Ulasan dan Outlook Investasi Februari 2013
Tahun 2012 yang penuh dengan berbagai peristiwa dan kejadian telah berhasil kita lalui dan kita baru saja mengakhiri bulan pertama di tahun 2013. Apa saja yang terjadi di pasar modal global dan Indonesia selama bulan Januari dan bagaimana kami di First State Investments Indonesia menyikapinya dalam bentuk strategi portofolio? Berikut kami sampaikan ulasannya. Ulasan makroekonomi & pasar modal global Pasar saham dunia mencatat kinerja positif bulan ini ditengarai ekspektasi positif dan perbaikan menuju pemulihan ekonomi global. Dow, S&P dan Nasdaq mencatat kenaikan masing-masing 5,0%, 5,3% dan 4,1%. Indeks saham Inggris naik 6,4%. Indeks saham Hong Kong melonjak 4,7% dan Singapura melaju 3,6% bulan ini. Angka PMI China sesuai dengan ekspektasi, tercatat sebesar 51,9 vs. ekspektasi 51,7, sementara ekspansi moneter oleh Bank of Japan telah menyebabkan yen melemah 6,8% bulan ini, sehingga menaikkan outlook pendapatan bagi perusahaan-perusahaan di Jepang yang berorientasi ekspor. Di Amerika Serikat dan zona Euro, keyakinan para pelaku pasar saham juga didorong oleh kemajuan yang dicapai dalam negosiasi atas batas utang AS, di mana House of Representatives memutuskan untuk menunda keputusan atas batas utang AS sampai Mei, meski kemudian keyakinan ini sempat terganggu oleh data bahwa GDP AS di kuartal keempat 2012 turun di luar ekspektasi. Tercatat pula perbaikan di angka PMI manufaktur dan servis di zona Euro yang tercatat masing-masing sebesar 47,5 dan 48,3, lebih baik dari data periode sebelumnya di 46,1 dan 47,8. Bank Sentral Eropa (ECB) juga memprediksi pemulihan ekonomi di paruh tahun kedua 2013. Harga minyak mentah Brent naik 4,4% menjadi $114.7/barrel bulan ini.
Ulasan makroekonomi & pasar modal Indonesia Di bulan Januari, inflasi tahunan naik sedikit dari 4,30% menjadi 4,57% seiring dengan inflasi bulanan yang naik tajam sebesar 1,03% akibat cuaca buruk yang berimbas pada produksi dan distribution makanan. Sebaliknya, inflasi inti tahunan turun sedikit dari 4,4% menjadi 4,32%.
Neraca perdagangan bulan Desember menipis lagi dari $0,48 milyar di bulan sebelumnya menjadi $0,16 milyar akibat turunnya impor sebesar 5,6% seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi di akhir tahun. Sepanjang tahun 2012, ekspor turun 6,6% menjadi $190 milyar di tengah penurunan ekonomi global, sementara impor tercatat sebesar $ 191,7 milyar. Impor yang melonjak 8,2% didorong oleh barang-barang perantara (intermediary goods) untuk produksi lokal (73%), barang-barang modal (20%) dan barang-barang konsumsi (7%). Pada akhirnya, inilah pertama kalinya dalam sejarah Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan sebesar $1,65 milyar, sementara di tahun 2011 Indonesia membukukan surplus $26 milyar. Belanja besar-besaran oleh Bank Indonesia untuk mempertahankan rupiah yang akhir-akhir ini tertekan, ditambah dengan kebutuhan untuk melunasi hutang luar negeri, telah menyebabkan cadangan devisa Indonesia turun cukup signifikan. Per akhir Januari 2013 Cadangan devisa Indonesia turun hampir 4% dari bulan sebelumnya setelah Bank Indonesia menghabiskan $4 milyar di pasar valuta asing demi mempertahankan kurs rupiah. Cadangan negara turun menjadi $108,8 milyar di Januari dari $112,8 milyar pada bulan Desember 2012. Cadangan devisa telah turun secara substansial sejak membukukan rekor tertingginya sebesar $124,6 milyar di bulan September 2011. Namun meski menipis, cadangan ini setara dengan nilai impor selama 6 bulan, jauh di atas ambang batas 4 bulan menurut Hartadi Sarwono, Deputi Gubernur bank sentral yang bertanggung jawab atas bidang moneter dan penelitian. Grafik 1: Cadangan devisa Indonesia Jan 2011-Jan 2013
Pada 2012, defisit perdagangan Indonesia tercatats sebesar $1,63 miliar, kontras dengan surplus $26,3 milyar di tahun sebelumnya. Para ekonom mengatakan ini dapat mengakibatkan defisit transaksi berjalan membengkak hingga 2,7% dari PDB, jauh lebih tinggi dari 1,5% yang diharapkan oleh pemerintah dan bank sentral. Pelemahan ekspor akibat krisis ekonomi global serta meningkatnya impor barang-barang modal menyebabkan Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan di tahun 2012. Dalam rapatnya di bulan Januari, dewan gubernur BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di 5,75% dan diperkirakan mereka akan terus mempertahankannya di rapatnya di bulan Februari 2013 