Mengenal Konsep Alokasi Aset Strategis, Diversifikasi dan Rebalancing
![]() Volatilitas pasar yang tinggi dan kondisi ekonomi yang masih belum menentu sampai saat ini telah menambah urgensi bagi investor untuk berpikir keras mengenai langkah-langkah apa yang perlu dilakukan terhadap investasinya. Bukan hal yang mudah memang, apalagi mengingat begitu cepat dan makin tak terduganya arah pergerakan pasar, namun sebenarnya sebelum investor menentukan langkah yang harus diambil, sebenarnya investor harus merumuskan dulu alokasi aset strategisnya karena dengan alokasi aset strategis inilah investor mempunyai dasar untuk pengambilan keputusan investasi. Dalam kesempatan ini penulis mencoba memberikan pengenalan tentang alokasi aset, diversifikasi dan rebalancing dengan harapan bisa membantu investor mencapai pertumbuhan investasi yang optimal. Investasi memerlukan proses - tidak bisa dicapai serta merta begitu saja - oleh karena itu investor perlu menghindari jalan pintas untuk memperoleh keuntungan besar dalam jangka waktu singkat. Untuk bisa melakukan proses investasi dengan baik, investor memerlukan ilmu, kesabaran serta disiplin. Investor juga perlu memahami bahwa setiap investasi memiliki dua sisi: imbal hasil dan risiko, di mana keduanya memiliki korelasi positif: potensi imbal hasil yang tinggi selalu diikuti dengan risiko yang tinggi pula. Namun risiko bukanlah hal yang harus dihindari, melainkan harus dikelola. Ini berarti investor harus mengambil tingkat risiko tertentu dalam investasinya sesuai dengan profil risikonya. Karena itu, proses investasi merupakan bagian dari strategi mengelola risiko. Secara garis besar, berikut adalah tahapan-tahapan dalam proses investasi: Dalam artikel ini penulis mencoba menguraikan mengenai aset alokasi, diversifikasi dan rebalancing sebagai bagian dari proses perencanaan keuangan. Alokasi Aset Pada dasarnya, setiap jenis aset (asset class) memiliki profil imbal hasil dan risiko yang berbeda. Masing-masing jenis aset juga memiliki perilaku yang berbeda pula. Jika pada suatu saat suatu aset naik nilainya, aset yang lain mungkin justru turun atau tidak naik nilainya, demikian pula sebaliknya. Proses alokasi aset mencakup pembagian suatu portofolio investasi ke dalam berbagai kategori aset, seperti saham, obligasi dan kas. Proses penentuan komposisi aset dalam portofolio ini merupakan proses yang unik bagi setiap investor; alokasi aset yang pas bagi seorang investor akan sangat bergantung pada horizon waktu berinvestasi serta toleransi terhadap risiko. Strategic asset allocation Strategic asset allocation merupakan strategi portofolio yang melibatkan rebalancing portofolio untuk menjaga tujuan jangka panjang untuk alokasi aset. Pada saat portofolio dibentuk, ditentukan suatu “base policy mix” berdasarkan tingkat imbal hasil yang diharapkan (expected returns). Karena nilai suatu asset bisa berubah dari waktu ke waktu akibat perubahan kondisi pasar, maka komposisi portofolio pun harus disesuaikan secara berkesinambungan untuk memenuhi strategi investasi. Horison investasi Toleransi risiko Risiko vs. Imbal Hasil Imbalan atas pengambilan risiko adalah berupa potensi tercapainya imbal hasil investasi yang lebih tinggi. Jika seorang investor dengan horison investasi panjang ingin mencapai tujuan investasinya, maka kemungkinan ia bisa meraih imbal hasil yang tinggi dengan secara hati-hati berinvestasi pada kelompok aset beresiko seperti saham atau obligasi, dibandingkan dengan membatasi investasi pada aset-aset dengan risiko lebih rendah seperti instrumen setara kas. Sebaliknya, investasi hanya pada instrument setara kas mungkin pas untuk memenuhi kebutuhan finansial jangka pendek. Pilihan Investasi 1. Saham – secara historis, saham memiliki risiko dan imbal hasil tertinggi di antara ketiga jenis aset. Sebagai suatu kategori aset, saham menawarkan potensi terbesar bagi peningkatan nilai portofolio. Namun di sisi lain, volatilitas saham membuat jenis aset ini menjadi sangat beresiko dalam jangka pendek. Sebagai ilustrasi, Di Amerika Serikat saham-saham perusahaan besar secara agregat mengalami penurunan nilai rata-rata sekali setiap tiga tahun. Terkadang nilai kerugian yang ditimbulkan juga bisa sangat besar. Akan tetapi investor yang mau menerima volatilitas dalam kurun waktu yang