Sensitivity Analysis: No Rebalancing vs. Rebalancing
Menindaklanjuti komentar dari salah seorang member mengenai perbedaan imbal hasil antara skenario no rebalancing yang marjinal, penulis tergelitik untuk mencoba melakukan sensitivity analysis dengan menghitung perbedaan imbal hasil antara dua skenario tersebut untuk berbagai kombinasi rasio antara time deposit/SBI dengan saham, dengan menggunakan data pasar selama 10 tahun terakhir (1998-2007). Berikut adalah uraian mengenai hasil sensitivity analysisnya. Untuk menghitung imbal hasil portofolio, digunakan data pasar riil selama 10 tahun terakhir sebagai berikut: Penulis kemudian melakukan simulasi perhitungan imbal hasil portofolio dengan berbagai kombinasi rasio antara time deposit/SBI dengan saham untuk mendapatkan imbal hasil yang disetahunkan (annualized return) sebagai berikut: Dari tabel dan kedua grafik di atas memang terlihat perbedaan yang marjinal imbal hasil (excess return) antara skenario rebalancing dengan no rebalancing dan sepertinya excess return terbesar didapat dari rasio time deposit – saham sebesar 40-60 (40% time deposit – 60% saham). Tapi apakah ini selalu demikian? Rasanya tidak karena ini tergantung dari kondisi pasar (ingat bahwa simulasi ini dilakukan dengan menggunakan data riil pasar selama kurun waktu 10 tahun terakhir). Kalau memang perbedaan excess return-nya marjinal, mengapa investor melakukan rebalancing? Selain repot karena investor harus melakukan subscription dan redemption setiap tahun untuk mengembalikan rasio ke level awal tahun, biaya transaksi yang harus dikeluarkan juga lumayan besar sehingga menggerus excess return yang didapat. Poin terpenting dari rebalancing bukanlah untuk mendongkrak imbal hasil, tapi untuk mengontrol resiko dan menjaga tingkat likuiditas. Dengan mengembalikan rasio TD-saham ke level 60-40 setiap awal tahun, misalnya, investor dapat membatasi eksposurnya terhadap resiko investasi setiap instrumen sehingga jika memang terjadi koreksi pasar, nilai kerugiannya bisa dibatasi pada tingkat tertentu.
|