dengan pertimbangan bias terhadap pertumbuhan ekonomi. Ke depannya, dengan angka inflasi yang rendah pasar memperkirakan bahwa kebijakan suku bunga BI tidak akan terpengaruh seiring dengan sikap BI yang akan menaruh perhatian lebih untuk mendukung pertumbuhan mengingat penurunan ekspor akan menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan (current account), yang pada gilirannya akan menekan Rupiah. Akan tetapi, BI mungkin akan menaikkan tingkat suku bunga FASBI untuk menahan depresiasi Rupiah. Berlatar belakang hal ini, Rupiah diperdagangkan di 9698 dari 9635. Pasar obligasi lokal Indonesia sebagaimana diukur oleh HSBC Local Bond Index turun 0,96% dari 731,64 menjadi 724,56. Investor asing menambah kepemilikan mereka di obligasi pemerintah Indonesia terutama di tenor pendek dan menengah menjadi Rp 271,5 trilyun dari Rp 269 trilyun di bulan sebelumnya. Dari segi yield, obligasi korporasi bertenor 1 tahun dengan peringkat AA umumnya diperdagangkan di kisaran 6,5%, SPN 3 bulan ditawarkan di 3,9% sementara SPN 1 tahun di 4,3%. Mayoritas bank besar menawarkan deposito berjangka 1 bulan di 6,50%. Grafik 2: Porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara yang
Sumber: Dirjen Pengelolaan Utang, Depkeu RI Pasar saham Indonesia mencatat kenaikan di tengah keprihatinan atas tekanan lebih lanjut terhadap Rupiah dan inflasi yang lebih tinggi. IHSG naik 3,2% ke 4.453,70 dan LQ45 naik 3,6% menjadi 761,3. Angka rata-rata perdagangan harian turun 11,4% menjadi Rp 4.,9 trilyun di Januari 2013. Investor asing membukukan pembelian bersih sebesar Rp 5,7 trilyun di bulan ini. ASII dan BMRI merupakan saham yang paling banyak ditransaksikan di bursa domestik.
BMRI dan BBRI adalah saham-saham yang memimpin pergerakan saham di bulan ini, disusul TLKM. Kinerja ASII terseret ke bawah oleh sentimen negatif atas harga CPO dan penjualan alat-alat berat yang melemah. GGRM mengalami tekanan akibat keprihatinan atas UU Tembakau sementara EXCL mengalami tekanan jual akibat ekspektasi atas kinerja kuartal keempat 2012 yang mengecewakan. Grafik 2: Kinerja sektor-sektor IHSG selama Januari 2013
Sektor properti memimpin pergerakan pasar saham ditengarai antisipasi adanya angka penjualan kuartal keempat 2012 yang bagus dan beberapa aksi korporasi yang positif dari beberapa emiten seperti BDSE, ASRI dan SSIA. Sektor finansial bangkit dari keterpurukannya di bulan sebelumnya. Outlook Februari 2013 Para pejabat bank sentral dan pemimpin dunia yang menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, mulai mengemukakan kekhawatiran mereka mengenai likuiditas yang membanjiri pasar. Tingkat suku bunga yang sangat rendah dan pencetakan uang telah memicu lomba atas kelemahan berbagai mata uang. Ini menimbulkan risiko atas ketidaksesuaian dalam penilaian aset di negara-negara maju, serta atas kontrol devisa dan proteksi perdagangan di negara-negara berkembang. Asia akan memimpin dengan pertumbuhan ekonomi yang layak walaupun kawasan ini harus menghadapi kelemahan berkelanjutan di negara-negara maju. Selain itu, pemilihan umum dan perubahan kepemimpinan politik akan mempengaruhi perkembangan ekonomi di tahun ini. Indonesia mengakhiri tahun 2012 dengan rekor baru untuk investasi asing dan domestik yang tumbuh masing-masing sebesar 26,1% dan 12,8%. Siklus investasi yang kuat dan berkesinambungan selama beberapa kuartal terakhir sepertinya akan membuat neraca perdagangan mengalami defisit di beberapa kuartal ke depan. Angka neraca transaksi berjalan (current account) di kuartal 4 tahun 2012 akan dirilis di pertengahan Februari dan diperkirakan akan mengalami defisit juga. Bagaimana pemerintah mengkomunikasikan strateginya untuk mengatasi defisit ini akan memainkan peran penting bagi volatilitas Rupiah di jangka waktu menengah. Kami memperkirakan pasar akan relatif melemah karena belum terlihat katalis positif dalam jangka waktu dekat. Untuk portofolio pendapatan tetap kami menilai bahwa untuk tahun 2013 potensi imbal hasil di efek pendapatan tetap/obligasi sudah terbatas. Dari segi komponen imbal hasil, perolehan bunga kupon akan lebih mendominasi ketimbang capital gain (perolehan laba akibat apresiasi/kenaikan harga). Implementasi strategi portofolio kami lakukan dengan menetapkan durasi portofolio lebih rendah (underweight) daripada durasi tolok ukur dan memanfaatkan setiap momen koreksi di pasar obligasi untuk menaikkan durasi portofolio.
|