lama pada umumnya menerima imbal hasil yang positif dan tinggi. Saham, obligasi dan kas merupakan asset class yang paling umum. Di luar ketiga asset class tersebut masih ada beberapa asset class lainnya seperti properti/real estat, logam berharga, komoditas dan private equity. Investasi pada asset class ini umumnya memiliki profil risiko yang spesifik, sehingga investor sebaiknya mempelajari terlebih dahulu faktor-faktor risiko terkait dan memastikan bahwa risikonya dapat diterima. Mengapa alokasi aset strategis penting? Dengan memasukkan berbagai asset class dengan imbal hasil yang naik turun dalam kondisi pasar yang berbeda-beda ke dalam suatu portofolio, investor dapat melindungi dirinya dari kerugian yang besar. Secara histories, imbal hasil dari ketiga asset class utama umumnya tidak bergerak naik atau turun secara bersamaan. Kondisi pasar yang mengakibatkan suatu asset class memberikan imbal hasil tinggi mungkin saja menyebabkan asset class yang lain malah menghasilkan imbal hasil yang rendah. Dengan berinvestasi di lebih dari satu asset class maka investor dapat mengurangi risiko kerugian dan fluktuasi imbal hasil portofolio secara keseluruhan akan menjadi lebih stabil. Jika investasi di suatu asset class mengalami kerugian, maka investasi di asset class lainnya bisa memberikan imbal hasil tinggi sehingga menutupi kerugian tersebut. Diversifikasi Selain itu, alokasi aset strategis juga penting karena berpengaruh besar terhadap pemenuhan tujuan investasi. Jika investor tidak berani mengambil cukup risiko, maka imbal hasil investasinya mungkin tidak cukup untuk memenuhi tujuan investasi. Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan investasi jangka panjang seperti tabungan pendidikan atau tabungan untuk membiayai kuliah, sebagian besar ahli keuangan akan setuju bahwa investor sebaiknya mengikutsertakan saham atau reksa dana saham dalam portofolionya. Sebaliknya, jika investor terlalu berani mengambil risiko, maka ada kemungkinan dana yang diinvestasikan tidak tersedia pada saat investor membutuhkannya. Portofolio yang sebagian besar berisi saham atau reksa dana saham misalnya, tidak cocok untuk memenuhi kebutuhan investasi jangka pendek seperti untuk membiayai liburan. Bagaimana cara melakukan alokasi aset strategis? Penyusunan model alokasi aset bisa dilakukan sendiri oleh investor jika ia memahami horizon investasi serta tingkat toleransi risiko yang dimilikinya. Buku-buku pedoman investasi umumnya memuat pedoman dasar sedangkan berbagai situs Internet menyediakan fasilitas yang dapat membantu investor membuat keputusan investasi, seperti misalnya online asset calculator. Pada intinya, tidak ada model alokasi aset yang bisa memenuhi setiap tujuan investasi; setiap investor perlu menentukan model yang pas baginya. Beberapa pakar keuangan dan investasi percaya bahwa alokasi asset merupakan proses pengambilan keputusan terpenting dalam kegiatan investasi. Alokasi asset bahkan lebih penting dibandingkan dengan pilihan instrument investasi yang diambil. Untuk itu, tidak sedikit investor yang kemudian mencari pertolongan dari pihak luar dalam merumuskan alokasi asset. Penasihat investasi atau manajer investasi dapat membantu, namum tentunya investor harus memastikan bahwa penasihat atau manajer investasi yang dipilihnya memiliki pengalaman dan keahlian yang mumpuni. Hubungan antara alokasi asset dan diversifikasi Banyak investor yang menggunakan alokasi aset untuk melakukan diversifikasi ke berbagai kategori asset. Namun di lain pihak banyak pula investor yang tidak melakukan diversifikasi sama sekali. Sebagai contoh, berinvestasi sepenuhnya di saham untuk memenuhi kebutuhan masa pension dalam horison investasi 25 tahun, atau berinvestasi sepenuhnya di kas atau setara kas dalam bentuk tabungan untuk membayar uang muka pembelian rumah. Meskipun keduanya mungkin merupakan strategi aset alokasi yang wajar dalam situasi tertentu, namun keduanya bukanlah strategi yang berusaha mengurangi risiko melalui investasi di berbagai kategori asset. Karena itu, pemilihan model alokasi aset tidak serta merta mewujudkan diversifikasi portofolio. Apakah portofolio terdiversifikasi atau tidak tergantung dari bagaimana investor mengalokasikan dananya ke dalam berbagai instrumen investasi. Prinsip dasar diversifikasi