset-aset berisiko di tengah ketidakpastian seputar penyelamatan ekonomi Siprus. Investor asing mengurangi kepemilikan mereka di obligasi pemerintah menjadi Rp 281 trilyun di akhir bulan Dari segi yield, obligasi korporasi bertenor 1 tahun dengan peringkat AA umumnya diperdagangkan di kisaran 6%, SPN 3 bulan ditawarkan di 3,5% dari sebelumnya 3,2% sementara SPN 1 tahun di 4,2% dari 3,95% sebulan sebelumnya. Mayoritas bank besar menawarkan deposito berjangka Rupiah bertenor 1 bulan di kisaran 6,25-6,50%. Untuk deposito berjangka USD, bank-bank memberikan 2,25% per tahun untuk penempatan 1 bulan. Porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara yang Diperdagangkan (SBN) di akhir bulan Maret tercatat sebesar Rp 280,75 trilyun, atau setara dengan 32,59% dari total nilai SBN yang diperdagangkan. Angka ini relatif tidak berubah banyak dibandingkan dengan posisi per akhir Februari di Rp 281,63 trilyun (32,89%). Grafik 2: Porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara yang Diperdagangkan (Rp trilyun) Sumber: Dirjen Pengelolaan Utang, Depkeu RI Pasar saham Indonesia terus mencatat rekor tertingginya di bulan ini meskipun terjadi penjualan besar-besaran oleh investor asing. IHSG naik 3,03% menjadi 4,940.98, sedangkan LQ45 naik 1,5% menjadi 836,87. Nilai rata-rata perdagangan harian meningkat 34,9% m-m menjadi Rp 7.97 trilyun di bulan Maret 2013. Aliran dana masuk net dari investor asing bulan ini turun menjadi Rp 1,8 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 11,2 triliun. Tabel 3: Emiten penggerak IHSG selama Maret 2013
Sumber: Bloomberg ASII dan BBRI adalah saham yang paling ditransaksikan di bursa domestik. Grafik 3: Kinerja sektor-sektor IHSG selama Maret 2013
Sumber: Bloomberg Sektor properti terus kembali menjadi bintang dengan LPKR +21,2%, ASRI +15,1% dan BSDE +9,4%. Sementara itu, penurunan mendadak harga batubara berimbas pada kinerja sektor pertambangan: ADRO -16.5%, ITMG -11,8% dan PTBA -4,6%. Kinerja sektor perbankan terganggu di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap inflasi, terutama atas harga kelompok pangan karena kenaikan harga bawang dan cabai masing-masing sebesar 147,9% dan 38,1% sejak awal tahun. Kinerja saham perbankan ditutup beragam: BBRI -7,4%, BMRI flat, BBNI +9,8% dan BBCA +3,6%. Outlook April 2013 Pasar telah terganggu oleh runtuhnya sistem perbankan Siprus yang akan menyebabkan reaksi sistemik di seluruh Eropa, yang mengakibatkan gelombang pengetatan kredit. Dalam berita lain, Fitch siap untuk memangkas rating AAA Inggris setelah lembaga itu memperingatkan kemungkinan downgrade negara itu dalam beberapa minggu mendatang ditengarai tingkat utang pemerintah yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lemah. Bank Sentral Italia memperingatkan bahwa kebuntuan politik di negara itu dan stress baru di pasar keuangan akan melemahkan pemulihan negara itu dari resesi yang sedang dialaminya. Kabar baik saat ini adalah bahwa indikator awal ekonomi memberikan sinyal bahwa pemulihan global sedang berlangsung meskipun lambat dan tidak merata. Sentimen global dan regional telah terangkat oleh arus data yang menguntungkan. Asia telah mencatat tingkat arus masuk modal yang mengagumkan, didorong oleh likuiditas global yang tinggi di negara-negara G-3, dan dibantu oleh iklim risiko global yang relatif rendah. Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi serta selisih imbal hasil yang menarik di Asia juga memikat dana asing yang mencari aset berimbal hasil tinggi. Kita tidak bisa menjaga arus dana, namun kita juga perlu bersiap manakala timbul potensi pembalikan arus dana di jangka menengah. Kami tetap berhati-hati dan netral di pasar dalam jangka pendek. Untuk portofolio pendapatan tetap kami menilai bahwa untuk tahun 2013 potensi imbal hasil di efek pendapatan tetap/obligasi sudah terbatas. Dari segi komponen imbal hasil, perolehan bunga kupon akan lebih mendominasi ketimbang capital gain (perolehan laba akibat apresiasi/kenaikan harga). Implementasi strategi portofolio kami lakukan dengan menetapkan durasi portofolio lebih rendah (underweight) daripada durasi tolok ukur dan memanfaatkan setiap momen koreksi di pasar obligasi untuk menaikkan durasi portofolio.
|