Salah satu cara untuk mendiversifikasikan investasi dalam suatu kategori asset adalah dengan berinvestasi di berbagai emiten dan sektor industri. Porsi saham dalam portofolio tidak akan terdiversifikasi dengan baik jika, misalnya, investasi hanya dilakukan di 4 atau 5 saham. Karena diversifikasi terkadang tidak praktis dilakukan sendiri, ada investor yang merasa bahwa diversifikasi dalam suatu kategori asset lebih mudah dilakukan dengan membeli unit penyertaan reksa dana dibandingkan dengan investasi langsung pada instrumen-instrumen dalam kategori asset tersebut. Berdasarkan definisi menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 pasal 1 ayat 27, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Keberadaan reksa dana memudahkan investor melakukan diversifikasi karena memungkinkan investor untuk memiliki porsi dalam berbagai instrument investasi, meskipun dalam nominal yang kecil. Akan tetapi perlu diingat bahwa investasi reksa dana belum tentu mewujudkan diversifikasi secara instan, terutama jika reksa dana tersebut merupakan reksa dana tematik yang investasinya terfokus pada tema investasi atau sektor tertentu. Jika seorang investor berinvestasi di reksa dana tematik, maka kemungkinan ia harus berinvestasi di beberapa reksa dana sekaligus untuk bisa mendiversifikasikan portofolionya. Dalam suatu kategori asset, hal ini bisa berwujud investasi di reksa dana yang berfokus di saham-saham perusahaan berkapitalisasi pasar besar, kecil atau bahkan saham-saham yang diperdagangkan di bursa luar negeri. Di antara berbagi kategori asset, diversifikasi bisa dicapai dengan investasi pada reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang. Tentu saja, untuk setiap tambahan investasi di reksa dana investor akan harus menanggung biaya tambahan yang Mengubah Alokasi Asset Para investor yang mumpuni pada umumnya tidak mengubah alokasi assetnya berdasarkan kinerja relative dari suatu kategori asset, misalnya dengan menambah porsi saham dalam portofolio semata-mata karena pasar saham sedang hebat kinerjanya. Dalam kondisi demikian, yang mereka lakukan adalah rebalancing atas portofolio mereka. Prinsip dasar rebalancing Sebagai contoh, misalkan alokasi aset dasar menetapkan porsi saham sebesar 60% dari total portofolio sedangkan sisanya (40%) berupa instrumen pasar uang. Setelah pasar saham mengalami kenaikan, porsi saham ternyata naik menjadi 80% dari total portofolio sementara porsi pasar uang turun menjadi 20%. Dalam hal ini investor bisa menjual sebagian dari sahamnya dan mengalihkan investasinya ke pasar uang yang porsinya mengalami penurunan sehingga komposisi portofolio kembali ke 60% saham dan 40% pasar uang. Dalam melakukan rebalancing, investor perlu mengkaji investasi dalam setiap kategori asset. Jika ditemukan investasi yang tidak sejalan dengan tujuan investasi, maka investor harus mengembalikannya ke alokasi semula untuk setiap kategori asset. Pada prinsipnya, ada tiga cara untuk melakukan rebalancing terhadap portofolio: Sebelum melakukan rebalancing, investor sebaiknya mempertimbangkan apakah metode rebalancing yang dipilih akan menimbulkan biaya transaksi atau konsekuensi perpajakan. Bantuan penasihat investasi atau konsultan pajak bisa membantu investor mengidentifikasikan langkah-langkah yang bisa diambil untuk meminimalisasi potensi biaya tersebut. Investor sebaiknya berpegang teguh pada prinsip “Buy Low, Sell High”, yaitu membeli instrumen pada saat harganya rendah dan menjualnya pada saat harganya tinggi. Keluar dari asset pada saat asset tersebut sedang berkinerja baik dan beralih ke asset yang sedang berkinerja kurang baik mungkin tidak mudah dilakukan dalam praktik sehari-hari, namun ini mungkin merupakan langkah yang bijak. Dengan mengurangi “winners” dan menambah “losers” saat ini, rebalancing memaksa investor untuk menerapkan prinsip “Buy Low, Sell High”. Kapan sebaiknya rebalancing dilakukan? Di lain pihak rebalancing juga dapat dilakukan jika bobot relatif suatu asset naik atau turun melebihi persentase tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Kelebihan dari metode ini adalah bahwa kinerja investasi menentukan kapan investor harus melakukan rebalancing. Dengan metode manapun, rebalancing cenderung memberikan hasil terbaik jika dilakukan tidak terlalu sering. |